http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2007/4/10/b1.htm
DARI WARUNG GLOBAL INTERAKTIF Orang Bali jangan Jadi Budak di Daerah Sendiri MASALAH perekonomian di Bali tampaknya tak pernah berhenti. Setelah pariwisata Bali terpuruk akibak bom Bali yang menyebabkan ekonomi carut-marut, kini ekonomi Bali dikatakan telah dikuasai orang luar Bali. Benarkah demikian? Sudah cukup bukti di lapangan bahwasanya orang Bali selalu berperan sebagai penonton alias pekerja, bukan sebaliknya menjadi aktor atau penguasa dalam usaha bisnis. Sejauh ini pemerintah dengan programnya meningkatkan sektor ekonomi lemah dinilai belum maksimal. Ada satu hal yang menarik melatarbelakangi masalah ini yaitu SDM orang Bali yang mengandalkan gengsi. Belum terlambat untuk membenahi diri, jangan terlalu larut dalam era globalisasi. Itulah salah satu opini yang muncul dalam acara Warung Global yang disiarkan Radio Global FM Bali, Senin (9/4) kemarin. Berikut rangkumannya. --------------------------- Dr. Sri Dharma selaku dosen Fakultas Ekonomi sekaligus Rektor Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) menyatakan bahwa hal itu tidak dapat dimungkiri seiring dengan kemajuan zaman dan teknologi. Siap tidak siap, mau atau tidak mau masyarakat Bali harus siap dalam menghadapinya. Memang ekonomi Bali sudah dikuasai orang luar. Ini akibat bangganya orang Bali mengaku sebagai pekerja, bukan wirausaha. Untuk itu persaingan ini tidak dapat dimungkiri. Selain itu ia menjelaskan masih lekatnya kultur masyarakat Bali yang menjadi persoalan. Segmen pasar di Bali, menurutnya, menuntut tenaga teknis, ekonomi Bali bisa dibangkitkan dari sektor formal dan nonformal. Andai saja hal ini bisa disiasati maka orang Bali tak akan menjadi pekerja di wilayahnya, namun sebaliknya. Orang Bali harus mampu mengharumkan nama daerahnya. Alangkah bagusnya kalau semua sektor dikuasai. Untuk itu ia menekankan kembali kesadaran dalam menghadapi persaingan, perlu kesadaran semua pihak menghadapi globalisasi. Semua harus berusaha dan harus siap karena ia yakin langkah pembenahan yang akan diambil tidak terlambat. Untuk itu, ia menekankan agar masyarakat Bali terus belajar. Seyogianya Pemda Bali memfasilitasi kebutuhan masyarakat Bali sendiri. Jika tak menguasai teknologi maka akan terkucilkan. Mursi di Denpasar menyatakan bahwa dari kecil anak laki-laki orang Bali yang merasa diwarisi harta atau warisan lainnya merasa bangga, sehingga tak merasa perlu bekerja lagi untuk menambah penghasilan. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kemalasan mencari kerja sendiri. Ngurah Setyawan di Mas Ubud menilai dari segi kultur orang Bali masih dibelenggu oleh desa pakraman setempat. Ia mengambil contoh seperti di Jembrana yang mendukung dan memfasilitasi anak-anaknya atau pemudanya untuk bekerja di luar negeri mencari pengalaman. Ia menyarankan hal ini ditiru oleh daerah lainnya. Nang Tut Su di Tabanan melihat bahwa orang Bali dulu begitu giat bekerja untuk memenuhi kebutuhannya. Sekarang zaman yang serba instan, menggiring masyarakat Bali begitu konsumtif. Tradisi ngejot saja sudah mulai terkikis. Di samping itu masyarakat Bali memang agak ogah mengambil pekerjaan sehingga peluang besar diambil olah orang luar Bali. Ia berharap masyarakat Bali ngeh dengan keadaan ini. Goatama di Tampaksiring juga membenarkan hal itu. Keinginan masyarakat Bali untuk mewarisi tradisi sudah mulai luntur seperti berjualan di pasar tradisional mulai mengolah makanan, menjual hingga menikmati hasilnya sendiri. Di zaman yang serba cepat ini belum tentu juga baik hasilnya. Langkah yang diambil terkesan lambat, paling tidak tuan rumah mampu bersaing secara sehat. Untuk itu perlu dukungan pemerintah untuk membentuk jaringan guna memperkuat sektor ekonomi Bali. Senada dengan itu, Adnyana di Pedungan dan Gede Biyasa di Denpasar melihat sebagian pedagang dan pihak yang membuka usaha di Bali kebanyakan orang luar Bali. Globalisasi ibarat simalakama. Intinya jangan terlalu larut dalam era ini, sebab tidak semua orang Bali sebagai buruh atau pekerja. Jadi, tepat sekali dikatakan ekonomi Bali dikuasai oleh orang luar Bali. Dewa Winaya di Tabanan menilai bahwa pemerintah juga harus berusaha memperbaiki hal ini, apakah sudah maksimal melakukan pembenahan? Secara real masyarakat belum terbantu dengan usaha pemerintah meski sudah dilakukan dalam seminar atau pelatihan-pelatihan. Justru usaha yang dilakukan harus ditindaklanjuti secara real di lapangan, jangan hanya komitmen sehingga orang Bali tak selalu menjadi pekerja di daerahnya sendiri. * sikha