PEMBANTAIAN 1965/1966 DAN PENGUNGKAPANNYA  (Catatan Untuk Bung Liem Swie Liong, 
Tapol Belanda)    Oleh: Harsutejo        Dalam peluncuran buku "Kembang-Kembang 
Genjer" di Pusat Dokumentasi HB Jassin  TIM, Jakarta pada 19 Desember 2006, 
Bung Liem Swie Liong dari Tapol Belanda  menyampaikan keprihatinannya bahwa 
masalah dalam judul di atas sampai saat ini  tidak mendapatkan perhatian dunia 
secukupnya. Ia merujuk pada kepustakaan di  Barat, utamanya di AS, tentang 
sejarah pembantaian manusia di dunia modern yang  sama sekali tidak menyinggung 
pembantaian di Indonesia yang terjadi pada  1965/1966 yang makan korban 500.000 
sampai 3 juta manusia.

      Dr Asvi Warman Adam menjelaskan bahwa hal ini sebagai dampak perang 
dingin  antara Blok Barat/Kapitalis dan Blok Timur/Sosialis, Indonesia di bawah 
Sukarno  serta golongan kiri yang dipimpin PKI merupakan musuh Barat. Hal ini 
sesuatu  yang sudah kita ketahui bersama yang menurut Bung Liem pers Barat 
menganggap  pembantaian itu sebagai hal buruk yang diperlukan. Ia merasa gagal 
dengan segala  upayanya selama ini dalam mengangkat masalah tersebut ke forum 
internasional,  dibandingkan dengan pembantaian sekian ribu orang Armenia pada 
1915 yang selalu  disebut, apalagi holokaus kaum Yahudi selama Perang Duni 2. 

      Sebenarnyalah pengungkapan tersebut perlu terus-menerus kita upayakan 
tanpa  merasa gagal terbanding dengan isu pembantaian yang lain. Dalam 
kenyataannya  itulah standar ganda yang dianut oleh sebagian besar pers Barat 
yang berpengaruh  serta banyak rezim di dunia ini termasuk rezim di Indonesia. 
Pemerintah RI  sampai saat ini belum pernah mengakui adanya pembunuhan 
besar-besaran yang  disponsori negara di bawah Jenderal Suharto dan dilakukan 
oleh pasukan tentara  resmi dengan menggunakan juga barisan sipil paramiliter. 
Para petinggi dan  sementara pakar di Indonesia selama ini menyatakan 
korban-korban yang terjadi  karena adanya bentrokan di antara rakyat yang 
didahului oleh kaum komunis. Dan  itulah yang diberitakan oleh pers Barat, 
perang tentara Indonesia melawan  pasukan komunis, sesuatu yang tidak pernah 
terjadi, juga di Blitar Selatan  tidak. Yang terjadi ialah pembantaian kaum 
sipil.

      Seperti kita ketahui pengungkapan pertama pembantaian itu dilakukan oleh  
Benedict Anderson dan Ruth McVey dalam apa yang semula disebut sebagai Cornell  
Paper dalam bulan Januari 1966 pada saat pembantaian sudah dan sedang  
berlangsung, beredar secara rahasia amat terbatas di kalangan pakar, kemudian  
terbit pada 1971 di AS dengan judul A Preliminary Analysis of the October 1 
1965  Coup in Indonesia. Studi ini berdasarkan penyisiran berita pers Jakarta 
dan  daerah selama 3 bulan sampai akhir Desember 1965. Kesimpulannya bahwa  
pembantaian terjadi setelah kedatangan pasukan RPKAD di bawah Kolonel Sarwo 
Edhy  Wibowo ke Jateng pada pertengahan Oktober 1965. Kesimpulan ini diperkuat 
antara  lain oleh penelitian sejarah lisan di Jateng oleh Rinto Tri Hasworo 
yang  terhimpun dalam buku John Roosa cs (ed) Tahun yang Tak Pernah Berakhir, 
Memahami  Pengalaman Korban 65 (2004) dan oleh HD Haryo Sasongko dalam bukunya 
Korupsi  Sejarah dan Kisah Derita Akar Rumput (2005).

      Sejumlah negara dan badan riset internasional mendukung penelitian dan 
publikasi  terhadap terjadinya pembantaian orang Armenia pada 1915, Rwanda, 
Kamboja dst.  Hampir semua negara Eropa dan AS mengambil perhatian dan 
mendukung penelitian  dan publikasi holokaus kaum Yahudi selama PD 2. Tidak 
satu negara pun melakukan  hal yang sama terhadap pembantaian 1965/1966 di 
Indonesia. Alih-alih membantu,  para penguasa militer dan sipil Indonesia 
sering menghalang-halangi penelitian  semacam itu di seluruh wilayah Indonesia. 
Seluruh dokumen yang berkaitan dengan  tragedi 1965 dimonopoli oleh penguasa 
militer sampai saat ini.

      Dengan demikian jelas bahwa penelitian dan pengungkapan serta pengakuan 
adanya  pembantaian besar-besaran di Indonesia pada 1965/1966 tidaklah mudah. 
Hal itu  akan terus terkendala dan berhadapan dengan standar ganda selama rezim 
yang  berkuasa belum mengakuinya. Para peneliti dan peminat yang simpati untuk  
mengungkapnya tidak perlu berkecil hati.***

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Reply via email to