http://www.beritabumi.or.id/berita3.php?idberita=859
    Pelaksanaan HBKB belum optimal                                 Setyo 
Rahardjo - 28 Sep 2007  11:06                                  Hari  Bebas 
Kendaraan Bermotor (HBKB) pada mulanya adalah salah satu kegiatan  kampanye 
LSM/NGO di seluruh dunia untuk mengurangi pemakaian kendaraan  bermotor atau 
lebih sering disebut sebagai car free day. Di  Jakarta kegiatan kampenye 
tersebut diadopsi dalam Perda No. 2 Tahun  2005 tentang Pengendalian Polusi 
Udara. Dalam Perda tersebut juga  diamanatkan bahwa setiap bulan Pemda DKI 
Jakarta wajib menyelenggarakan  HBKB di lima wilayah kota.
  Pemda DKI Jakarta telah melaksanakan kegiatan HBKB untuk pertama kali  pada 
Sabtu (22/9) lalu. Dari pelaksanaan kegiatan tersebut, muncul  berbagai 
tanggapan baik dari kalangan LSM maupun masyarakat. Salah satu  LSM tersebut 
adalah Kaukus Lingkungan Hidup Jakarta.
  Firdaus Cahyadi dari Kaukus LH Jakarta (24/9) mengungkapkan bahwa HBKB  yang 
mulai dilaksanakan pada tgl 22 September 2007 tersebut harus tetap  dilanjutkan 
sesuai dengan Perda No. 2 Tahun 2005. Ia juga mengkritik  pelaksanaan kegiatan 
HBKB terkait dengan kenyataan bahwa Gubernur dan  Wakil Gubernur DKI Jakarta 
masih menggunakan kendaraan bermotor pribadi  ketika hadir dalam acara tersebut.
  “Gubernur dan Wakil Gubernur DKI belum atau tidak memberikan teladan  yang 
baik terkait dengan pesan dari HBKB yang ingin menekan penggunaan  kendaraan 
bermotor pribadi. Terbukti dengan kedatangan Gubernur dan  wakilnya yang masih 
menggunakan kendaraan dengan kawalan sepeda motor,”  ujarnya.
  Untuk itu, ia memberi saran bahwa ke depan seharusnya Gubernur dapat  datang 
ke acara HBKB dengan menggunakan sepeda atau transportasi publik  semacam 
busway bahkan bisa juga dengan berjalan kaki. Kedatangan  Gubernur dan Wakil 
Gubernur pada acara HBKB kemarin dengan masih  menggunakan mobil justru 
memperlemah semangat dari pelaksanaan HBKB itu  sendiri.
  Saran, tanggapan, dan kritik juga datang dari Walhi Jakarta. Menurut  
Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Selamet Daroyin, berdasarkan amanat  perda, 
seharusnya HBKB dilakukan satu bulan sekali. Namun ternyata  pelaksanaanya baru 
setahun sekali, itu pun baru dilakukan pada tahun  2007, padahal perda itu 
sendiri sudah berlaku sejak 2005.
  “Pelaksanaan perda tersebut belum cukup ideal. Tidak hanya waktu  
pelaksanaannya, saat acara berlangsung juga tidak sesuai dengan yang  diumumkan 
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jakarta,”  katanya.
  Ia kemudian memberi contoh, dalam pengumuman disebutkan kawasan  Sudirman dan 
Thamrin bebas kendaraan bermotor pribadi kecuali kendaraan  umum. Kenyataannya 
hanya empat jalur saja yang ditutup, sedangkan empat  jalur lainnya tetap 
dibiarkan dilintasi oleh kendaraan umum dan  kendaraan pribadi.
  “Kenyataan ini membuktikan bahwa pelaksanaan HBKB kali ini masih belum  
berjalan dengan baik. Perlu adanya evaluasi agar dalam pelaksanaan pada  waktu 
yang lain dapat berjalan lebih baik dan sesuai dengan apa yang  sudah 
dijadwalkan,” tegasnya.
  Sementara itu, dalam pernyataannya, Mitra Emisi Bersih (MEB)  menjelaskan 
bahwa sumber utama pencemaran udara di Jakarta berasal dari  gas buang angkutan 
umum. Oleh karena itu, usaha uji emisi yang  dilakukan Pemda DKI Jakarta akan 
sia-sia jika tidak melibatkan uji  emisi angkutan umum.
    Sedangkan warga yang ada di lokasi kegiatan menyambut baik kegiatan ini. 
Salah seorang warga yang tergabung dalam komunitas Bike to Work  mengatakan 
bahwa udara di kawasan tersebut menjadi segar dan sejuk,  sehingga dirinya 
tidak perlu lagi memakai masker untuk melindungi diri  dari asap kendaraan 
bermotor. Mereka juga berharap, setelah ini Pemprov  DKI Jakarta dapat 
membangun jalur khusus untuk sepeda.
     Sia-sia
  Pada kesempatan itu, Firdaus juga mengungkapkan bahwa kegiatan HBKB  akan 
sia-sia jika tidak diikuti dengan kebijakan publik yang mampu  menekan polusi 
udara. “HBKB saja tidak cukup untuk mengatasi polusi  udara jika tidak diikuti 
dengan adanya kebijakan publik yang mampu  menekan laju penggunaan kendaraan 
bermotor pribadi di Jakarta,” katanya.
  Menurutnya, kebijakan itu di antaranya adalah membatalkan rencana  
pembangunan enam ruas jalan tol dalam kota, mengenakan tarif parkir  yang 
tinggi terhadap para pengguna kendaran bermotor pribadi, dan  memperluas 
pemberlakukan Three in One serta memberlakukan tarif jalan (road pricing) bagi 
kendaraan bermotor pribadi (mobil) di setiap jalan yang telah dilalui oleh 
koridor busway.
  ”Di samping itu juga perlu adanya revitalisasi tata ruang kota Jakarta  
dengan tidak menambah lagi pembangunan kawasan komersial di Jakarta  yang 
selama ini terbukti menjadi daya tarik bagi hadirnya kendaraan  bermotor 
pribadi ke Jakarta. Sebaliknya, Pemprov DKI Jakarta harus  memperluas areal 
RTH, menyediakan infrastruktur bagi kendaraan  non-motorize dan juga pejalan 
kaki yang nyaman dan aman,” terangnya.
  Dalam sebuah media massa, Nirwono Jogo, seorang Arsitek Lanskap,  menuliskan 
bahwa suhu udara kota Jakarta meningkat 1,46 derajat celcius  hanya dalam dua 
tahun, jauh di atas kenaikan suku rata-rata bumi 0,8  derajat celcius 
(1980-2005). Jakarta juga memiliki kualitas udara  terburuk ketiga di dunia, 
kedua di Asia, dan nomor wahid di Indonesia.
  Selama ini warga Jakarta menikmati udara bersih yang berubah-ubah dari  tahun 
ke tahun. Pada tahun 2000 terdapat 108 hari berudara bersih  selama setahun, 75 
hari (2001), 21 hari (2002, 2003), 56 hari (2004),  28 hari (2005) dan 45 hari 
(2006).
    
  
       
---------------------------------
Don't let your dream ride pass you by.    Make it a reality with Yahoo! Autos. 

Kirim email ke