Iya betul bung Chandra, korupsi harus sekuat tenaga dibrantas, ditangkap dan dijebloskan dalam penjara. Kalau perlu yang kakap-kakap gede di tembak-mati, ... Jangan biarkan dia berkeliaran dan terus tumbuh tanpa terjerat hukum, ... sedang rakyat banyak dibiarkan makin menderita segala kemiskinan dan kelaparan. Tapi, kenyataan dihadapan Pengadilan Negeri, begitu banyaknya kasus kkn, dari pusat sampai daerah, dari pemerintah pusat sampai kelurahan, ... segaligus mau diselesaikan tidaklah mungkin. Tebang pilih yang dilakukan Pemerintah SBY-JK sekarang adalah menangkapi koruptor teri, yang kakap tak terjamah. Ini kenyataan yang terjadi.
Saya setuju kalau yang didahulukan dan diutamakan adalah menangkap koruptor kakap, yang jelas lebih merugikan dan mencelakakan negeri ini. Yang koruptor teri diselesaikan sesuai dengan kemampuan pengadilan setempat saja dahulu. Sekali lagi, yang harus didahulukan dan diutamakan Pemerintah atau pengadilan negeri pusat, menyelesaikan kasus koruptor kakap paling gede itu. Dan itulah tantangan Pemerintah SBY-JK yang berkuasa sekarang ini, untuk mewujutkan janji-janji muluk yang setelah lewat 2 tahun belum juga nampak perubahan dan perbaikan. Kecuali masih saja menunjukkan diri bagaikan macan kertas saja, ... jadi, menurut bung, mampukah pemerintah sekarang ini mengigit koruptor kakap-kakap gede? Atau setelah mulut jaksa disumpal sekian milyard, segala bukti-bukti korupsi menghiiiilaaang, dan oleh karenanya setelah disidang beberapa kali, koruptor kakap boleh dinyatakan bebas tidak terbukti menilap uang negara! Heheheheee, ... Siapa yang menaruh belas kasihan pada koruptor? Atau bung salah menafsirkan pendapat saya? Sedang pencuri ayam dihajar sampai mati, itu kan di-"hakimi" sendiri, bukan didepan pengadilan. Dan tentunya itu harus dicegah jangan sampai terjadi, ... berlakukanlah hukum sebaik-baiknya. Benar, 25 juta jauh lebih besar ketimbang seekor ayam, dan itu cukup untuk membuka peternakan ayam. Tapi, dibanding dengan koruptor yang ratusan milyard, yang puluhan triliun, tentu yang 25 juta tidak berarti apa-apa, bukan. Dan, ... jelas koruptor yang menelan ratusan milyar dan puluhan triliun itu jauh, jauh lebih membuat rakyat banyak lebih melarat dan lebih mengakibatkan ekonomi nasional terpuruk, nyaris membuat pemerintah RI bangkrut. Coba bung pilih mana, membiarkan koruptor kakap-gede tidak terjamah hukum dengan Pengadilan selalu penuh acara sibuk mengurusi koruptor teri yang menelan dibawah 25 juta, atau mendahulukan dan mengutamakan menangkap koruptor kakap gede yang diatas ratusan milyard atau triliunan itu? Salam, ChanCT ----- Original Message ----- From: T Chandra To: [EMAIL PROTECTED] ; mediacare@yahoogroups.com ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] ; [EMAIL PROTECTED] Sent: Wednesday, 7 February, 2007 18:40 Subject: Re: [HKSIS] Fw: Korupsi di Bawah Rp 25 Juta Diampuni Semua korupsi yang teri apalagi yang kakap harus diberantas dong! Kita sebagai bangsa yang berbudi adiluhung ya sukarlah menerapkan hukuman mati, spt di RRC yang hasilnya kelihatan bagus. Kita menerima saja nasib tinggalan Orba, jadi korpusi masih akan marak 100 tahun lagi kan? Dari biang kerok korpusi yang disebut Raja Koruptor sampai yang kecil harus ditumpas. Saya agak heran pada Pak Chan yang jadi ikut-ikutan menaruh belas kasihan, padahal biasanya tegar dan konsekuen menyebarkan perlunya supremasi negara hukum. Pemerintah itu termasuk perda-perda orangnya ratusan ribu, cuma kerjanya loyo dan sifatnya juga banyak yang sontoloyo.Ini birokrasi tinggalan Orba yg rentan KKN. Yang perlu diperbaiki dengan cepat ialah bidang yustisia, kalau perlu diperbanyak stafnya. Lalu bersama Polri yang harus dibersihkan juga dari sifat korup, semuanya harus bisa menangani segala kasus korupsi, teri apa kakap, termasuknya Rajanya yang kaya yayasan. Bayangin aja kalau dari 3 juta PNS yang korup cuman dibawah Rp 25 juta ada misalnya, hanya misal lo, 1 juta, berapa sudah kerugihan negara? Ditambah yang kakap-kakap??? Kita yang pada latah kagum sama RRC harus berani dan siap mental juga mengambill caranya RRC membrantas korupsi: tembak mati di lapangan sepak bola! Dalam waktu 10 tahun korupsi di Indonesia bakalan turun anjlok dibatas yang dapat "ditoleransi". Coba deh, atau mau tarohan nih? TCh samiaji <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Mencuri ayam karena lapar ... dihajar sampai mati !!! ----- Original Message ----- From: ChanCT To: HKSIS-Group Sent: Wednesday, February 07, 2007 9:39 AM Subject: [HKSIS] Fw: Korupsi di Bawah Rp 25 Juta Diampuni Yah, ... mungkin Pemerintah sudah kebingungan begitu banyaknya, sudah begitu membudaya-nya korupsi dinegeri ini, ... jadi kalau masih juga mau ngurusi koruptor dibawah 25 juta, entah sampai berapa puluh tahun baru bisa diurus. Jadi? Dahulukan dan utamakanlah koruptor-koruptor kakap, yang lebih merugikan rakyat banyak dan sangat-sangat mencelakakan ekonomi nasional negeri ini. Tapi, mampu dan cukup kuatkah melawan petinggi-petinggi yang korup? Inilah tantangan berat Pemerintah SBY-JK, berani unjuk gigi, adu otot melaksanakan janji-janji-muluknya ketika pilpres 2004 yl., dan sudah lewat 2 tahun belum juga ada bayangnnya akan terlaksana. Salam, ChanCT ----- Original Message ----- From: Sunny To: Undisclosed-Recipient:; Sent: Wednesday, 7 February, 2007 6:38 Subject: Korupsi di Bawah Rp 25 Juta Diampuni HARIAN KOMENTAR 07 February 2007 Isi draf RUU Tipikor Korupsi di Bawah Rp 25 Juta Diampuni Menarik disimak isi draf RUU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain menyebutkan tidak ada hukuman mati bagi para koruptor, ternyata pelaku korupsi di bawah Rp 25 juta, akan diampuni dan tidak dijebloskan ke dalam penjara dalam arti akan dilakukan penghentian tuntutan terhadap mereka. Tapi pembebasan dari tuntu-tan itu ada syaratnya. Pelaku korupsi Rp 25 juta ke bawah harus mengakui kesalahannya dan mengembalikan hasil ke-jahatan tersebut kepada ne-gara. Demikian salah satu bo-coran Draf RUU Tipikor yang tengah disusun saat ini. Tim penyusun RUU Tipikor, Andi Hamzah sebagaimana dilansir mediaindo.co.id, Se-lasa (06/02), turut membe-narkan ketentuan tersebut. Pada bagian lain, disebutkan dalam RUU tersebut, ancaman maksimal bagi pelaku korupsi 'hanya' hukuman seumur hidup. Pidana seumur hidup ini di-jatuhkan, kata Andi Hamzah, yakni bagi pejabat publik yang menggelapkan uang senilai di atas Rp 5 miliar. Dan itu me-rupakan dana bencana alam, bencana sosial, dan krisis ekonomi. Draf berdasarkan hasil rapat tim 30 Januari lalu itu ber-beda dengan UU 20/2001 ten-tang Pemberantasan Tipikor pada Pasal 2 ayat (2) yang mencantumkan ketentuan tentang pidana mati bagi pe-laku korupsi dalam keadaan tertentu. Menurut Hamzah, keten-tuan yang menghapus pidana mati itu disesuaikan dengan konvensi internasional. Selain itu, jika hukuman mati di-berlakukan, Indonesia akan kesulitan mengekstradisi pelaku korupsi yang ada di luar negeri. "Kita mengikuti konvensi in-ternasional. Kalau ada huku-man mati, kita akan kesulitan untuk melakukan ekstradisi," katanya. Meskipun demikian, Andi mengatakan draf RUU yang ditanganinya lebih luas mengatur penanganan tin-dak pidana korupsi jika di-bandingkan dengan UU 20/2001. RUU itu juga menentukan penyidikan kasus korupsi di-lakukan kepolisian, kejaksa-an, dan penyidik pada KPK (Pasal 36). Namun, hasil pe-nyidikan oleh penyidik itu di-serahkan kepada jaksa pe-nuntut umum (Pasal 37). KPK hanya berwenang sam-pai tingkat penyidikan, tidak seperti sekarang yang ber-wenang hingga penuntutan. Pengadilan korupsi dilakukan pengadilan negeri setempat untuk diperiksa dan diputus majelis hakim khusus tindak pidana korupsi. Pengadilan khusus itu dibentuk selambat-lambatnya satu tahun setelah UU diun-dangkan. Hakim khusus yang dimaksud ialah hakim yang dipilih berdasarkan seleksi di antara hakim yang ada dan mengikuti pelatihan khusus untuk menangani tindak pidana korupsi. Koordinator Pemantauan Peradilan Indonesia Corrup-tion Watch (ICW) Emerson Juntho mengatakan pihaknya sedang membuat paper posi-tion terhadap RUU itu. "Kita masih pelajari," katanya. Di sisi lain, Guru Besar Ilmu Pi-dana Universitas Padjadjaran Romli Atmasasmita menilai naskah RUU Tipikor yang se-dang disusun tim pembahas yang dibentuk Departemen Hukum dan HAM justru se-bagai langkah mundur dalam upaya pemberantasan ko-rupsi. "RUU itu merupakan lang-kah mundur dan tidak sesuai dengan semangat konvensi internasional antikorupsi yang telah ditandatangani oleh Indonesia," kata Romli. Padahal, lanjut Romli, naskah RUU itu dibuat untuk menye-laraskan UU Pemberantasan Tipikor dengan konvensi yang telah ditandatangani Indone-sia pada 2003 tersebut. Peme-rintah pun sudah menge-luarkan UU No 7 Tahun 2006 tentang pengesahan UNCAC itu. Romli mengaku sudah mem-baca naskah atau draf RUU Pemberantasan Tipikor yang dibuat untuk menggantikan UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor itu. Ia menyebutkan setidaknya ada tiga hal yang membuat RUU itu sebagai langkah mundur dan tidak sesuai de-ngan konvensi internasional tentang antikorupsi (UNCAC). Yakni tidak mengatur soal pencegahan korupsi, tidak diatur secara khusus soal pe-ngembalian aset, dan soal kerja sama internasio-nal.(mdi/ -------------------------------------------------------------------------------- Don't be flakey. Get Yahoo! Mail for Mobile and always stay connected to friends.