Ya benar, asal-mula Tahun Baru Imlek hanyalah merupakan perayaan musim semi, 
sebagai pembukaan tahun musim tanam didesa, ... itulah yang terjadi sejak 
4644 tahun yl.  Kemudian, untuk menghormati Konghucu, dikaitkanlah perayaan 
musim semi itu sebagai pembuka tahun baru, yang dipotong dengan tahun 
kelahiran Konghucu 551 SM, jadilah tahun 2558 penanggalan masehi.

Namun demikian, kenyataan yang ada Tahun Baru Imlek bukanlah monopoli atau 
hanya dirayakan oleh umat Konghucu saja, kenyataan tidak hanya etnis 
Tionghoa, atau suku Han atau Tenglang saja, tapi juga dirayakan oleh 
suku-suku lain, seperti suku Mongol, suku Korea bahkan bangsa Jepang dan 
bangsa Vietnam juga ikut merayakan Tahun Baru Imlek.

Bagi Indonesia Tahun Baru Imlek memang menjadi sesuatu yang unik, sebelum 
G30S, Imlek biasa dirayakan oleh Tionghoa dan juga dinikmati perayaan itu 
beramai-ramai praktis oleh mayoritas penduduk setempat, baik kemeriahan 
atraksi budaya barongsai, liang-liong, juga wayang Potehi, ... juga makanan 
khusus kue-kranjang dan lapis-legit. Pokoknya kemeriahaan IMLEK bisa 
dinikmati bersama (Tionghoa dan non-Tionghoa), Tidak ada masalah dengan 
kemeriahan merayakan Tahun Baru Imlek yang diselenggarakan spontan 
dikalangan rakyat. Dan itulah yang terjadi sudah ratusan tahun dibumi 
Nusantara ini. Saya yakin, begitu juga diluar Jawa, apalagi didaerah yang 
banyak Tionghoa-nya seperti di Singkawang, Pontianak, Banjarmasin dsb.

Baru kemudian setelah Orba berkuasa, karena jenderal Soeharto menjalankan 
politik anti-Tiongkok dan mencurigai yang Tionghoa itu berkiblat ke 
RRT-komunis, maka munculah Inpres No.14/1967 yang melarang orang Tionghoa 
merayakan Imlek dan ber-ibadah didedan umum. Sebagai salah satu usaha 
menghilangkan segala yang berbau Tionghoa. Dan Inpres yang tidak rasional 
dan jelas melecehkan Tionghoa ini telah dicabut dimasa Pemerintah GusDur. 
Lalu Tahun Baru Imlek oleh ibu Mega sebagai Presiden RI, meningkatkan jadi 
libur nasional di Indonesia pada tahun 2003.

Saya tidak ingat alasan yang diajukan oleh Presiden Megawati, mengapa Tahun 
Baru Imlek diangkat jadi hari libur nasional, dan saya juga tidak jelas 
apakah ada kekuatan/kelompok di Indonesia yang menentang. Dan bagi Kenken 
atau Benny Joe yang mengajukan problem, juga tidak memperjelas dimana sikap 
dan pandangan mereka sehubungan ini.

Bagi saya, seandainya kenyataan Tahun Baru Imlek bisa diterima dengan baik 
oleh mayoritas mutlak rakyat Indonesia, apapun alasan ibu Mega mengangkatnya 
sebagai Hari Libur Nasional tentu tidak penting, tentu bisa diteruskan saja. 
Tidak perlu dipersoalkan, sesuai dengan kenyataan sudah ratusan tahun Tahun 
Baru Imlek dirayakan bersama, dinikmati bersama sebagaimana juga Tahun Baru 
1 Januari dan liburan Natal. Apa salahnya?

Sebaliknya, seandainya, sekali lagi penekanan saya seandainya cukup banyak 
dan kuat kelompok yang menentang, tidak setuju Tahun Baru Imlek dijadikan 
liburan nasional, katakanlah merasa terganggu dan dirugikan dengan 
ketambahan libur sehari itu, tentu Pemerintah harus pertimbangkan kembali. 
Tidak perlu kita ngotot mencari alasan, menegaskan Imlek adalah perayaan 
agama Konghucu hanya untuk mempertahankan terus sebagai libur nasional, 
boleh saja dirubah lagi jadi libur vakultatif sebagaimana sebelum G30S itu, 
kan.

Tak ada guna kita bersikeras mempertahankan Imlek sebagai libur-nasional, 
seandai itu membuat sekelompok masyarakat yang cukup besar merasa tidak 
senang/dirugikan, akan lebih bijaksana kalau kehidupan harmonis didalam 
masyarakat bisa dipertahankan, dengan bersama-sama merayakan Tahun Baru 
Imlek dengan penuh kemeriahan dan kegembiraan.

SELAMAT TAHUN BARU IMLEK pada semua kawan,
SEHAT-SEHAT dan SUKSES SELALU!
KONG HEI FAT CHOI!

Salam,
ChanCT


----- Original Message ----- 
From: Arnold
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Thursday, 15 February, 2007 2:13
Subject: [komunitas-tionghoa] Re: Coba diperjelas maunya apa? ==> Semua!!!



Sdr Roeslan benar!

Di Indonesia tentu lain tidak seperti US!
Bahkan majoritas Indonesiapun lain dgn majoritas US, sehingga
pandangan kedua negara dan toleran mereka tidak dapat dijadikan
pandangan bersama, dan tidak akan bijaksana bila berpikir di US
boleh mengapa di Indonesia tidak boleh!!

Sebenarnya untuk meminta Imlek sebagai hari Nasional Indonesia, akan
membutuhkan pertimbangan politikal dan sosial aspek dari hubungan
Chinese Govt dan Indonesia Govt.

Kesimpulannya, sebaiknya Tionghoa di Indo dan di luar negeri
merasakan grateful, bahwa Imlek sudah "diijinkan dan mungkin tidak
perlu memaksakan keadaan" hanya waktu yang dapat merubah!
Karena masih banyak yang jauh lebih penting daripada hal ini.
Dan tentu tidak semua akan setuju dgn keadaan sekarang?
That's life!

Thanks

//AL
--- [EMAIL PROTECTED] wrote:

>
> OK , Arnold saya mengerti. Jadi IMLEK nampaknya sudah
> diglobalisasikan
> sehingga di AS IMLEK sudah bermetamorvose menjadi bentuk KARVAVAL
> MUSIM SEMI. itu si bisa-bisa saja, sebab memang menurut sejarahnya
> ada
> saling hubungannya antara IMLEK dan musim semi, shingga  mudah
> untuk
> dijadikan  milik bersama.  Yang perlu dipertanyakan disini apakah
> di
> Indonesia IMLEK sudah mempunyai nilai seperti itu (milik Bersama)?
>
> Roeslan.
>
>
> >
>


--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Anda menerima pesan ini karena Anda tergabung pada grup Grup Google 
"komunitas-tionghoa" grup.
 Untuk mengirim pesan ke grup ini, kirim email ke 
[EMAIL PROTECTED]
 Untuk keluar dari grup ini, kirim email ke 
[EMAIL PROTECTED]
 Untuk pilihan lainnya, lihat grup ini pada 
http://groups.google.com/group/komunitas-tionghoa?hl=id
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke