Akhirnya mereka harus berhadapan dengan aparat keamanan, dan sorga yang
ditawarkan oleh tokoh agama radikal hanya isapan jempol, penyesalan tiada
guna dan satu persatu mereka sudah menyerahkan diri kepada aparat keamanan
bahkan ada reward 100 juta untuk informasi salah satu dpo poso.

Apakah dpo poso akan berakhir seperti azhari ? kita tunggu saja, mungkin
saja besok sudah menyerahkan diri, dari pada mati konyol seperti azhari
dikenang tidak, dihargai tidak bahkan menjadi mmemperburuk image tentang
kepercayaan yang mereka anut.







---------- Forwarded message ----------
From: Wido Q Supraha <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Jan 31, 2007 7:30 PM
Subject: [mediacare] Ketidakadilan MEDIA dalam pemberitaan POSO
To: mediacare@yahoogroups.com
Cc: [EMAIL PROTECTED], [EMAIL PROTECTED]



  *Saksi Poso Berbicara Di Jakarta*
(laporan Syarifuddin Ambalawi)

Hanya selang 2 hari setelah sweeping Brimob terhadap 16 muslim Poso yang
termasuk dalam DPO (Daftar Pencarian Orang) yang menyebabkan tewasnya
belasan penduduk sipil muslim Poso 22 Jan 2007 lalu, Ust. Ahmad kemudian
diutus oleh Ust. Adnan Arsal, tokoh agama Islam Poso setempat, untuk ke
Jakarta melaporkan fakta sebenarnya. Kamis, 25 Jan 2007, Ust. Ahmad
didampingi beberapa tokoh Forum Umat Islam, termasuk Ust. Abu Bakar Ba'asyir
dari Majelis Mujahidin Indonesia dan Habib Rizieq dari Front Pembela Islam,
mendatangi Komnas HAM untuk menyampaikan fakta.

Rekaman Video Yang Menjijikkan
Rekaman video kekejaman 'Kristen Radikal' pada masa sebelum kesepakatan
Malino dipersaksikan. Tampak belasan mayat anak kecil Muslim sedang
dikumpulkan, diantaranya ada anak balita yang 1/3 tempurung kepala bagian
atasnya lepas terbacok rata (kemudian disambungkan lagi), usus terburai dan
anak kecil lainnya yang punggung atau bahunya terbelah lebar dan dalam bekas
bacokan. Disisi lain tampak pula mayat-mayat orang dewasa termasuk para
wanita dewasa. Mayat seorang ibu terlihat pergelangan tangannya putus rata
dibacok dengan senjata yang sangat tajam yang menyebabkan bekas bacokannya
sangat 'rata'.
Suatu rekaman video penutup akhirnya diputarkan yang menyebabkan teriakan
ledakan marah para pemuda ormas Islam yang ikut hadir disertai teriakan
histeris para wartawan yang ikut menyaksikan. Dalam rekaman ini tampak
seorang pemuda muslim Poso sedang dikeroyok oleh sekelompok pemuda Kristen
Radikal (istilah yang dikemukakan Habib Rizieq untuk membedakannya dengan
umat Kristen umum). Sebuah golok telah menyabet kulit kepala pemuda tersebut
hingga terkelupas selebar dan setebal kue serabi, sehingga terlihat daging
berwarna putih dan kelupasan kulit kepala yang masih menggantung di
kepalanya terumbai-umbai ketika ia bergerak kesana kemari. Pemuda muslim ini
terlihat masih bisa berdiri dan teriak-teriak minta tolong pada polisi
bersenjata lengkap yang ada disekitarnya namun tak berdaya atau tak berani
atau tak mau bertindak tegas. Beberapa pemuda Kristen Radikal terlihat masih
terus memukulnya dengan kayu, sementara seorang pemuda lainnya menombak dada
kiri pemuda malang
tersebut dengan sebilah bambu runcing. Pemuda tersebut melepas tombak bambu
itu dengan tangannya, lalu dengan kepala yang berlumuran darah, kulit kepala
terkelupas, baju penuh darah, ia berjalan terhuyung menuju mobil polisi yang
ada 3 meter disampingnya. Sesaat terlihat kelupasan kulit kepala pemuda
tersebut masih melambai tergantung diatas telinganya akibat gerakan
tubuhnya. Seorang polisi yang ada dalam mobil tersebut mengusirnya ketika
pemuda malang itu minta perlindungan, mungkin polisi itu jijik
mempersilahkannya masuk ke mobil atau bisa juga ia takut melindungi pemuda
itu sementara puluhan pemuda Kristen Radikal sedang memukulinya. Walau
akhirnya pemuda malang tersebut bisa diselamatkan ke sebuah mobil patroli
bak terbuka polisi, namun dari sekitar 20 – 30 polisi yang ada di lokasi
hanya 1-2 orang yang terlihat berusaha melerai, namun dengan cara seadanya.
Andi Baso, tokoh penandatangan Perjanjian Malino, yang ikut hadir
menjelaskan bahwa itu masih belum apa-apa dibanding laporan yang ia terima
dimana beberapa wanita dewasa di suatu desa di Poso diperkosa para Kristen
Radikal dan beberapa diantaranya kemaluannya dimasukkan botol dengan paksa,
ditendang kemaluannya, dan lalu sebagian mati ditempat. Kabar lain
mengatakan Tibo pernah menyembelih seorang anak kecil dan meminum darahnya
yang sedang mengalir dari lehernya langsung ke mulutnya.

Kecemburuan Sosial Sebagai Sumbu Perang Antar Umat Beragama Poso
Menurut Andi Baso, pemicu awal perang Poso adalah kecemburuan sosial dari
umat Kristen terhadap kemajuan umat Islam di Poso. Warga Kristen Poso sudah
biasa menenggak minuman keras sehingga bangun telat, ke ladang telat, kerja
telat, akhirnya ekonomi memburuk. Sedang warga muslim, ditambah pengaruh
transmigran muslim dari Jawa, yang selalu bangun subuh untuk sholat subuh,
lalu berangkat kerja sejak subuh, lantas lebih cepat maju. Akibat kemajuan
ekonomi umat Islam, lantas lebih banyak mesjid dibangun, lalu uang lebih
banyak tersedia untuk beli pengeras suara. Kemajuan rumah ibadah dan
pengeras suara ini merupakan friksi awal yang memulai kecemburuan sosial.
Secara logika dalam situasi seperti ini provokasi dari luar lebih mudah
meledakkan umat Kristen, sebaliknya tidak ada artinya provokasi bagi umat
Islam yang tidak memiliki kecemburuan sosial.

Perjanjian Malino
Ditandatanganinya Perjanjian Malino adalah langkah akhir pihak Kristen
Radikal untuk 'menyerah' akibat kemenangan umat Islam yang dipimpin oleh
sebagian diantaranya adalah para 16 DPO muslim yang kini dicari-cari polisi.
Kalau saja Kristen Radikal tidak kalah rasanya tidak akan mau mereka
menandatangani perjanjian Malino ini. Jadi bagi mereka Perjanjian Malino
menjadi semacam alat untuk melindungi mereka dari kehancuran yang lebih
besar lagi dalam perang antar umat beragama ini. Hal ini terbukti bahwa
Perjanjian Malino dijadikan alat untuk mengulur waktu bagi mereka untuk
menyusun kekuatan menyerang balik. Dan serangan balik ini benar-benar
akhirnya terjadi.

Pasca Hukuman Mati Tibo Cs : Berubah Menjadi Perang Dengan Aparat Brimob &
TNI
Kekejaman umat Kristen Radikal yang antara lain dipimpin oleh Tibo Cs telah
menewaskan lebih dari 2000 umat Islam Poso. Perjanjian Malino
ditandatangani, dan Tibo Cs dihukum mati. Umat Islam lega, tapi hanya
sebentar. Karena pembantaian masih terjadi. Kesepakatan Malino dinodai,
ketika senjata diserahkan ke kepolisian, umat Islam pun diserang lagi. Umat
Islampun membalas. Bom meledak, pelajar dibunuh, dan sebagainya. Kepolisian
kemudian menetapkan 16 Daftar Pencarian Orang (DPO) muslim Poso yang
dianggap sebagai penyebab. Penetapan 16 DPO inilah yang lantas merubah peta
perang yang tadinya antara Kristen Radikal dengan umat Islam Poso menjadi
antara Aparat Kepolisian & TNI dengan umat Islam Poso. Kristen Radikal pun
undur sejenak, diperkirakan mereka menyimpan senjatanya sementara.
Umat Islam Poso berjanji akan menyerahkan 16 DPO muslim asalkan 19 tokoh
Kristen Radikal (termasuk Pendeta Damanik) yang disebutkan Tibo Cs sebagai
dalang penggerak Kristen Radikal agar juga diperiksa. Ini prinsip keadilan.
Syarat lain yang mereka kemukakan adalah agar DPO diperiksa sebagai
tersangka bukan sebagai pesakitan. Sangat sulit bagi keluarga DPO dan warga
muslim Poso untuk menyerahkan 16 DPO ini karena kenyataannya beberapa
saudara kandung DPO yang diciduk saja disiksa lalu mati dibunuh (namun
polisi mengatakannya mati karena sakit). Kalau saudaranya si DPO saja
disiksa dan dibunuh, bagaimana pula dengan DPO nya sendiri. Ketika berita di
media massa melaporkan bahwa belasan muslim penyerang Brimob berhasil
ditembak polisi, sungguh ini berita bohong. Menurut kesaksian mereka, yang
terbunuh ada yang wanita dan anak-anak. Bahkan ketika dikatakan ada
pelindung DPO yang terbunuh, sebenarnya mereka sudah diciduk beberapa hari
sebelumnya, kemungkinan dibawa
kesana untuk dibunuh sehingga solah-olah terbunuh saat baku tembak.
Di stasiun TV kita lihat minggu lalu sekitar 8 orang penduduk sipil yang
melapor karena disiksa oleh Kepolisian karena tinggal di wilayah DPO. Ustadz
Ahmad sendiri menyaksikan seorang temannya ditembaki polisi, dan ketika ia
menanyakan alasannya, polisi (Brimob) mengatakan alasannya karena ia
memukul-mukul tiang listrik. Apakah memukul tiang listrik suatu tindakan
kejahatan ? Ketika dikejar terus dengan protes, pak Polisi hanya bilang ini
keputusan politik, bukan keputusan kami. Lha.. Ini cermin tindakan
berlebihan Brimob dan TNI terhadap umat Islam. Kenapa tindakan tegas tidak
mereka dilakukan ketika pemuda muslim Poso dikeroyok, ditombak dan dibacok
di depan polisi hingga kulit kepalanya terkelupas terumbai-umbai.

Kasus Poso Tidak Boleh Diputihkan
Habib Rizieq yang hadir di Komnas HAM mengatakan bahwa ia menolak keras
sikap Wapres Jusuf Kalla yang hanya menindak tegas setiap pelaku kerusuhan
pasca Perjajian Malino. Sikap ini berarti mengganggap bahwa kasus sebelum
Malino diputihkan alias tidak perlu dipermasalahkan lagi. Tidak ada kasus
kriminal yang boleh diputihkan, katanya. Perhatikan, bahwa masa sebelum
Perjanjian Malino adalah masa pembantaian 2000 umat Islam oleh Kristen
Radikal dibawah kendali 19 orang yang disebutkan Tibo Cs. Bagaimana kematian
2000 umat Islam Poso dianggap tidak pernah ada. Sedangkan masa Pasca Malino
adalah masa terjadinya kasus pembalasan umat Islam (16 DPO) terhadap Kristen
Radikal akibat pelanggaran mereka terhadap Perjanjian Malino (penyerangan
perkampungan muslim).
Ketika Habib Rizieq diminta pemerintah menengahi kasus Poso dan 16 DPO ini,
ia mendengar dari seorang ibu yang anaknya termasuk seorang DPO, bahwa 16
DPO siap menyerahkan diri asal dengan syarat 19 daftar nama Kristen Radikal
yang disebut Tibo Cs juga diproses, syarat kedua, ada jaminan tidak disiksa.
Ibu itu berkala lagi, baginya lebih senang menerima mayat anaknya mati
terbunuh di medan perang dari pada menyaksikan anaknya kembali dari
Kepolisian dalam keadaan cacat akibat disiksa.
Ingat, DPO adalah tersangka, artinya belum tentu mereka bersalah, karena
masih harus melalui proses pengadilan untuk membuktikannya.

Media Massa pun Ikut Tidak Adil
Ketika belasan umat Islam Poso tewas dalam serangan Brimob ke perkampungan
muslim untuk mencari para DPO, sementara itu hanya 1 orang anggota Brimob
yang tewas, maka hampir semua media massa memberitakan kesedihan yang
meliputi keluarga sang Brimob. Bahkan berita dukacita kematian anggota
Brimob ini dibahas tuntas hingga ke kehidupan pribadinya selama ini dan
kemudian diulang-ulang dalam setiap pemberitaan berikutnya dalam durasi yang
panjang. Seandainya penderitaan, penyiksaan dan kekejaman terhadap umat
Islam Poso dapat ditayangkan seluruhnya secara lengkap di TV, maka saya
yakin tak ada seorangpun yang tertarik lagi menonton infotainment.
Sementara itu ketika rekaman video yang disebut diatas ditayangkan di Komnas
HAM, puluhan wartawan yang hadir berteriak histeris atau meringis jijik.
Namun malamnya atau sorenya, ketika kunjungan ke Komnas HAM diberitakan,
isinya hanya menyatakan bahwa 'sekelompok umat Islam yang menamakan dirinya
Forum Umat Islam mendatangi Komnas Ham untuk meneliti kasus Poso' . Lantas
wawancara yang disiarkanpun adalah wawancara terhadap salah satu wakil
Komnas HAM, yang komentarnya akan mempelajari kasus ini karena mereka harus
menerima informasi dari berbagai sumber. Ketika menampilkan orang yang
sedang berdemopun hanya ditampilkan 4 – 5 orang yang berseragam hitam-hitam,
padahal peserta demo hari itu ada sekitar 150 orang dari FPI, HT, Bulan
Bintang dan MMI. Sungguh mereka tidak menampilkan pernyataan keras Ust. Abu
Bakar Ba'asyir yang mengatakan siap menyerukan jihad umum kepada seluruh
umat Islam Indonesia bila penyelesaian Poso tidak adil. Atau pernyataan
Habib Rizieq yang
menuntut Komnas HAM mengajukan Yufus Kalla dan mantan kepala BIN,
Hendropriyono, agar diperiksa karena melindungi kejahatan terhadap umat
Islam.
Apalagi harian Kompas, yang memberitakan tokoh Muslim Poso, Ust. Adnan
Arsal, menganjurkan 16 DPO menyerahkan diri. Tapi Kompas tidak ada atau
tidak lengkap menuliskan syarat-syarat yang dikemukakan Ust. Adnan Arsal
agar DPO mau menyerahkan diri.

Jusuf Kalla dan Logika Peran Tokoh Islam
Perhatikan logika ini dengan baik ! Masalah Poso dalam kacamata Islam harus
diselesaikan dengan pendekatan Nahi Munkar (memberantas kejahatan), bukan
sekedar Amar Ma'ruf (mengajak berbuat baik). Sabtu malam, 27 Januari 2007,
Wapres Yusuf Kalla mengundang tokoh Islam untuk mendiskusikan penyelesaian
Poso. Setelah selama ini pak Yusuf ini mendengar laporan Poso dari sisa-sisa
informasi dari Ketua BIN yang lama, Hendropriyono (yang pernah tersangkut
kasus pembantaian Muslim Lampung), maka rupanya pak Yufuf ini mencoba
mencari solusi dialog dengan tokoh Islam. Ia sendiri yang mendefinisikan
siapa tokoh Islam yang pantas menyelesaikan masalah semacam ini.
Secara logika, maka seharusnya yang diundang adalah ahli nahi munkar atau
tokoh ormas Islam yang bergerak dibidang nahi munkar, antara lain FPI, MMI,
FUI, dan lain-lain. Lucunya yang diundang adalah tokoh organisasi amar
makruf dan organisasi politik Islam, seperti NU, Muhammadiyah, PKS, dll.
Bahkan diundang juga tokoh 'intelektual' muslim semacam Komarudin Hidayat
dan Syafi'i Maarif. Kalaupun Ja'far Umar Thalib (mantan Panglima Laskar
Jihad) diundang dalam acara ini, tentulah dengan pertimbangan bahwa ia
seorang mantan organisasi perjuangan nahi munkar yang kabarnya kini sudah
'menyesali' perbuatannya dan kini fokus ke amar makruf.
Bagaimana suatu masalah Nahi Munkar diselesaikan oleh tokoh-tokoh agama yang
spesialis Amr Makruf ? Katakanlah mereka cukup memahami masalah Nahi Munkar,
tapi toh sebatas wacana atau paling tinggi dalam level di mimbar mesjid,
bukan dalam pergerakan konkret di lapangan. Adalah wajar bila saksi mata
atau intel Islam di Poso selama ini melaporkan kekejaman musuh Islam kepada
tokoh-tokoh ormas Nahi Munkar semacam Habib Rizieq atau Ust Abubakar. Toh
tidak mungkinlah mereka melaporkan hal semacam ini kepada partai PKS atau
Gusdur atau Aa Gym atau Syafii Maarif atau Komarudin Hidayat. Ini sama juga
diibaratkan seorang Presiden meminta pendapat Menteri Keuangan untuk mencari
jalan keluar terhadap masalah keamanan atau masalah suatu peperangan.
Pastilah sang Menteri Keuangan melihatnya dari kacamata budget dan laba
rugi.

Detik ini
Detik ini, ketika Anda sedang membaca tulisan ini. Bisa saja Pak Yusuf Kalla
lagi istirahat di tempat tidurnya yang empuk. Bisa saja Hendropriyono lagi
karaoke dengan mantan Jenderal lainnya. Bisa saja sementara itu Anda sedang
duduk di kafe sambil membaca tulisan ini ditemani secangki r kopi. Bisa saja
saat ini seorang warga muslim Poso sedang diperiksa oleh Brimob bagian
interogasi lantas dijepit keras kedua kakinya dengan dua potong kayu
bergerigi yang dirantai agar mengaku atau mengarang cerita palsu. Bisa saja
lubang gigi geraham seorang anggota keluarga DPO detik ini sedang ditusuk
dengan benda runcing agar mengaku dimana menyembunyikan DPOnya. Atau kaki
seorang muslim Poso baru saja dipatahkan dengan benda tumpul karena tidak
mau bekerjasama dengan Brimob.
Bagi yang prihatin atau berpihak pada umat Islam Poso, minimal anda bisa
mendoakan mereka saat ini juga. Bagi yang tidak peduli atau yang membenci
umat Islam Poso, timbul rasa penasaran saya untuk melihat bagaimana kelak
Allah akan memperlakukan mereka di akhirat. (Syarifuddin Ambalawi)

.





Web:
http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

Klik: 

http://mediacare.blogspot.com

atau

www.mediacare.biz

Untuk berlangganan MEDIACARE, kirim email kosong ke:
[EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/mediacare/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 

Kirim email ke