Pada hari Sabtu, 3 November 2007, pukul 13.00 ~ 18.00 WIB, the Japan Foundation akan mengadakan serangkaian acara Ceramah Umum dan Seminar Studi Jepang, di Hotel Le Meridien, Jl. Jenderal Sudirman, Jakarta.
Sebagai penceramah pada acara hari tersebut adalah Mr. Iokibe Makoto. Beliau adalah Kepala Sekolah Angkatan Bela Diri Jepang. Topik yang akan beliau angkat adalah mengenai "Modernization in Asia". Sebagai moderator untuk Mr. Iokibe adalah Dr. Bachtiar Alam. Beliau adalah ketua dari Asosiasi Studi Jepang di Indonesia. Mr. Iokibe Makoto adalah salah satu tokoh terpandang di Jepang. Beliau dikenal sebagai pakar dalam bidang Kebijakan Pertahanan-Keamanan. Wawasan dan pengetahuan beliau dalam bidangnya tersebut, kami yakin, akan sangat bermanfaat bagi para ilmuwan dan pembuat kebijakan di Indoensia. Kami mengundang para praktisi, pembuat kebijakan, maupun akademisi untuk datang menghadiri ceramah beliau. Setelah ceramah dari Mr. Iokibe Makoto, adalah acara seminar dari para peneliti muda Studi Jepang di Indonesia. Para peneliti muda ini adalah mereka yang masih berusia di bawah 40 tahun. Untuk acara kali ini, kami menampilkan Andham Putri Dewi, M.Si., peneliti dari Pusat Studi Jepang Universitas Indonesia, dan Antar Venus, M.Si., Ketua Jurusan Program Manajemen Komunikasi, FIKOM UNPAD. Topik yang akan mereka berdua angkat adalah mengenai kajian Pop-culture Jepang. Bertindak sebagai moderator bagi mereka adalah Dr. Bambang Wibawarta, Direktur Pusat Studi Jepang Universita Indonesia. Kedua acara ini gratis, dan terbuka untuk umum. Berikut adalah TOR untuk acara Seminar Peneliti Muda Studi Jepang. salam Dipo Siahaan ____________________________________________________________________________ ____________________________ I know what time is, until you ask me to define it St. Augustine Pengantar untuk Seminar Nasional Studi Jepang 3 Februari 2006 Budaya pop Jepang telah memberikan pengaruh yang sangat luas dan besar kepada generasi muda di Indonesia. Coba saja datangi toko-toko buku yang terdapat di kota-kota besar. Edarkan pandangan anda, dan mungkin anda akan melihat betapa tempat-tempat yang dipenuhi oleh para pembaca (gratis) atau calon pembeli adalah tempat-tempat yang memajang deretan buku komik dari Jepang. Kebanyakan dari orang-orang yang anda lihat ini adalah di bawah berusia 30 tahun. Kemudian perhatikan saja tayangan-tayangan televisi pada Sabtu dan Minggu pagi, dan anda akan langsung menyadari bahwa kebanyakan tayangan televisi itu didominasi oleh tayangan film kartun dari Jepang. Kemudian perhatikan juga tentang semakin bertambahnya komunitas penggemar musik-musik dari Jepang (baik J-pop maupun J-Rock). Kadang-kadang (walaupun tidak banyak), anda mungkin akan berpapasan dengan orang-orang dengan gaya berpakaian yang tampak aneh di mata anda, dengan rambut dicat warna-warni, lengkap dengan berbagai aksesoris (yang juga aneh). Ada kemungkinan orang-orang yang anda lihat ini adalah anak-anak muda yang mencoba mengikuti gaya berpakaian ala Harajuku (sebuah distrik di Tokyo yang terkenal dengan fesyen anak mudanya). Selain itu, sejumlah sekolah di kota-kota besar di Indonesia juga telah mencoba mengadakan festival-festival kebudayaan Jepang, lengkap dengan permainan cos-play (costume play) yang menggunakan tokoh-tokoh komik atau permainan video yang populer sebagai model. Fenomena ini adalah fenomena yang sudah umum diketahui. Berbagai surat kabar nasional sudah menurunkan berita tentang merebaknya budaya pop Jepang di kalangan anak muda Indonesia. Tapi permasalahannya, segala sesuatu yang dipaparkan dalam berbagai artikel surat kabar itu adalah selalu bersifat deskriptif. Hampir tidak ada tulisan (yang dihasilkan melalui sebuah penelitian terencana) yang bisa memberikan jawaban memadai atas pertanyaan-pertanyaan yang lebih esensial dan penting untuk dijawab. I. Apakah Budaya Pop Jepang (Andham Putri Dewi) Kebanyakan orang mungkin paham apa yang dimaksudkan dengan budaya pop Jepang. Tapi apabila diminta untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan budaya pop Jepang, maka mungkin kebanyakan orang akan tersendat, dan tidak mampu menemukan jawaban yang pas. Memang betul bahwa sudah banyak orang yang mencoba mendefinisikan tentang budaya pop Jepang. Tapi definisi-definisi yang bermunculan, entah mengapa, menampilkan nuansa yang berbeda, kadang-kadang kontradiktif, sehingga terasa sedikit membingungkan. Ada sejumlah orang yang mendefinisikan budaya pop sebagai budaya yang diproduksi dan dikonsumsikan secara massal, utamanya untuk kalangan generasi muda (lihat misalnya: Japan Edge, 1999, Ed.:Annete Roman). Namun, kadang-kadang juga ada yang mengatakan bahwa budaya pop Jepang telah membangkitkan semangat individualisme, ketidakpedulian terhadap lingkungan sosial dan politik, dan segala macamnya. Bagaimanakah sesuatu yang diproduksi secara massal seperti budaya pop Jepang ini, kemudian bisa ‘dituding’ menjadi penyebab merebaknya individualisme? Budaya pop Jepang ini adalah budaya massalkah atau budaya individualisme? Atau jangan-jangan budaya pop ini adalah keduanya secara bersamaan, sebuah budaya individualisme massal? Ini baru satu aspek sudut pandang yang bisa dilihat dalam menjelaskan tentang apa dimaksud dengan budaya pop Jepang. Penjelasan tentang kebudayan, hampir selalu melibatkan juga penjelasan tentang nilai. Berbicara tentang nilai, perlu diperhatikan bahwa dalam banyak literatur yang membahas tentang budaya pop Jepang, terdapat kecenderungan untuk memberikan penilaian tertentu terhadap budaya pop Jepang. Tentu saja ini adalah sebuah hal yang tidak terhindari. Hanya saja, kebanyakan penilaian yang diberikan ternyata bersifat negatif (bahkan ada juga yang menuding). Ada beberapa, misalnya, yang mencoba menghubungkan antara meluasnya budaya pop di kalangan anak muda Jepang dengan stagnansi ekonomi dialami Jepang. Dihubungkan seperit itu, maka timbul kesan bahwa budaya pop adalah sesuatu yang regresif, bahkan merusak terhadap kebudayaan suatu bangsa (dalam hal ini Jepang). Ada nilai-nilai yang muncul dari budaya pop ini, yang dianggap telah ikut memberikan andil terhadap masalah-masalah yang dihadapi oleh generasi muda Jepang saat ini. Misalnya: kecenderungan untuk bersikap anti sosial, merebaknya individualisme, ketidakpedulian pada orang lain dan lain-lain. Sebagian lagi menuding budaya pop Jepang sebagai sebuah budaya yang terputus dengan kebudayaan Jepang yang tradisional. Mereka mengatakan bahwa pengaruh utama dari kebudayaan pop ini adalah terutama dari kebudayaan barat. Betulkah semua pandangan yang cenderung negatif ini? Tidak adakah nilai-nilai positif yang muncul dari budaya pop Jepang (apakah individualisme, misalnya, selamanya negatif?) ? Kemudian juga, betulkah bahwa budaya pop Jepang terputus sama sekali dengan kebudayaan tradisional yang dimiliki oleh Jepang? Bisakah dikatakan bahwa budaya pop telah menyebabkan tercerabutnya sebagian anak muda Jepang dari akar budaya dan tradisinya sendiri? II. Bagaimanakah dampaknya di Indonesia? (Antar Venus) Perhatikanlah betapa besarnya pengaruh budaya pop-Jepang di kalangan anak muda Indonesia. Harus diakui bahwa pengaruh ini, mungkin, tidak mencapai hingga lapisan terbawah. Kalangan anak muda yang paling banyak terpengaruh adalah kalangan anak muda yang berasal dari kelas menengah ke atas. Merekalah yang secara rajin mengkoleksi ikon-ikon dari budaya pop Jepang ini, mulai dari CD musik, buku komik, pakaian dan segala macamnya. Di luar mereka, pengaruh budaya pop Jepang cenderung tidak begitu besar gaungnya. Namun demikian, patut dipertimbangkan bahwa umumnya para calon pengambil keputusan di masa mendatang (atau dalam kata lain: mereka yang akan memiliki kemampuan untuk memengaruhi masyarakat), adalah biasanya mereka yang berasal dari kelas menengah ke atas. Mereka adalah calon-calon cendekiawan, birokrat, politisi, hingga para seniman masa mendatang. Dari segi ini saja, maka kajian terhadap dampak budaya pop Jepang di Indonesia menjadi penting untuk dilakukan. Tentu kita perlu mengetahui, nilai-nilai seperti apakah yang sebenarnya tertanam di kalangan anak muda Indonesia, melalui budaya pop Jepang tersebut? Bukankah itu menjadi antisipasi terhadap budaya masa depan yang mungkin akan dipraktekkan oleh orang Indonesia sendiri? Mengapa budaya pop Jepang itu menarik bagi kalangan anak muda sekarang ini? Apakah sebenarnya persepsi mereka terhadap budaya pop ejpang? Atau bisa saja pertanyaan yang penting untuk dijawab karena sifat praktisnya: bisakah kita menilai pengaruh ini dengan menggunakan ukuran positif-negatif (tentu saja bukan baik-buruk dalam pengertian moral, tapi baik-buruk dalam hal pengaruhnya terhadap upaya demokratisasi dan pembangunan ekonomi Indonesia)? Seminar nasional ini tidak akan bermaksud menjawab semua pertanyaan itu. Hampir tidak mungkin untuk menjawab itu semua dalam makalah yang hanya setebal 15-30 halaman, dalam waktu kurang dari dua jam. Mungkin saja, dari semua pertanyaan yang telah diajukan, hanya sebagian kecil saja pertanyaan-pertanyaan tersebut yang mampu untuk dijawab secara komprehensif. Namun demikian, tujuan dari seminar ini memang dalam rangka memperkenalkan isu ini sebagai isu yang patut dipandang serius oleh para peneliti studi Jepang di Indonesia, dan oleh sebab itu patut juga dipandang sebagai wilayah kajian yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Penutup Pembicara untuk seminar ini ada dua orang. Pembicara pertama, Andham Putri Dewi akan membahas sejumlah pertanyaan yang diajukan pada bagian pertama. Pembicara kedua, Antar Venus, akan membahas sejumlah pertanyaan yang diajukan pada bagian kedua.