Pengantar dari Radityo Djadjoeri:
   
  Setelah hampir sebulan lamanya terjadi "perang kata-kata" di dunia maya, para 
tokoh di Komunitas Utan Kayu (KUK) pelan-pelan mulai muncul dan bicara. Tentu 
saja mewakili pribadi, bukan komunitas. Salah satunya adalah Sitok Srengenge,  
Kurator Teater dan Anggota Tim Redaksi Kalam. Ia tak tahan untuk bicara, guna 
menangkis segala fitnahan yang diumbar oleh Wowok  Hesti Prabowo dan Saut 
Situmorang.
   
  Buat Anda yang belum mengenal Sitok, baiklah saya cuplikkan sekilas 
perjalanan hidupnya, bersumber dari situs www.utankayu.org. Sitok lahir di Desa 
Dorolegi, sebuah perkampungan petani kecil dengan tradisi lisan yang kukuh, di 
pedalaman Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Sembari kuliah di Jurusan Bahasa dan 
Sastra Indonesia, IKIP Jakarta (kini Universitas Negeri Jakarta), ia belajar di 
Bengkel Teater pimpinan Rendra dan kursus filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat 
Driyarkara.
   
  Puisi-puisinya terbit dalam kumpulan Persetubuhan Liar merupakan antologi 
puisinya yang pertama (terbit tahun 1992 dan 1994), disusul Kelenjar Bekisar 
Jantan; Anak Jadah; dan Nonsens. Puisi-puisinya juga menjadi bagian buku The 
Poets’ Chant (Istiqlal International Poetry Reading, 1995), Chants of Nusantara 
(Sovia, Bulgaria, 1995), Dinamika Kaum Muda IPNU dan Tantangan Masa Depan 
(1997), Secrets Need Words (Ohio University, Ohio, USA, 2001) dan lainnya. 
Sejumlah ceritanya terbit dalam Para Pembohong (1996). Novel pertamanya terbit 
bersambung di harian Media Indonesia dengan judul Tidur, Cintaku, Tidur—yang 
kemudian ditulis ulang menjadi Menggarami Burung Terbang.

   
  Nah ini dia hasil wawancara Rizka Maulana dengan Sitok Srengenge:
   
  WAWANCARA DENGAN SITOK SRENGENGE
  oleh Rizka Maulana
  
Mas Sitok, saya mau wawancara tertulis lewat e-mail dengan Anda. Soalnya bulan 
Ramadhan ini jalanan macet dan saya tinggal di Bogor. Kalau Mas Sitok setuju, 
inilah pertanyaannya:
   
  RM: Dalam polemik yang bersliweran tentang TUK (atau KUK) Mas Sitok tidak 
memberikan keterangan atau komentar selama ini. Mengapa? Menganggap sepi 
serangan itu?
   
  SS:  Hello, Rizka. Sebelum menjawab pertanyaan-pertanyaanmu, izinkan saya 
bertanya dulu. Dapatkah Anda memberi sedikit lebih keterangan tentang diri 
Anda? Misalnya, Anda kerja di mana, wawancana ini untuk media apa? Maaf, ya, 
soalnya kita kan belum kenal. Saya membaca nama Anda beberapa waktu lalu ketika 
saya dikirimi email seorang teman.
Tapi, semua itu boleh Anda katakan belakangan, atau tidak sama sekali.
   
  Begini. Saya kurang pasti, mana yang Anda anggap "polemik tentang KUK" itu? 
Ada selebaran yang sampai ke tangan saya. Di sana tak saya temukan lontaran ide 
atau konsep yang jelas, yang disampaikan dengan argumentasi dan didukung fakta 
atau data. Yang dominan justru gosip, makian,  dan bahkan fitnah.  Itu bukan 
polemik namanya.
  Bukannya saya menganggap sepi. Saya dengar, serangan itu paling gencar 
terjadi di milis. Kebetulan, saya bukan orang yang gemar menjadi anggota milis. 
 Saya takut tiap hari inbox saya kebanjiran email. Selain itu, saya sekarang 
ini sibuk sekali. Novel trilogi saya, Kutil,
yang dulu dimuat bersambung di harian Suara Merdeka, sedang saya tulis ulang. 
Saya juga sedang menyiapkan buku kumpulan puisi baru. Mudah-mudahan tahun depan 
bisa terbit. Belum lagi urusan pekerjaan di KUK, di KataKita, dan sejumlah  
pekerjaan lain yang membuat saya harus mondar-mandir Jakarta-Jogja.
   
  RM:  Ada yang mengutip kata-kata Mas Sitok, bahwa penyair yang tidak diundang 
ke KUK bukan penyair. Kenapa mas Sitok mengatakan demikian? Itu kan namanya 
arogan?
   
  SS: Saya setuju. Itu arogan namanya, kalau saya—atau siapa pun—berkata 
seperti itu. Saya diberi tahu banyak teman bahwa tuduhan itu dikatakan, bahkan 
ditulis dalam makalah, oleh Saudara Wowok Hesti Prabowo.  Memangnya saya begitu 
naif dan tidak tahu bahwa ucapan seperti itu tidak layak, keliru, dan bisa 
menyinggung perasaan orang
lain?
   
  Maka tolong tunjukkan kapan, di mana, dalam forum apa saya mengatakan itu? 
Kalau kalimat itu saya nyatakan secara tertulis, tulisan itu dimuat di media 
apa, kapan tanggal pemuatannya? Nah, sebaliknya, siapa pun yang menuduh tanpa 
bisa menunjukkan bukti,
itu memfitnah.
   
  Wowok konon bertujuan untuk menganggap KUK tidak penting. Itu bagus. Tapi  
mengapa dia begitu peduli dengan KUK? Harusnya KUK dia abaikan saja. Bikin 
kegiatan lain yang lebih bagus. Kembangkan jaringan yang lebih luas.
   
  RM:  Dalam posting Tita Ruby dalam Art & Culture dibandingkan menyelenggaraan 
Biennale Senirupa dengan Biennale Sastra Utan Kayu, yang Mas Sitok ketuai tahun 
ini.  Tita Rubi mengatakan dalam Biennale Seni Rupa ada pertanggungjawaban 
kurator, tapi dalam Biennale Sastra tidak. Mengapa ini?
   
  SS: Saya juga dapat print-out tulisan Titarubi itu. Saya suka sikap Tita. Di 
awal tulisannya ia minta maaf jika tulisannya tidak baik atau terjadi salah 
penggunaan titik-koma. Padahal, Anda baca kan? Tulisannya bagus, pikirannya 
juga jernih.
   
  Bandingan yang dilakukan Tita, antara KUK dengan Cemeti, juga Utan Kayu 
International Literary Biennale (UKILB) dengan CP Biennale, bagi saya menarik. 
Saya memang melihat sejumlah faktor yang mirip di sana.
   
  Tapi, yang sungguh tidak sebanding, dan tentu tidak setara, adalah 
menempatkan serangan Saudara Saut Situmorang dan Wowok sebagai "kritik". Sejauh 
yang saya pahami, tindakan mereka  hanya marah-marah, atau berpura-pura marah.
   
  Tapi, baiklah, mari kembali ke tanggapan Tita. Jika sebuah tim kurator sudah 
melakukan tugasnya secara baik, menurut saya itu sudah bertanggung jawab. Kalau 
pertanggungjawaban yang dimaksud adalah "penjelasan" mengapa memilih Si A dan 
bukan Si B -- mengapa harus? Karena itu acara publik?  Sebuah festival sastra 
mirip sebuah
pertunjukan, dan kuratornya seperti produser atau sutradara.  Kita tahu 
sutradara film dan teater tidak harus menjelaskan mengapa memilih 
aktor-aktornya, bukan aktor-aktor yang lain. Pengelola media massa juga tidak 
harus menjelaskan kenapa memuat tulisan/berita tertentu dan bukan yang lain. 
Artinya, banyak hal yang berhubungan dengan publik, namun tak semuanya harus 
dipaparkan kenapa begini, mengapa begitu. Publik dapat menilai sendiri mutu 
sebuah festival atau apa pun yang bersentuhan dengan mereka.
   
  Sebenarnya penjelasan tentang UKILB, meski barangkali kurang memuaskan, sudah 
diberikan oleh direktur festival. Di sana dijelaskan tentang pemilihan tema, 
tujuan, juga keterbatasan festival. Beberapa wartawan juga menanyakan perihal 
pemilihan penulis-peserta. Kepada mereka telah kami jelaskan. Tidak berarti 
kita tidak mau dan tidak akan mencoba mengikuti model biennale seni rupa. Tapi, 
selain itu tak bisa kita jadikan ukuran, ada banyak festival sastra di dunia 
yang tidak memberikan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud. Di Indonesia, 
setidaknya ada dua festival sastra internasional (Festival Sastra 
Internasional, yang dulu diselenggarakan oleh Saudara Agus Sarjono dan Rendra, 
dan Ubud Writers and Readers Festival) di samping yang diselenggarakan KUK.
Mereka pun tidak menggunakan "pertanggungjawaban" model biennale seni
rupa.
   
  Lagipula, saya ragu, benarkah dengan adanya "pertanggungjawaban" lantas tidak 
akan ada kontroversi. Kontroversi sebenarnya bagus, kalau disertai argumen dan 
data. Saya memahami pandangan Tita yang bijak, bahwa serangan Saut itu 
merupakan bentuk kepedulian dan rasa memiliki. Bagus jika hal itu benar. Yang 
saya sayangkan, kenapa mereka menempuh cara-cara kasar seperti itu. Secara 
pribadi kami tak punya masalah dengan mereka. Kami saling kenal. Dengan mudah 
mereka bisa bertanya atau berdialog
langsung jika ada hal-hal yang perlu dikomunikasikan. Tapi, soalnya lain jika 
mereka cuma bisa membuat selebaran yang isinya mau ganas, tapi  hanya 
menjemukan.
  
Rizka Maulana:  Lahir  25 Maret 1981  di Plaju. Sekarang menetap di Bogor. 
Bekerja sebagai guru privat gitar (klasik). Juga menulis telaah budaya untuk 
beberapa media di daerah.
   
  Sumber:
  ACI (Art & Culture Indonesia)
   
  http://artculture-indonesia.blogspot.com
   
  Catatan:
  Hasil wawancara ini dapat dikutip tanpa perlu seizin penulisnya. Apabila Anda 
ingin bertanya lebih mendalam, silakan kirim e-mail kepada Sitok Srengenge: 
   
  [EMAIL PROTECTED]
   
   
   
   

       
---------------------------------
Be a better Heartthrob. Get better relationship answers from someone who knows.
Yahoo! Answers - Check it out. 

Kirim email ke