http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/6/20/o3.htm
Ubah ''Image'' Makanan Pokok Orang Indonesia Oleh I Gusti Bagus Rai Utama PEMERINTAH berdalih hampir seluruh rakyat Indonesia makanan pokoknya adalah beras, maka dianggap perlu untuk melakukan campur tangan terhadap harga beras dengan menetapkan harga minimum dan sekaligus menentukan patokan harga tertinggi. Adapun tujuan dari intervensi pemerintah tersebut adalah untuk menciptakan stabilitas politik sekaligus juga stabilitas harga beras dengan dalih demi kepentingan rakyat. Tetapi sebenarnya hanya kepentingan sisi kepentingan politik. Sementara ada persoalan yang paling mendasar kenapa kita sebagai bangsa Indonesia sangat rentan dengan perberasan, karena memang telah dibentuk sedemikian rupa agar kondisi ini dapat dipakai sebagai kendali kaum politikus yang sedang menari di lini kekuasaan dengan alasan stabilitas dan sebagainya. Ditambah lagi peran kaum importir dan pengusaha beras yang ikut memancing di air keruh dengan harapan demi keuntungan usahanya. Sedangkan kaum petani sebagai mayoritas dari penduduk di negeri ini, ibaratnya sudah jatuh ditimpa tangga pula. Sementara kelemahan pertanian di Indonesia pada umumnya masih terletak pada kelemahan penanganan pascapanen. Misalnya belum adanya teknologi yang merakyat untuk melakukan penyimpanan bahan pangan. Masih langkanya industri pengolahan sehingga beras yang saat ini dapat disimpan secara tradisional dalam jangka waktu yang lama masih dianggap sebagai produk unggulan. Semakin merosotnya lahan-lahan produktif untuk pertanian padi memang juga menjadi dilema yang serius, sementara rakyat Indonesia yang sudah telanjur enak makan beras semakin bertambah. Kurangnya perhatian pemerintah pusat dan daerah terhadap petani juga turut menjadi pemicu akan alih fungsi lahan pertanian dan pindahnya tenaga kerja ke sektor lain yang dianggap dapat menjanjikan pendapatan yang lebih besar. Dilema bagi petani, komponen-komponen produksi beras seperti pupuk, obat-obatan, bahan bakar atau suku cadang traktor, kenaikan upah pekerja, juga menjadi rintangan besar untuk meningkatkan kesejahteraannya, ditambah lagi kurangnya subsidi terhadap petani bahkan saat ini hampir tidak ada. Sehingga, kalaupun ada petani ingin melakukan diversifikasi terhadap lahannya terbentur keterbatasan modal, apalagi bunga bank juga tinggi. Sebenarnya ada sumber daya lain yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan kalau sebagai negara kepulauan dengan segala keanekaragaman sumber daya hayati dan nonhayati dapat diolah secara maksimal. Kita bisa lihat bahwa kita punya laut untuk menghasilkan ikan, kita punya daerah misalnya untuk menghasilkan jagung, kita punya daerah untuk menghasilkan ubi, komoditi perkebunan dan lain sebagainya, yang semuanya sangat lemah pada penanganan pascapanen dan teknologi pendukungnya. Yang penting sekarang adalah bagaimana mengubah image bahwa makanan pokok orang Indonesia bukanlah hanya beras. Kalau sebagai orang Indonesia kita malu makan gaplek, itu hanyalah karena kurangnya teknologi untuk mengolah gaplek menjadi makanan yang lebih prestisius lagi misalnya mengolahnya menjadi roti. Begitu juga dengan jagung, bagaimana mengolah jagung menjadi makanan siap santap yang menunjukkan makanan tersebut layak dikonsumsi oleh siapa saja termasuk seorang presiden sekalipun, dengan memberikan kemasan yang menarik. Janji-janji seorang politikus yang sekarang sedang berkuasa, yang dulunya semasa kampanye akan melakukan revitalisasi sektor pertanian hanyalah mimpi belaka dan akhirnya rakyat yang sudah telanjur terpesona hanya bisa gigit jari. Penulis, alumnus Magister Manajemen Agribisnis Universitas Udayana, mahasiswa MA in International Leisure and Tourism Studies CHN Belanda, dosen tetap STIM Dhyana Pura Badung