Just FYI, thank you.
  Shony in Utrecht
  -------
   
          Wilson orang biasa yang menjadi luar biasa !
Oleh : E. Widiyati 

27-Jun-2007, 08:20:32 WIB - [www.kabarindonesia.com] 

      KabarIndonesia - Hari ini saya hendak menulis tentang orang biasa yang 
telah menjadi luar biasa, karena ketekunannya ialah mengenai sdr Wilson 
Lalengke. Pada hari Rabu tgl 27 Juni 2007, sdr Wilson diwisuda di Utrecht 
University - Netherlands. Ia telah meraih gelar Master of Art (M.A.) dalam 
bidang Applied Ethics (Etika Terapan). Setahun sebelumnya ia juga telah meraih 
gelar Master of Science (M.Sc.) dari The University of Birmingham - England 
dalam bidang Global Ethics (Etika Global). 

Siapakah Wilson Lalengke ini ? Sahabat-sahabatnya di dunia maya mengenalnya 
dengan nama Shony. Demikian juga dengan teman sekelasnya sesama mahasiswa S-2 
di Eropa, menyapanya dengan nama itu. Nama lengkapnya Wilson Lalengke, seorang 
Indonesia tulen dengan karakter Indonesia murni yang suka "angin-anginan" dan 
keras kepala. Terlahir sebagai anak pertama dari sebuah keluarga petani miskin 
40an tahun lalu dengan nama kecil Wilson dan nama keluarga (Fam) Lalengke, di 
sebuah kampung kecil yang sudah musnah ditinggal pergi para penghuninya di 
pedalaman Sulawesi Tengah. Kampung tua itu bernama Kasingoli. 

Oleh Ibundanya, Wuranggena Kulua, dan almarhum Ayahandanya, Sion Lalengke, 
adik-adik dan keluarga besar, serta orang sekampungnya, sosok ini biasa 
dipanggil "Soni". Pasalnya, kata "Wilson" adalah produk Barat yang tidak 
dikenal di komunitas kampung kecil tradisional tersebut. Akhirnya, sang Ibu 
memungut tiga huruf terakhir dari kata itu, S-O-N, dan menambahinya dengan I, 
menjadi SONI, yang kemudian bermetamorfosa kepada bentuknya sekarang yakni 
Shony. 

Proses evolusi nama ini terinsipirasi oleh sebuah cerita spesial saat Wilson 
mengunjungi Jepang, melalui Youth Invitation Program yang disponsori oleh Japan 
International Cooperation Agency (JICA) pertengahan tahun 2000, di negeri mana 
dia bertemu dan "berteman" dengan seorang putri Jepang bernama Shino Takeuchi. 
Saat ini, Wilson yang "ngefans" berat dengan penyanyi dan pencipta lagu Ebit G. 
Ade ini, sedang dalam proses penyelesaian studi pasca-sarjana, Master in 
Applied Ethics, tahun akademis 2006/2007, atas dukungan finansial dari Komisi 
Eropa melalui program Erasmus Mundusnya. 

Ia belajar pada sebuah Konsorsium Universitas yang terdiri atas Universitas 
Linkoping (Swedia), Universitas Utrecht (Belanda), dan Universitas Ilmu dan 
Tekhnologi Norwegia (Norwegia). Ini merupakan program master kedua baginya 
setelah tahun lalu ia menyelesaikan studi pasca-sarjana, Master in Global 
Ethics, di Universitas Birmingham, Inggris, atas beasiswa Ford Foundation - 
International Fellowships Program, yang di Indonesia dikelola oleh the 
Indonesian International Education Foundation (IIEF), berkedudukan di Jakarta. 

Dalam usahanya mengembangkan diri, menempuh rangkaian pendidikan hingga 
mencapai jenjang pasca sarjana, Wilson yang menyelesaikan pendidikan Strata-1 
(S-1) di Universitas Riau, Pekanbaru, menjalaninya dengan penuh perjuangan yang 
tidak dapat dikatakan mudah. Seperti banyak diketahui bahwa mengenyam 
pendidikan, apalagi di tingkat pendidikan tinggi, bagi warga termarginalkan di 
tanah air merupakan kesulitan yang belum teratasi hingga kini.

Sebelum akhirnya "terdampar" di Sumatera, Wilson yang dimasa kecilnya 
bercita-cita menjadi diplomat ini, menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah 
di daerah kelahirannya, Sulawesi Tengah. Setelah menamatkan sekolah dasar di SD 
Negeri Inpres Lee, di sebuah kecamatan terpencil, Kec. Mori Atas, dia kemudian 
melanjutkan ke SMP Negeri Tomata, di ibukota kecamatan itu. Hanya setahun di 
sana, ia pindah dan belajar di SMP Negeri 2 Poso, untuk kemudian melanjutkan 
studi di SMA Negeri 2 di kota yang sama. Hampir setahun menganggur setelah 
menamatkan SMA-nya, Wilson yang hobi beternak ayam dan memancing ini, kemudian 
merantau ke Bandung, dengan tujuan utama mengadu nasib mencari pekerjaan 
ditahun 1986. 

Disebabkan oleh kesulitan mendapatkan pekerjaan di kota sejuk itu, ia kemudian 
merantau ke Pekanbaru, Propinsi Riau, di penghujung tahun itu juga. Di 
Pekanbaru, dengan bantuan dari sebuah keluarga dokter spesialis saraf 
(neurolog), keluarga dr. Chris Rumantir, Wilson yang gemar makan buah-buahan 
ini akhirnya boleh mendapat kesempatan kuliah setelah berhasil meraih satu 
kursi melalui Sipenmaru (Sistim Penerimaan Mahasiswa Baru, serupa UMPTN 
sekarang) di Universitas Riau. Ia diterima di Fakultas Keguruan dan Ilmu 
Pendidikan, untuk program studi PMP-KN, jenjang Diploma-2, tahun 1987 dan 
diselesaikan tepat 2 tahun setelahnya.

Sebelum berangkat kuliah ke Eropa, Wilson yang menikah dengan Winarsih, seorang 
wanita Jawa dari Blitar lebih dari 12 tahun lalu ini, tercatat bekerja sebagai 
Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Kantor Walikota Pekanbaru. Seperti 
halnya dalam menempuh studi, perjalanan karirnya juga penuh lika-liku yang 
sulit. Dimulai dari menjadi guru honorer selepas menamatkan program Diploma-2, 
di sebuah SMP swasta di pinggiran kota Pekanbaru di tahun 1989. 

Setahun kemudian ia mendapat tugas sebagai guru CPNS ke sebuah SMP negeri di 
kecamatan terpencil di Kuala Indragiri, Kabupaten Indragiri Hilir, Propinsi 
Riau. Lebih dua tahun bertugas di sana, ia kemudian meminta mutasi tugas ke 
Pekanbaru, terutama dimotivasi oleh keinginan melanjutkan studi. Tahun 1994, ia 
baru dapat melanjutkan kuliah dengan status "izin belajar" di jenjang S-1 di 
universitas yang sama sambil tetap menjalankan tugas sehari-hari sebagai PNS, 
namun saat itu ia dimutasi ke Kantor Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru.

Wilson, yang telah dikaruniai empat orang anak - Winda, Anggi, Angga, Anggun - 
ini, selanjutnya diberi tugas untuk menjadi guru di sebuah SMA unggulan di 
Pekanbaru sejak pertengahan tahun 1998, setelah ia menamatkan program sarjana 
setahun sebelumnya. Selain mengasuh mata pelajaran pokok sesuai latar belakang 
pendidikannya, ia juga aktif menjadi instruktur komputer dan internet bagi 
siswa dan teman-teman seprofesinya. Lima tahun mengabdi menjadi "cik-gu" di SMA 
Negeri Plus Propinsi Riau itu, ia kemudian dimutasi ke SMK Negeri 2 Pekanbaru.

Di tempat tugas barunya, Wilson yang dipercaya menjadi ketua Jaringan Informasi 
Sekolah (JIS) Kota Pekanbaru sejak tahun 2002, seakan menemukan dunianya: 
"dunia maya" sebagai wilayah untuk diexplorasi, mencari dan mengembangkan ilmu 
pengetahuan dan keahlian yang diperlukan bagi peningkatan diri. Dunia teknologi 
informasi kemudian menjadi bagian dari kesehariannya. Membangun jaringan atau 
network antar sekolah di Pekanbaru melalui program Wide Area Network (WAN) dan 
melaksanakan berbagai pelatihan-pelatihan baik untuk siswa maupun guru 
sekolah-sekolah se-Pekanbaru adalah tugas pokoknya di SMK itu. Kerjasama dengan 
beberapa instansi juga dijalin untuk mensukseskan program "melek TI" di 
kotanya, seperti bersama PT. Telkom, PT. Lintas Artha, dan lain-lain.

Selepas menyelesaikan program masternya nanti, Wilson yang menyukai film 
spionase dan fiksi ini, berencana kembali ke tempat tugas dan melanjutkan 
pekerjaannya sebagai PNS di Kantor Walikota Pekanbaru. Namun, sebagai wadah 
implementasi atau penerapan ilmu yang diperoleh pada program pasca-sarjananya, 
ia akan aktif sebagai penulis di media online Kabar Indonesia. Sebab dengan 
demikian, menurutnya, pemikiran-pemikiran berdasarkan teori filsafat dan etika 
yang dipelajari selama kuliah dapat disebarluaskan kepada setiap warga 
pembelajar di seantero nusantara. 

Kesukaannya menulis sejak masa SMA telah mengantarkannya sebagai salah satu 
penulis yang dihadiahi predikat "Reporter of the Month April 2007 oleh Kabar 
Indonesia. Sebelumnya, beberapa tulisannya juga telah dimuat di Harian Riau Pos 
dan Mingguan Genta, keduanya media lokal di Pekanbaru, serta di majalah Caltex, 
majalah internal PT. Caltex Pacific Indonesia. Saat ini, Wilson telah 
dipercayakan menjadi salah satu anggota Dewan Redaksi Kabar Indonesia, yang 
selalu siap untuk bekerja keras mendidik dan memajukan bangsanya melalui media 
online Kabar Indonesia.

Dalam pergaulan hidup keseharian, Wilson yang doyan makan "popeda", sejenis 
panganan dari sagu, adalah seorang teman yang baik, kata rekan-rekan 
terdekatnya. Diapun termasuk figur ayah yang disayangi oleh anak-anaknya. Namun 
Wilson juga terkadang tidak menyenangkan bagi segelintir kalangan, terutama 
karena karakter dan ciri khasnya yang kepala batu dan suka menentang arus. 
Walau sering diingatkan oleh atasannya, "jangan menentang matahari, matamu bisa 
buta", tetapi tetap saja ia bertahan pada prinsip "lebih baik buta, daripada 
berputih mata melihat ketidak-benaran dan kemungkaran yang berlangsung di depan 
mata..."

Itulah Wilson Lalengke, yang oleh Pak Roch Basuki dilabeli "anak bangsa" yang 
sebenarnya tidak banyak keinginan, kecuali berharap agar segenap rakyat 
Indonesia sungguh-sungguh diberi kesempatan untuk menjadi sebenar-benarnya 
manusia disepanjang usia mereka. Foto-foto Wilson bisa dilihat di berita foto 
www.kabarindonesia.com.

Blog:    http://www.kuis-bola.blogspot.com/ 
Email:  [EMAIL PROTECTED]
Big News Today..!!! Let's see here www.kabarindonesia.com 




Big News Today..!!! Let's see here www.kabarindonesia.com
       
---------------------------------
 Yahoo! Answers - Get better answers from someone who knows. Tryit now.

Kirim email ke