*for all nakiters,*
**
*mudah-mudahan artikel dibawah ini bermanfaat.*
**
**
*Demam tifoid pada anak: apa yang perlu diketahui?
*


Angka kejadian demam tifoid *(typhoid fever)* diketahui lebih tinggi pada
negara yang sedang berkembang di daerah tropis, sehingga tak heran jika
demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan di negara kita. Di
Indonesia sendiri, demam tifoid masih merupakan penyakit endemik dan menjadi
masalah kesehatan yang serius. Demam tifoid erat kaitannya dengan higiene
perorangan dan sanitasi lingkungan.

 Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam tifoid di
seluruh dunia mencapai 16-33 juta dengan 500-600 ribu kematian tiap
tahunnya. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi menular yang dapat terjadi
pada anak maupun dewasa. Anak merupakan yang paling rentan terkena demam
tifoid, walaupun gejala yang dialami anak lebih ringan dari dewasa. Di
hampir semua daerah endemik, insidensi demam tifoid banyak terjadi pada anak
usia 5-19 tahun.

Perbedaan antara demam tifoid pada anak dan dewasa adalah mortalitas
(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan
dewasa. Risiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar
dengan gejala klinis berat, yang menyerupai kasus dewasa. Demam tifoid pada
anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala
klinis ringan.

*Prof. DR. dr. Sri Rezeki S. Hadinegoro, SpA(K)* dari Divisi Infeksi dan
Pediatri Tropik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM menjelaskan bahwa
anak usia sekolah yang sudah bisa jajan sendiri merupakan yang paling rentan
terinfeksi demam tifoid. "Anak di bawah usia 5 tahun biasanya yang
memberikan makanan adalah ibunya, tentunya ibunya memberikan yang bersih,
tidak sembarangan beli. Sementara kalau bayi kan belum makan, belum jajan,
masih minum ASI," kata Prof. Sri.


*Gejala Klinis Demam Tifoid *

Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, mulai dari gejala yang ringan
sekali sehingga tidak terdiagnosis, dengan gejala yang khas (sindrom demam
tifoid), sampai dengan gejala klinis berat yang disertai komplikasi. Gejala
klinis demam tifoid pada anak cenderung tidak khas. Makin muda umur anak,
gejala klinis demam tifoid makin tidak khas. Umumnya perjalanan penyakit
berlangsung dalam jangka waktu pendek dan jarang menetap lebih dari 2
minggu.

"Pada orang dewasa, gejala klinis demam tifoid cenderung berat. Tetapi pada
anak kecil makin tidak berat. Anak sekolah di atas usia 10 tahun mirip
seperti gejala klinis orang dewasa, yaitu panas tinggi sampai kekurangan
cairan dan perdarahan usus yang bisa sampai pecah (perforasi)," ujar Prof.
Sri.

Beberapa gejala klinis yang sering terjadi pada demam tifoid adalah sebagai
berikut:

   - *Demam *
   Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya, demam
   hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi
   hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi.
   Demam dapat mencapai 39-40 °C.
   Intensitas demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit
   kepala, diare, nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah.
   Pada minggu ke-2 intensitas demam makin tinggi, kadang terus-menerus. Bila
   pasien membaik maka pada minggu ke-3 suhu tubuh berangsur turun dan dapat
   normal kembali pada akhir minggu ke-3.
   Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu ada bentuk demam yang khas pada
   demam tifoid. Tipe demam menjadi tidak beraturan, mungkin karena intervensi
   pengobatan atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak
   khususnya balita, demam tinggi dapat menimbulkan kejang.

   - *Gangguan saluran pencernaan *
   Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama. Bibir
   kering dan terkadang pecah-pecah. Lidah terlihat kotor dan ditutupi selaput
   kecoklatan dengan ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, pada penderita
   anak jarang ditemukan. Umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut,
   terutama nyeri ulu hati, disertai mual dan muntah. Penderita anak lebih
   sering mengalami diare, sementara dewasa cenderung mengalami konstipasi.

   - *Gangguan kesadaraan *
   Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.
   Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang
   penderita sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis. Pada
   penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.

   - *Hepatosplenomegali *
   Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan
   membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.

   - *Bradikardia relatif dan gejala lain *
   Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh
   peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering dipakai adalah bahwa setiap
   peningkatan suhu 1 °C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut
   dalam 1 menit. Bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin karena
   teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan.
   Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan pada demam tifoid adalah *rose
   spot* (bintik kemerahan pada kulit) yang biasanya ditemukan di perut
   bagian atas, serta gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang
   terjadi. *Rose spot* pada anak sangat jarang ditemukan.


*Komplikasi Demam Tifoid *

Menurut Prof. Sri, pada akhir minggu ke-2 sampai masuk minggu ke-3 merupakan
masa yang berbahaya. Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi
demam tifoid mulai dari yang ringan sampai berat bahkan kematian. Dengan
terapi yang tepat, banyak penderita yang sembuh dari demam tifoid. Namun
tanpa terapi yang tepat, beberapa penderita mungkin tidak selamat dari
komplikasi demam tifoid.

Beberapa komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah:

   - *Perdarahan usus dan perforasi *
   Perdarahan usus dan perforasi merupakan komplikasi serius dan perlu
   diwaspadai dari demam tifoid yang muncul pada minggu ke-3. Sekitar 5 persen
   penderita demam tifoid mengalami komplikasi ini. Perdarahan usus umumnya
   ditandai keluhan nyeri perut, perut membesar, nyeri pada perabaan,
   seringkali disertai dengan penurunan tekanan darah dan terjadinya syok,
   diikuti dengan perdarahan saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang
   keluar bersama tinja.
   Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus, sehingga membuat
   gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput
   perut (peritonitis). Jika hal ini terjadi, diperlukan perawatan medis yang
   segera.

   - *Komplikasi lain yang lebih jarang *
    - Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung (miokarditis).
      - Pneumonia.
      - Peradangan pankreas (pankreatitis).
      - Infeksi ginjal atau kandung kemih.
      - Infeksi dan pembengkakan selaput otak (meningitis).
      - Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid
      psikosis.

Prof. Sri menjelaskan, ada 2 jenis komplikasi pada demam tifoid, yakni
komplikasi yang terjadi di luar usus dan di dalam usus.

   - *Komplikasi di luar usus*
   Anak dengan panas tinggi umumnya tidak mau makan karena ada diare.
   Sehingga dapat terjadi kekurangan cairan (dehidrasi) dan elektrolit.
   Usahakan cairan yang masuk harus banyak, baik air putih, teh manis, jus buah
   atau susu. Panas yang tinggi juga dapat mengakibatkan anak kejang (kejang
   karena demam).

   - *Komplikasi di dalam usus*
   Luka di dalam usus dapat menimbulkan perdarahan sehingga tinja berdarah.
   Usus yang luka ini dapat pecah. Gejala lainnya berupa perut kembung dan
   panas tinggi sampai tidak sadar.

   *Penyebab Demam Tifoid *

   Penyebab demam tifoid adalah bakteri *Salmonella typhi*. Sementara demam
   paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan,
   disebabkan oleh *Salmonella paratyphi* A, B, atau C. Bakteri ini hanya
   menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air
   yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka
   yang diketahui sebagai *carrier* (pembawa) demam tifoid.

   Di beberapa negara berkembang yang masih menjadi daerah endemik demam
   tifoid, kasus yang terjadi umumnya disebabkan pencemaran air minum dan
   sanitasi yang buruk. Infeksi terjadi jika anda mengkonsumsi makanan yang
   disiapkan oleh penderita demam tifoid yang tidak mencuci tangan dengan baik
   setelah ke toilet. Infeksi dapat juga terjadi dengan meminum air yang telah
   tercemar bakteri Salmonella.

   Walaupun telah diobati dengan antibiotik, sejumlah kecil penderita yang
   sembuh dari demam tifoid akan tetap menyimpan bakteri Salmonella di dalam
   usus dan kantung empedu, bahkan selama bertahun-tahun. Orang ini disebut
   sebagai *carrier* kronis yang dapat menyebarkan bakteri melalui tinja
   mereka dan dapat menginfeksi orang lain. Perlu diwaspadai bahwa seorang *
   carrier* tidak memiliki gejala demam tifoid.

   "Penularan yang paling berbahaya dari tinja. Misalnya kita jajan, kalau
   yang mengelola jajanan itu jorok, setelah ke toilet tidak cuci tangan dengan
   sabun kemudian dia membuat makanan, pasti makanan itu akan tercemar
   Salmonella. Atau dia memakai air yang kurang bagus, misalnya air sumur yang
   tercemar," jelas Prof. Sri.


   *Diagnosis Demam Tifoid *

   Diagnosis pasti demam tifoid atau bukan diperoleh dengan
identifikasi *Salmonella
   typhi* melalui kultur darah. Sampel untuk kultur dapat diambil dari
   darah, sumsum tulang, tinja, atau urin. Sampel darah diambil saat demam
   tinggi pada minggu ke-1. Sampel tinja dan urin pada minggu ke-2 dan minggu
   selanjutnya. Kultur memerlukan waktu kurang lebih 5-7 hari. Sampel ditanam
   dalam biakan empedu (*gaal culture*).

   "Sekali kita diagnosis demam tifoid, betul-betul harus kita eradikasi,
   jangan sampai nantinya jadi *carrier*. Untuk diagnosa pasti demam tifoid,
   harus diperiksa bakteri *Salmonella typhi* ada atau tidak. Kalau hasilnya
   positif, sudah pasti sakit (demam tifoid) dan itu harus diobati dengan
   benar. Kultur harus disebutkan terhadap Salmonella, karena memerlukan media
   empedu, jadi bukan sembarang kultur," ungkap Prof. Sri.

   Bila positif ditemukan bakteri *Salmonella typhi*, maka penderita sudah
   pasti mengidap demam tifoid. Kultur sumsum tulang belakang merupakan tes
   yang paling sensitif untuk *Salmonella typhi*. Kultur sampel tinja dan
   urin dimulai pada minggu ke-2 demam dan dilaksanakan setiap minggu. Bila
   pada minggu ke-4 biakan tinja masih positif maka pasien sudah tergolong *
   carrier*.

   Prof. Sri menambahkan, pada orang dewasa, bakteri Salmonella dapat
   bersembunyi di kantung empedu sehingga orang tersebut menjadi *carrier*.
   Seorang *carrier* mengidap kuman Salmonella tetapi dia tidak sakit.
   Sewaktu-waktu Salmonella ini dapat keluar bersama empedu jika
*carrier*mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak. Pada waktu empedu
keluar,
   bakteri Salmonella juga ikut keluar, sehingga terus saja dibuang melalui
   tinja. Orang yang seperti ini yang berpotensi menularkan demam tifoid.
   Sumber *carrier* ini umumnya orang dewasa yang mempunyai Salmonella di
   kantung empedu. Anak biasanya jarang sekali menjadi *carrier*.


   *Pengobatan Demam Tifoid *

   Penderita demam tifoid dengan gejala klinik jelas sebaiknya dirawat di
   rumah sakit. Di samping untuk optimalisasi pengobatan, hal ini bertujuan
   untuk meminimalisasi komplikasi dan mencegahan pencemaran dan atau
   kontaminasi.
    - *Tirah baring*
      Penderita yang dirawat harus tirah baring *(bed rest)* dengan sempurna
      untuk mencegah komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala
      klinis berat, penderita harus istirahat total.

      - *Nutrisi*
       - *Cairan *
         Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
         parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita
sakit berat, ada
         komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus
         mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.
         - *Diet *
         Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya
         rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan
perforasi. Diet
         untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas
diet cair,
         bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

      - *Terapi simptomatik *
      Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan
      keadaan umum penderita, yakni vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk
      kenyamanan penderita terutama anak, dan antiemetik bila penderita muntah
      hebat.

      - *Antibiotik*
      Antibiotik segera diberikan bila diagnosis telah dibuat. Antibiotik
      merupakan satu-satunya terapi yang efektif untuk demam tifoid. Antibiotik
      yang diberikan sebagai terapi awal adalah dari kelompok antibiotik lini
      pertama untuk demam tifoid. Sampai saat ini kloramfenikol masih menjadi
      pilihan pertama, berdasarkan efikasi dan harga. Kekurangannya
adalah jangka
      waktu pemberiannya yang lama, serta cukup sering menimbulkan
*carrier*dan relaps. Kejadian
      *carrier* dan relaps pada anak jarang dilaporkan.

      Antimikroba lini pertama untuk demam tifoid adalah:
       - Kloramfenikol.
         - Ampisillin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang
         hamil).
         - Trimetroprim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol).

      Jika pemberian salah satu anti mikroba lini pertama dinilai tidak
      efektif, dapat diganti dengan anti mikroba yang lain atau dipilih anti
      mikroba lini kedua.

      Antimikroba lini kedua untuk demam tifoid adalah:
       - Seftriakson (diberikan untuk dewasa dan anak)
         - Cefixim (efektif untuk anak)
         - Quinolone (tidak dianjurkan untuk anak di bawah usia 18 tahun
         karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

      Untuk antibiotik, Prof. Sri sedikit mengingatkan tentang masalah
      resistensi antibiotik. *Multi drug resistance* terjadi jika sudah
      terjadi resistensi kuman terhadap 2 di antara 3 antibiotik lini pertama.
      "Tapi kalau kasus demam tifoid pada anak, di RSCM, sampai saat ini kita
      masih berikan kloramfenikol atau kotrimoksazol. Untuk kasus yang
berat baru
      kita berikan sefalosporin," jelas Prof. Sri.

      Pengobatan terhadap demam tifoid pada anak harus dilakukan secara
      tuntas. Umumnya diperlukan terapi antibiotik dosis tinggi selama 10 hari.
      Anak dapat dirawat di rumah sakit selama 5 hari, bila panasnya
sudah turun,
      sudah mau makan, dan tidak ada komplikasi, maka 5 hari
berikutnya anak dapat
      dirawat di rumah. Namun pasien harus tetap disiplin minum obat,
karena kalau
      tidak, kuman Salmonella tidak mati. "Yang namanya pengobatan
eradikasi itu
      betul-betul harus tuntas, jangan sampai kambuh, kemudian jadi *carrier
      *", tegas Prof. Sri.

   *Pencegahan Demam Tifoid *

   Pencegahan adalah segala upaya yang dilakukan agar setiap anggota
   masyarakat tidak tertular oleh bakteri Salmonella. Ada 3 pilar strategis
   yang menjadi program pencegahan yakni:
    - Mengobati secara sempurna pasien dan *carrier* demam tifoid.
      - Mengatasi faktor-faktor yang berperan terhadap rantai penularan.
      - Perlindungan dini agar tidak tertular.

   Demam tifoid dapat dicegah dengan kebersihan pribadi dan kebersihan
   lingkungan. "Orang Indonesia itu umumnya cuci tangan setelah makan, padahal
   harusnya sebelum makan. Setelah makan, tangannya kotor, baru dicuci. Tapi
   kalau sebelum makan dia lupa. Padahal tangan itu paling kotor, kena segala
   macam. Lewat tangan kita bisa memindahkan kuman. Di sinilah kesadaran kita
   masih kurang," sesal Prof. Sri.

   Berikut beberapa petunjuk untuk mencegah penyebaran demam tifoid:
    - Cuci tangan.
      Cuci tangan dengan teratur meruapakan cara terbaik untuk mengendalikan
      demam tifoid atau penyakit infeksi lainnya. Cuci tangan anda dengan air
      (diutamakan air mengalir) dan sabun terutama sebelum makan atau
      mempersiapkan makanan atau setelah menggunakan toilet. Bawalah pembersih
      tangan berbasis alkohol jika tidak tersedia air.

      - Hindari minum air yang tidak dimasak.
      Air minum yang terkontaminasi merupakan masalah pada daerah endemik
      tifoid. Untuk itu, minumlah air dalam botol atau kaleng. Seka
seluruh bagian
      luar botol atau kaleng sebelum anda membukanya. Minum tanpa
menambahkan es
      di dalamnya. Gunakan air minum kemasan untuk menyikat gigi dan usahakan
      tidak menelan air di pancuran kamar mandi.

      - Tidak perlu menghindari buah dan sayuran mentah.
      Buah dan sayuran mentah mengandung vitamin C yang lebih banyak
      daripada yang telah dimasak, namun untuk menyantapnya, perlu diperhatikan
      hal-hal sebagai berikut. Untuk menghindari makanan mentah yang tercemar,
      cucilah buah dan sayuran tersebut dengan air yang mengalir. Perhatikan
      apakah buah dan sayuran tersebut masih segar atau tidak. Buah dan sayuran
      mentah yang tidak segar sebaiknya tidak disajikan. Apabila tidak mungkin
      mendapatkan air untuk mencuci, pilihlah buah yang dapat dikupas.

      - Pilih makanan yang masih panas.
      Hindari makanan yang telah disimpan lama dan disajikan pada suhu
      ruang. Yang terbaik adalah makanan yang masih panas. Walaupun tidak ada
      jaminan makanan yang disajikan di restoran itu aman, hindari
membeli makanan
      dari penjual di jalanan yang lebih mungkin terkontaminasi.

   Jika anda adalah pasien demam tifoid atau baru saja sembuh dari demam
   tifoid, berikut beberapa tips agar anda tidak menginfeksi orang lain:
    - Sering cuci tangan anda.
      Ini adalah cara penting yang dapat anda lakukan untuk menghindari
      penyebaran infeksi ke orang lain. Gunakan air (diutamakan air
mengalir) dan
      sabun, kemudian gosoklah tangan selama minimal 30 detik, terutama sebelum
      makan dan setelah menggunakan toilet.

      - Bersihkan alat rumah tangga secara teratur.
      Bersihkan toilet, pegangan pintu, telepon, dan keran air setidaknya
      sekali sehari.

      - Hindari memegang makanan.
      Hindari menyiapkan makanan untuk orang lain sampai dokter berkata
      bahwa anda tidak menularkan lagi. Jika anda bekerja di industri
makanan atau
      fasilitas kesehatan, anda tidak boleh kembali bekerja sampai hasil tes
      memperlihatkan anda tidak lagi menyebarkan bakteri Salmonella.

      - Gunakan barang pribadi yang terpisah.
      Sediakan handuk, seprai, dan peralatan lainnya untuk anda sendiri dan
      cuci dengan menggunakan air dan sabun.

   *Pencegahan dengan Vaksinasi*

   Di banyak negara berkembang, tujuan kesehatan masyarakat dengan mencegah
   dan mengendalikan demam tifoid dengan air minum yang aman, perbaikan
   sanitasi, dan perawatan medis yang cukup, mungkin sulit untuk dicapai. Untuk
   alasan itu, beberapa ahli percaya bahwa vaksinasi terhadap populasi berisiko
   tinggi merupakan cara terbaik untuk mengendalikan demam tifoid.

   Membuat tubuh kebal melalui vaksinasi merupakan bagian dari upaya
   perlindungan diri dari penularan demam tifoid. Sampai saat ini vaksin tifoid
   oral baru diprioritaskan untuk pelancong, tenaga laboratorium mikrobiologis,
   dan tenaga pemasak/penyaji makanan di restoran atau hotel. Namun mengingat
   demam tifoid dengan morbiditas cukup tinggi, vaksinasi terhadap tifoid sudah
   harus dipertimbangkan pemberiannya sejak anak-anak, setelah mereka mengenal
   jajanan yang tidak terjamin kebersihannya.

   Di Indonesia telah ada 3 jenis vaksin tifoid, yakni:
    - *Vaksin oral Ty 21a *
      Vaksin yang mengandung *Salmonella typhi *galur Ty 21a. Vaksin ini
      tersedia dalam kapsul yang diminum selang sehari dalam 1 minggu, 1 jam
      sebelum makan. Vaksin ini dikontraindikasikan pada wanita hamil,
menyusui,
      penderita imunokompromais, sedang demam, sedang minum
antibiotik, dan anak
      kecil 6 tahun. Lama proteksi dilaporkan 5 tahun.

      - *Vaksin parenteral sel utuh *
      Vaksin ini mengandung sel utuh *Salmonella typhi *yang dimatikan yang
      mengandung kurang lebih 1 milyar kuman setiap mililiternya. Dosis untuk
      dewasa 0,5 mL; anak 6-12 tahun 0,25 mL; dan anak 1-5 tahun 0,1 mL yang
      diberikan 2 dosis dengan interval 4 minggu. Efek samping yang dilaporkan
      adalah demam, nyeri kepala, lesu, dan bengkak dengan nyeri pada tempat
      suntikan. Vaksin ini di kontraindikasikan pada keadaan demam, hamil, dan
      riwayat demam pada pemberian pertama. Vaksin ini sudah tidak
beredar lagi,
      mengingat efek samping yang ditimbulkan dan lama perlindungan
yang pendek.

      - *Vaksin polisakarida *
      Vaksin yang mengandung polisakarida Vi dari bakteri Salmonella.
      Mempunyai daya proteksi 60-70 persen pada orang dewasa dan anak di atas 5
      tahun. Vaksin ini tersedia dalam alat suntik 0,5 mL yang berisi
25 mikrogram
      antigen Vi dalam buffer fenol isotonik. Vaksin diberikan secara
      intramuskular dan diperlukan pengulangan (*booster*) setiap 3 tahun.
      Vaksin ini dikontraindikasikan pada keadaan hipersensitif,
hamil, menyusui,
      sedang demam, dan anak kecil 2 tahun.

   Di Indonesia, vaksinasi tifoid termasuk dalam Program Pengembangan
   Imunisasi yang dianjurkan. Menurut Prof. Sri yang juga adalah Ketua Satgas
   Imunisasi IDAI, vaksinasi tifoid masih dianjurkan, yang artinya belum
   disediakan secara gratis oleh pemerintah. Vaksin tifoid yang diberikan ke
   anak umumnya adalah vaksin polisakarida dalam bentuk injeksi. Vaksin tifoid
   ini harus diulang setiap 3 tahun sekali, dan pasien terkadang lupa jika
   tidak diingatkan. Anak dianjurkan diberikan vaksin tifoid jika sudah berumur
   lebih dari 2 tahun, dimana antibodi anak sudah siap menerima vaksin yang
   disuntikkan dan sudah mulai terpapar oleh bakteri Salmonella dari makanan
   (jajanan) yang tercemar.

   Suatu saat nanti, mungkin saja Indonesia bebas dari demam tifoid. Menurut
   Prof. Sri, hal yang penting adalah penyediaan air minum yang bersih. Air
   yang digunakan untuk minum dan dikonsumsi harus direbus dulu sampai
   mendidih. Ini menyangkut edukasi masyarakat tentang pentingnya kebersihan.

Kirim email ke