Pemerintah Melanggar Konstitusi Dalam Kebijakannya Menaikkan Harga BBM (Artikel 
3 Pelengkap

Minggu, 08 Juni 08
Mahkamah Konstitusi RI (MK) telah menguji Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 
tentang Minyak dan Gas Bumi, apakah isinya bertentangan dengan Undang-Undang 
Dasar kita. 

Vonisnya ditetapkan dalam Rapat Permusyawaratan 9 (sembilan) Hakim Konstitusi 
pada hari Rabu, tanggal 15 Desember 2004, dan dituangkan dalam PUTUSAN Perkara 
Nomor 002/PUU-I/2003. 

Putusan MK tersebut yang tentang kebijakan harga BBM berbunyi sebagai berikut : 
"Pasal 28 ayat (2) dan (3) yang berbunyi (2) Harga Bahan Bakar Minyak dan Harga 
Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar; (3) 
Pelaksanaan kebijaksanaan harga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak 
mengurangi tanggung jawab sosial Pemerintah terhadap golongan masyarakat 
tertentu"; Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi 
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 nomor 136, Tambahan Lembaran 
Negara Republik Indonesia Nomor 4152) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 
Negara Republik Indonesia 1945." 

Jadi menentukan harga BBM yang diserahkan pada mekanisme persaingan usaha 
dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi kita, walaupun persaingan usahanya 
dikategorikan sehat dan wajar. 

Setelah vonis tersebut, terbit sebuah "pedoman" oleh Direktorat Jenderal Minyak 
dan Gas Bumi Departemen ESDM. Isinya mengatakan bahwa sebagai implikasi dari 
vonis MK "dilakukan perubahan atas Pasal 72 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 
2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Migas yang berkaitan dengan harga BBM dan Gas 
Bumi. 

Harga jual BBM ditetapkan oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden." 

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak 
dan Gas Bumi pasal 72 ayat (1) berbunyi sebagai berikut. 

 
(1) Harga Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi kecuali Gas Bumi untuk rumah tangga 
dan pelanggan kecil, diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang wajar, 
sehat dan transparan. 
Jadi sangat jelas bahwa Peraturan Pemerintah nomor 36 tahun 2004 tersebut tetap 
mengatakan bahwa harga BBM diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang 
wajar, sehat dan transparan", walaupun oleh MK dinyatakan bertentangan dengan 
UUD 1945. Yang dikecualikan Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil. 

Dalam berbagai penjelasannya, dalam menentukan harga BBM pemerintah memang 
mendasarkan diri pada persaingan usaha, bahkan persaingan usaha yang tidak 
sehat dan tidak fair. 

Bagaimana penjelasannya? Kita ambil bensin jenis premium sebagai contoh. Ketika 
harga minyak mentah yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar atau mekanisme 
persaingan yang diselenggarakan oleh New York Mercantile Exchange (NYMEX) 
mencapai US$ 60 per barrel, harga bensin premium yang Rp. 2.700 per liter 
dinaikkan menjadi Rp. 4.500 per liter. Angka ini memang ekivalen dengan US$ 
61,50 per barrelnya. Seperti kita ketahui, biaya lifting, refining dan 
transporting secara keseluruhan rata-ratanya US$ 10 per barrel. Kalau kita 
ambil US$ = Rp. 10.000, keseluruhan biaya ini adalah (10 : 159) x 10.000 = Rp. 
628,9 atau dibulatkan menjadi Rp. 630 per liter. Jadi kalau harga bensin 
premium per liter dikonversi menjadi harga minyak mentah per barrel dalam US$, 
jadinya sebagai berikut : (4.500 – 630) x 159 : 10.000 = US$ 61,53. Ketika itu 
harga minyak di New York US$ 60 per barrel. Maka Wapres JK mengatakan bahwa 
mulai saat itu tidak ada istilah "subsdi" lagi
 untuk bensin premium, karena harga bensin premium sudah ekivalen dengan harga 
minyak mentah di New York. 

Ini adalah bukti bahwa harga bensin di Indonesia ditentukan atas dasar 
mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX. 

Artinya, ketika itu pemerintah tetap saja mendasarkan diri sepenuhnya pada 
mekanisme pasar atau mekanisme persaingan usaha, bahkan yang berlangsung di 
NYMEX. 

BAGAIMANA SEKARANG? 

Tindakan pemerintah menaikkan harga BBM yang berlaku mulai tanggal 24 Mei 2008 
jam 00 melanggar Konstitusi. Bagaimana penjelasannya? 

Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro 

Kompas tanggal 24 Mei 2008 memberitakan keterangan Menteri ESDM yang mengatakan 
bahwa "dengan tingkat harga baru itu, pemerintah masih mensubsidi harga premium 
sebesar Rp. 3.000 per liter karena ada perbedaan harga antara harga baru Rp. 
6.000 per liter dan harga di pasar dunia sebesar Rp. 9.000 per liter. 

Dari mana angka Rp. 9.000 per liter yang disebut harga dunia itu? Harga BBM Rp. 
9.000 per liter dikurangi dengan biaya lifting, refining dan transporting 
sebesar Rp. 630 per liter, sehingga harga minyak mentahnya Rp. 9.000 – Rp. 630 
= Rp. 8.370. Per barrelnya = Rp. 8.370 x 159 = Rp. 1.330.830. Kalau nilai 
rupiah kita ambil US$ 1 = Rp. 10.000, harga minyak mentah di pasar dunia sama 
dengan 1.330.830 : 10.000 = UD$ 133,08. 

Sangat-sangat jelas isi pikirannya bahwa harga BBM untuk rakyatnya harus 
diserahkan sepenuhnya pada "mekanisme persaingan usaha" yang berlangsung di 
NYMEX, yang oleh MK dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati 

Sekarang memang dinaikkan menjadi Rp. 6.000 per liter. Tetapi ini untuk 
sementara. Dalam pemberitaan yang sama di Kompas tanggal 24 Mei 2008 tersebut 
Menteri Keuangan menyatakan bahwa harga ini masih belum final. Argumentasinya 
jelas mendasarkan diri pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di 
NYMEX. Kami kutip : "Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan "Jika 
harga minyak terus meningkat secara signifikan, pemerintah bisa melakukan 
tindakan untuk menekan harga subsidi BBM (baca : mengurangi subsidi berarti 
menaikkan harga BBM)." Selanjutnya diberitakan "Menurut dia, hal itu 
dimungkinkan karena pemerintah memiliki kewenangan untuk menyesuaikan (baca : 
menaikkan) lagi harga BBM". 

Menko Boediono 

Sebelumnya, yaitu seperti yang dimuat di Kompas tanggal 17 Mei 2008 Menko 
Boediono mengatakan : "Pemerintah akan menyamakan harga bahan bakar minyak atau 
BBM untuk umum di dalam negeri dengan harga minyak di pasar internasional 
secara bertahap mulai September 2008. Ini dilakukan karena anggaran subsidi 
akan ditekan lebih rendah dan pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM 
pada mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia." 

Luar biasa, terang-terangan melecehkan dengan arogan Putusan MK yang menyatakan 
penyerahan harga BBM pada mekanisme pasar adalah bertentangan dengan Konstitusi 
kita. 

Selanjutnya dikatakan : "Pemerintah tidak ragu memberlakukan harga pasar dunia 
di dalam negeri karena langkah ini sudah dilakukan di banyak negara dan 
berhasil menekan subsidi BBM". Apakah masih perlu penjelasan bahwa yang 
dimaksud Menko Boediono adalah harga BBM di Indonesia diserahkan sepenuhnya 
pada mekanisme persaingan usaha yang berlangsung di NYMEX? Dan apakah masih 
perlu penjelasan lagi bahwa Pemerintah jelas-jelas bertindak melawan vonis MK 
yang dengan sendirinya juga melawan Konstitusi? Banyak negara yang tidak ikut 
NYMEX. Di Iran harga BBM ekivalen dengan Rp. 1.000 per liter dan Hugo Chavez 
juga menjual minyaknya kepada negara-negara sahabat dengan harga lebih rendah 
dari harga NYMEX. 

PERSAINGAN YANG SEHAT DAN WAJAR? 

Lebih gila lagi. Persaingan usaha yang dijadikan landasan mutlak bagi penentuan 
harga BBM di Indonesia sama sekali tidak sehat dan tidak wajar. Bagaimana 
penjelasannya? 
 
1. Volume minyak yang diperdagangkan di sana hanya 30% dari volume minyak di 
seluruh dunia. Sisanya yang 70% diperoleh perusahaan-perusaha an minyak raksasa 
atas dasar kontrak-kontrak langsung dengan negara-negara produsen minyak 
mentah. Di Indonesia melalui apa yang dinamakan Kontrak Bagi Hasil atau 
production sharing. 
2. Bagian terbesar minyak dunia diproduksi oleh negara-negara yang tergabung 
dalam sebuah kartel yang bernama OPEC. Kalau mekanisme persaingan dirusuhi oleh 
kartel, apa masih bisa disebut sehat dan wajar? Toh para menteri ekonomi kita 
secara membabi buta menerapkan dalil bahwa harga minyak ialah yang ditentukan 
di NYMEX itu, walaupun ditentang keras oleh MK. 
3. Harga yang terbentuk di NYMEX sangat dipengaruhi oleh perdagangan derivatif 
dan perdagangan oil future trading yang juga berlangsung di NYMEX. Sekarang ini 
para ahli mempertanyakan apakah betul bahwa permintaan minyak demikian drastis 
melonjaknya dan terus menerus seperti grafik harga minyak mentah di NYMEX? 
Banyak yang dengan argumentasi sangat kuat menuding spekulasi oleh hedge funds 
melalui future trading sebagai penyebabnya. Kok Indonesia terus ikut-ikutan 
lotre buntut ini secara membabi buta tanpa peduli apakah rakyatnya akan mati 
kelaparan atau tidak. 
BAGAIMANA SEMESTINYA? 

Apakah minyak yang walaupun milik rakyat Indonesia harus dibagikan dengan 
cuma-cuma kepada rakyatnya? Sama sekali tidak. Ketika harga bensin premium 
masih Rp. 2.700 per liter, rakyat dikenakan harga Rp. 2.070 per liternya (Rp. 
2.700 – Rp. 630), dan ketika dinaikkan menjadi Rp. 4.500 rakyat dikenakan harga 
Rp. 3.870 (Rp. 4.500 – Rp. 630). Tetapi para teknokrat itu tidak terima. 
Dinaikkan lagi menjadi Rp. 6.000 per liter dan mulai September akan dinaikkan 
lagi!! 

Ketika Bung Hatta dan kawan-kawan merumuskan pasal 33 UUD 1945 sudah dipikirkan 
dengan matang bahwa barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup 
orang banyak ditentukan oleh pemerintah atas dasar hikmah kebijaksanaan sesuai 
dengan kepatutan dan daya beli rakyatnya, serta atas pertimbangan untuk 
menopang pengembangan ekonomi, karena minyak sangat strategis. 

Sekarang semuanya diinjak-injak oleh para teknokrat yang sangat miskin akan 
hati nurani, visi, filosofi. Mereka hanyalah tukang-tukang yang selalu terpaku 
pada doktrin-doktrin para ahli Barat. 

Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang dimaksud sebagai pintu gerbang menuju pada 
kemakmuran yang berkeadilan dan kesejahteraan dijadikannya pintu masuk 
bangsa-bangsa lain untuk menghisap bangsa Indonesia yang lebih dahsyat lagi. 

Oleh Kwik Kian Gie 


      
___________________________________________________________________________
Bergabunglah dengan orang-orang yang berwawasan, di di bidang Anda! Kunjungi 
Yahoo! Answers saat ini juga di http://id.answers.yahoo.com/

Kirim email ke