Baru-baru ini, PT CIMB-GK Securities Indonesia mengajak manajemen PT
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA) menemui investor Amerika Serikat
(AS).





Para pemodal tersebut baru ngeh BUMN ini tak kalah menjanjikan dari PT Bumi 
Resources Tbk (BUMI).




Perusahaan sekuritas asing itu mengajak PTBA bertemu dengan 10 investor
institusi New York dan Boston untuk menunjukkan keunggulan posisi dan
skala bisnis mereka, yang selama ini cenderung tidak diperhatikan.




"Kebanyakan investor AS lebih familier terhadap BUMI dibandingkan
dengan PTBA. Namun, ada ketertarikan positif dari investor terkait
dengan tingginya potensi pertumbuhan produksi PTBA," tutur analis
CIMB-GK Rania Rahmundita dalam laporan riset per 12 Maret.




Skala dan posisi PTBA di dalam negeri, lanjutnya, menempatkan sahamnya
sebagai favorit CIMB-GK di jagat pertambangan batu bara Indonesia,
karena kualitasnya yang lebih defensif dengan ruang pertumbuhan besar.




PTBA memiliki keunggulan daya tahan permintaan domestik dan harga. PT
Perusahaan Listrik Negara selama ini menjadi pelanggan jangka panjang
terbesar, yang membutuhkan pasokan batu bara mengikuti pertumbuhan
kebutuhan listrik Indonesia.




PTBA membukukan neraca keuangan bebas utang dan kas melimpah ruah, yang
cukup untuk membayar setidaknya 50% dividen dan belanja modal tahun ini
senilai Rp1,5 triliun.




Berdasarkan kondisi tersebut, CIMB-GK mempertahankan predikat
outperform saham PTBA, yang mengindikasikan keuntungan saham perusahaan
pelat merah tersebut bisa tumbuh 5% atau lebih, setahun ke depan.




"Kami percaya permintaan domestik batu bara akan lebih baik
dibandingkan dengan pasar internasional pada 2009-2011. PTBA seharusnya
mendapat keuntungan dari sini, didukung lancarnya transportasi."




Bisnis mencatat PTBA memproduksi 10 juta ton batu bara termal per
tahun, yang 75% di antaranya dijual ke pasar domestik dan hanya
mengekspor 25% sisanya. Manajemen yakin harga batu bara termal berkisar
US$60-90 per ton sepanjang tahun ini.





Investor AS





Rania menyebutkan investor AS umumnya memilih memegang kas dan memonitor pasar 
negara berkembang secara cermat.




"Di antara negara-negara anggota Asean, kami mencatat Indonesia duduk
di peringkat pertama dalam radar investor, karena mereka mulai
memandang negatif investasi di Singapura dan masih belum tertarik
dengan Malaysia," ujar Rania.




CIMB-GK mencatat dua sektor utama yang paling menarik bagi investor
adalah saham energi dan saham perbankan. Saham energi diyakini pulih
lebih cepat dibandingkan dengan perekonomian global, sedangkan saham
perbankan menjanjikan potensi pertumbuhan tinggi dengan risiko relatif
rendah.




"Saat ini, kebanyakan investor mengambil posisi investasi di bursa
global, China, dan saham energi dunia dengan sedikit eksposur pada
saham Indonesia. Kami mencium gelagat investor AS ingin menambah
eksposur di Indonesia," papar Rania.




Perseroan menargetkan kapasitas pengangkutan bisa meningkat dari 10,3
juta ton per tahun menjadi 20 juta ton, dengan risiko bisnis yang
rendah karena menggandeng PT Kereta Api Indonesia (KAI).




Terkait perkembangan itu, CIMB-GK menilai tanpa kerja sama dengan KAI
atau fasilitas pembiayaan, PTBA bisa dengan mudah menaikkan kapasitas
pengangkutan jadi 15 juta ton per tahun.


      

Kirim email ke