Royalti batu bara yang ditahan ternyata resmi JAKARTA : Ternyata pengusaha batu bara pemegang PKP2B Generasi I memang memiliki hak resmi untuk tidak membayar royalti (dana hasil penjualan batu bara/DHPB) ke pemerintah sepanjang PPN-nya belum direstitusi.
Sumber Bisnis di pemerintahan mengungkapkan ada surat Dirjen Geologi dan Sumber Daya Mineral Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No. 2162/84/DJG/2001 pada 18 September 2001 yang ditujukan ke Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan, di mana pada butir 6 e disebutkan, "Khusus untuk PKP2B Generasi I dan sesuai Pasal 11.3, PPN yang tidak bisa direstitusi akan dibebankan kepada pemerintah dengan memotong DHPB (13,5%) yang akibatnya akan mengurangi royalti bagian Pemerintah Pusat dan Daerah." Selanjutnya Menko Bidang Perekonomian dalam surat No. S-105/Menko/II/2001 pada 26 Desember 2001 kepada Menteri Keuangan menyatakan, a.l. "Adapun pertimbangan penundaan itu antara lain belum adanya peraturan pelaksanaan dari PP tersebut yang mengatur mekanisme dan prosedur menyangkut aspek: (1) Pembayaran kembali oleh pemerintah kepada kontraktor atas restitusi PPN sesuai dengan Pasal 11 ayat 3 PKP2B Generasi I..." Namun, Direktur Centre for Indonesian Mining and Resources Law Ryad Areshman Chairil mengatakan kedua surat itu justru menyalahi kontrak dan pejabat yang mengeluarkannya bisa dianggap telah melampaui kewenangannya. "Itu tidak bisa dilakukan dan dirjen bisa dianggap telah melampaui kewenangan." Sebelumnya 14 eksekutif tambang dicekal oleh Ditjen Imigrasi atas kehendak Depkeu akibat belum membayar royalti atas penjualan batu bara. Di luar pengadilan Pada perkembangan lain, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro diketahui telah memberi persetujuan untuk menyelesaikan kisruh penahanan pembayaran royalti oleh enam perusahaan batu bara di luar pengadilan. Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia M.S. Hidayat seusai bertemu dengan Menteri ESDM kemarin. "Saya tadi dijelaskan oleh menteri dan sekarang Kadin sifatnya hanya mendengar dulu. Tapi Pak Purnomo mengatakan [langkah out of court settlement] oke asalkan pendekatannya win-win solution," katanya kemarin. Menyikapi rencana penyelesaian di luar pengadilan, Ryad menilai upaya demikian tidak termasuk dalam kontrak. Dia juga khawatir penyelesaian semacam itu membuka pintu bagi masuknya berbagai kepentingan, termasuk urusan politik. Sebaliknya Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Batu Bara Indonesia Jeffrey Mulyono menyambut baik rencana penyelesaian di luar pengadilan, dengan mengedepankan iktikad baik antara pemerintah dan perusahaan. Bahkan, dia meminta penyelesaian itu segera dilakukan. Seolah-olah merujuk ke dua surat yang dikutip di atas, Jeffrey juga mengatakan sebenarnya antara pemerintah dan perusahaan sudah ada kesepahaman sejak 2001 mengenai pola pemotongan DHPB sebagai kompensasi terhadap pembayaran restitusi pajak pertambahan nilai yang tertunda. (16) ([EMAIL PROTECTED]/ [EMAIL PROTECTED]) Oleh Rudi Ariffianto & Neneng Herbawati Bisnis Indonesia