saya kirimkan sebuah tulisan yang saya ambil dari eb site solok-selatan.com, bilik elzataher. Menarik untuk dibaca Ikra Banyak Pintu Menuju Tuhan By Elza Peldi Taher Sejarah manusia adalah sejarah panjang mencari pintu menuju Tuhan. Islam mengajarkan (QS. Yusuf : 67) Wahai anak-anakku, kamu janganlah masuk dari satu pintu, melainkan masuklah dari berbagai pintu yang berbeda. Ada yang bisa mendekat, tapi ada juga yang terpeleset dan berkelok. Ada teman yang pindah agama, ada yang rajin berbibadah tapi perilakunya tak juga bisa berubah tapi ada pula yang berubah hanya karena sebuah kejadian sederhana. Pengalaman hidup saya juga demikian. Pada tahun 1992, saya pergi ke Lampung, mengadakan sebuah penelitian bersama beberapa LSM.. Karena sesuatu hal saya harus pergi ke kota Tanjung-Karang, satu jam perjalanan dari tempat saya menginap. Dalam perjalanan, waktu itu hari jumat, bulan puasa, saya mampir di sebuah masjid untuk shalat Jumat. Masjid tersebut nampak sederhana, tidak terlalu besar dan berada di kawasan kampung. Sang khatib, seorang yang sudah agak tua, berpakaian serba putih, tampil ke depan mimbar untuk memulai khutbahnya. Lalu, tibalah saat yang sampai hari ini meninggalkan pengalaman keberagamaan yang penuh misteri bagi saya. Saat khatib membacakan ayat suci Al-quran waktu sholat, tiba tiba saya mengalami kesyahduan dalam shalat yang membuat air mata meleleh dipipi. Saya menangis terisak-isak, tersedu-sedu, saat imam membacakan surat Al-Fatihah sampai selesai. Orang orang di sekeliling saya menatap saya dengan terheran-heran. Saya tak tahu mengapa kesyahduan itu bisa terjadi. Sejak peristiwa agung itu, setiap kali ke Lampung , karena famili saya ada disana, selalu saya sempatkan diri untuk mampir di masdjid itu mencari sang imam. Anehnya, sampai hari ini, meski sudah puluhan kali kesana, sang imam itu tak pernah dapat saya temui. Bahkan ketika saya menguraikan ciri ciri imam, tanggal dia memberikan ceramah dan sebagainya kepada pengurus masjid yang saya temui, tak ada yang tahu siapa yang saya maksud. Mereka juga tak punya catatan tertulis tentang itu. Kini dua belas tahun setelah kejadian itu saya kadang masih menyempatkan diri untuk mampir ke masdjid itu hanya untuk mencari sang imam dengan harapan nasib baik bisa bertemu. Tapi sampai kini, imam yang telah meluluh-lantahkan hati dan perasaan saya lewat alunan merdunya itu, tapi tak pernah dapat lagi saya temui. Begitu seringnya saya datang sehingga petugas masjidpun sudah kenal saya dan begitu saya akan bertanya mereka sudah menjawab duluan maaf pak orangnya kami tidak tahu, ciri orang yang bapak sebutkan tak ada disini. Kata mereka sambil menatap saya yang terdiam. Siapakah manusia agung tersebut?. Saya mulai pesimis, jangan jangan saya tak kan pernah lagi bertemu dengannya. Pengalaman setiap orang berbeda. Seorang teman saya juga menangis karena kesyahduan beragama tapi lewat jendela yang lain. Sang sahabat ini, sulit sekali merasakan kesyahduan dalam menjalankan ibadah agama. Sesuatu yang sangat diimpikannya. Segala macam ibadah sudah dilakukan, datang ke masjid, shalat lima waktu, shalat Jumat, puasa, membeli kaset kaset Al-Quran yang bagus, bahkan naik haji pun sudah ia lakukan, tapi itu semua tidak mampu meluluhkan hatinya untuk sesekali menangis dihadapan Yang Maha Agung. Ia kepengen menangis, seperti para sahabat dan Nabi sendiri menangis kalau shalat malam. Pada suatu hari, tiba tiba tersentuh hatinya, tatkala dari atas jalan layang tol, antara Grogol-pluit, melihat kondisi pemukiman kumuh yang mengenaskan. Tergerak oleh pemandangan itu, dia lalu terjun membantu orang miskin itu, bergaul dengan mereka, mendirikan masjid kecil disitu, mengajarkan anak anak mengaji dengan mendatangkan guru, menyekolahkan mereka yang tidak mampu, mendirikan warung nasi murah, dan kegiatan kegiatan terpuji lainnya. Ia menjual nasi murah seribu rupiah perbungkus lengkap dengan lauk pauknya, dengan syarat yang mau beli shalat dulu atau mengaji barang sebentar. Suatu saat, tatkala akan memasuki masjid kecil yang ia dirikan, ia mendengarkan anak anak sedang mengaji. Tiba-tiba tanpa tahu sebabnya ia menangis terharu, terisak-isak, lama sekali, dan mendadak rasa bahagia datang, tubuhnya bagaikan melayang layang melalui lorong lorong waktu, nyaman dan tenang Ia sungguh merasa bahagia. Kebahagiaan itu tak terlukiskan, tak bisa dibayar dengan harta dan kekayaan yang ia miliki selama ini, tak ada apa-apanya dengan harta yang ia sumbangkan kepada orang miskin selama ini. Ia berkesimpulan; banyak jalan menuju Tuhan. Salah satunya lewat pintu membantu orang miskin. Menolong orang miskin itu bukan berarti kita membantu mereka, melainkan merekalah yang membantu kita. Lewat orang miskin kita didekatkan kepada Allah. Lewat orang miskin, hati kita dibersihkan dari dosa. Banyak yang membantu orang miskin tapi belum tentu semua mendapatkan pengalaman seperti teman saya tadi. Ada orang naik haji tiap tahun tapi perilakunya tak lebih baik daripada seorang bromocorah. Banyak pintu untuk mendekati Tuhan dan setiap orang akan menemukannya berdasarkan pengalaman pribadi masing masing, melalui ikhtiar dan usaha terus menerus. Tiba tiba saya tergugah oleh puisi indah Jalaludin Rumi: Bertahun tahun aku mengetuk pintu-Mu Lamaa tak dibuka Ketika kubuka Baru aku sadar Kalau aku mengetuknya dari dalam . Banten 9 Oktober 2005 Elza Peldi Taher
--------------------------------- Nouveau : téléphonez moins cher avec Yahoo! Messenger ! Découvez les tarifs exceptionnels pour appeler la France et l'international.Téléchargez la version beta. -------------------------------------------------------------- Website: http://www.rantaunet.org ========================================================= Berhenti, berhenti sementara dan konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting -------------------------------------------------------------- UNTUK DIPERHATIKAN: - Hapus footer dan bagian yang tidak perlu, jika melakukan Reply - Besar posting maksimum 100 KB - Mengirim attachment ditolak oleh sistem =========================================================