fyi, ----- Forwarded by Rinaldi Sahir/Indonesia/Sioen on 08/28/04 02:41 PM ----- Indra Subni <[EMAIL PROTECTED]> Sent by: To eramuslim-bounces [EMAIL PROTECTED] @groups.or.id cc [EMAIL PROTECTED] Subject 03/12/04 07:11 AM [Eramuslim-2] Hukum Khitan Bagi Pria Dan Wanita Please respond to Eramuslim <[EMAIL PROTECTED] .or.id> Komunitas Eramuslim dari "[EMAIL PROTECTED]" Editlah email Anda untuk menghemat Bandwidth ----------------------------------------------------- Hukum Khitan bagi Pria dan Wanita Muhammad Ali bin Isma'il Piliang Al-Medani Masalah khitan merupakan perkara yang sudah selayaknya diketahui oleh seorang muslim dan muslimah. Mungkin masalah ini jarang dibahas dikalangan kita, karena dianggap "tabu" atau yang lainnya.Walaupun demikian kami merasa perlu untuk membahasnya secara ringkas, karena bukankah ulama juga telah membahasnya?Bahkan sebelum mereka,perkara ini telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. Dan dasar kita dalam masalah ini juga kisah Ummu Sulaim radliyallahu anha yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam tentang hukum wanita yang bermimpi disetubuhi oleh suaminya hingga keluar mani. Apakah dia wajib mandi? Maka Ummul Mu'minin Ummu Salamah radliyallahu anha berkata: "Wahai Ummu Sulaim, engkau telah mempermalukan wanita dihadapan Rasulullah shallallahu alaihi wa salam. "Maka Ummu Sulaim berkata: "Sesungguhnya Allah tidak malu terhadap hal yang benar. Dan kami akan bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa salam tentang setiap masala yang menyulitkan kami. Itu lebih baik daripada tidak tahu."Ketika itu Rasulullah shallallahu alaihi wa salam menyalahkan Ummu Salamah dan membenarkan tindakan Ummu sulaim. (Hadits hasan lighairihi, riwayat Ahmad 6/377,Jami' Ahkamin Nisa' 1/10) Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu alaihi wa salam bersabda: "Sunanul fitrah ada lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, merapikan kumis, mengerat kuku dan mencabut bulu ketiak." (HR.Muslim 1/541,Abu Daud no.4198, An Nasai 1/14 dan Ibnu Majah 292) Perkataan Ulama tentang Maslah ini Imam An-Nawawi dalam syarh Shahih Muslim 3/148 mengatakan:" Khitan wajib hukumnya menurut madzhab syafi'I dan mayoritas ulama, dan sunnah (mustahab) menurut madzhab Imam Malik dan mayoritas ulama.Menurut Imam Syafi'I rahimahullah,khitan wajib bagi pria dan wanita.Kemudian bagi laki-laki wajib memotong seluruh kulit yang menutupi pucuk zakar hingga terbuka seluruh pucuk zakar.Adapun bagi wanita,wajib memotong sebagian kulit yang ada di atas kemaluanya.Yang shahih dalam madzhab kamiyang dipegang oleh jumhur teman-teman dari madzhab Syafi'I bahwa khitan boleh ketika kecil,bukan wajib.Dan bagi kami ada sisi lain,yaitu wajib bagi wali untuk mengkhitan anak kecil seblum baligh.Dan sisi lain,haram mengkhitannya sebelum umur sepuluh tahun.Menurut pendapat yang shahih,mustahab hukumnya untuk mengkhitan pada hari ketujuh dari lahirnya." Beliau berkata lagi:"Teman-teman kami berselisih tentang banci, ada yang berpendapat wajib juga dikhitan pada kemaluanya setelah baligh. Dan ada yang berpendapat tidak boleh hingga jelas. Adapun yang memiliki dua kemaluan, jika kedua-duanya berfungsi, wajib dikhitan kedua-duanya. Jika hanya satu, maka yang berfungsi saja yang dikhitan. "Kalau ada yang meninggal sebelum dikhitan,dalam hal ini ada tiga pendapat di kalangan rekan kami.Menurut pendapat yang shahih dan masyhur;tidak dikhitan, kecil atau besar.Pendapat lain bahwasanya yang besar dikhitan, yang kecil tidak.Wallahu a'alam." Al-Mawardi rahimahullah berkata menukil perkataan Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari 10/325-326: " Khitan bagi laki-laki adalah memotong kulit yang menutup pucuk zakar. Dan mustahab untuk menghabiskan semuanya dari pangkalnya. Paling tidak, tidak ada yang menutupi pucuk zakar. " Dalam hal ini Imam Al-Haramain rahimahullah berkata: " Yang haq bagi pria adalah memotong kulit yang menutupi pucuk kemaluan, hingga tidak tersisa kulit itu. " Ibnu Shabbagh rahimahullah menyatakan: "Hingga terbuka seluruh pucuk kemaluan. " Ibnu Kujj rahimahullah berkata dengan menukil perkataan Ar-Rafi'I: " Tertunaikan kewajiban dengan memotong sedikit dari bagian atas pucuk kemaluan walau sedikit, dengan syarat diambil semua kulit yang menutupi pucuk kemaluan." Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:" Ini pendapat yang ganjil dan yang pertama lebih kuat." Al Mawardi rahimahullah berkata:" Khitan bagi wanita adalah memotong kulit yang berada di atas kemaluanya di atas tempat masuknya zakar seperti biji atau jengger ayam jantan. Dan yang wajib adalah memotong yang lebih darinya tapi tidak sampai ke pangkalnya." Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan:" Ulama dari kalangan madzab Syafi'I menganggap mustahab bagi orang yang dilahirkan dalam keadaan telah dikhitan untuk tetap dipotong." Dalam hal ini Abu Syamah rahimahullah berkata:"Dan yang mayoritas pada anak yang dilahirkan dalam keadaan dikhitan memang demikian.Khitannya tidak sempurna tapi masih ada yang tersisa, jika demikian wajib disempurnakan." Khitan wajib bagi pria dan merupakan penghormatan bagi wanita, ini pendapat mayoritas ulama sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni 1/85. Dalam kitab yang sama, beliau rahimahullah menyatakan bahwasanya wanita juga disyaria'atkan khitan (1/86). Imam Ahmad rahimahullah berkata." Pria lebih keras perintahnya untuk melaksanakan khitan karena pria bila belum khitan kulit itu akan menutupi zakar. Dan wanita lebih ringan dari itu." Dalam hal pensyariatan khitan bagi wanita, Imam Ahmad membawakan hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa salam: "Jika bertemu dua khitan, wajib mandi." Komentar beliau rahimahullah:"Hadits ini menunjukan bahwasanya wanita juga dikhitan." (lihat Tuhfatul Maudud fi Ahkamil Maulud,Ibnul Qayyim rahimahullah hal.64 cet.India) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata dalam Majmu' Fatawa (21/114) ketika ditanya apakah wanita dikhitan atau tidak? Beliau menjawab: " Alhamdulillah, ya, mereka juga dikhitan.Khitanya dengan memotong kulit yang paling tinggi yang seperti jengger ayam jantan. Rasulullah shalallahu alaihi wa salam berkata kepada wanita tukang khitan: "Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat bginya di hadapan suami." Yakni: jangan berlebihan dalam memotongnya sampai habis, karena tujuan khitan bagi pria adalah agar najis tidak tinggal di dalam kulit zakarnya. Dan tujuan bagi wanita agar nafsunya normal.Jika wanita itu tidak dikhitan, nafsu syahwatnya menggebu-gebu.." Beliau rahimahullah berkata lagi:"Oleh karena itu didapati pada wanita-wanita pelacur dari bangsa Tartar dan wanita eropa apa yang tidak didapati pada wanita kaum muslimin. Tapi jika memotongnya berlebihan,wanita itu akan lemah syahwatnya (frigid) maka tidak sempurnalah tjuan si suami. Bila dipotong tanpa keterlaluan (normal) tercapailah tujuan tersebut. Wallahu a'lam." Bantahan Bagi Pendapat yang Menyatakan Wanita Tidak Dikhitan Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah bab Sunnanul Fitrah berkata:"Hadits-hadits yang memerintahkan untuk menghitan wanita adalah dlaif tidak ada yang shahih sedikitpun." Maka Asy-Syaikh Al-Albani hafidhahullah membantahnya:"ini tidak mutlak. Karena ada riwayat yang shahih bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa salam berkata kepada wanita tukang khitan: "Potonglah dan jangan dihabiskan, karena itu lebih indah bagi wajah dan lebih terhormat baginya di hadapan suami." Diriwayatkan oleh Abu Daud,Al-Bazzar,Ath-Thabrani dan lain-lain.Hadits ini memiliki jalan-jalan dan syawahid dari segolongan sahabat.Telah aku takhrij di dalam Ash-Shahihah (2/353-358) dengan luas yang mungkin engkau tidak dapati di tempat lain. Dan di sana juga telah kuterangkan bahwa khitan dikalangan salaf, berbeda dengan pendapat orang yang tidak mengerti tentang atsar. Termasuk yang menguatkan itu adalah hadits yang masyhur: "Jika bertemu dua khitan wajib mandi." (Hadits ini telah ditakhrij dalam Al-Irwa no.80) Kemudian Sayyid Sabiq berkata:"Tidak terdapat pembatasan waktu dan yang mewajibkannya." Maka dibantah lagi oleh Asy-Syaikh AL-Albani dengan ucapan beliau:"Adapun tentang pembatasan waktu ada dua hadits: Pertama: Dari Jabir radliyallahu 'anhu: "Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam mengaqiqah Hasan dan Husain radliyallahu 'anhuma dan mengkhitan mereka pada hari ketujuh." Haditsnya diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jamush Shagir hal.189 dengan sanad yang semua rijalnya tsiqah, tetapi di dalamnya ada Muhammad bin Abis Suri Al-Asqalani yang padanya ada pembicaraan dari sisi hafalannya. Dan sanadnya juga ada Al-Walid bin Muslim,ia suka melakukan tadlis tasmiyah(1) dan kadang-kadang 'an'anah. Hadits ini dibawakan oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Al-Fath 10/282, bagi Alusy Syaikh dan Al-Baihaqi, dan didiamkan oleh Al-Hafidh, mungkin menurutnya ada jalan lain bagi keduanya. Kedua: Dari Ibnu Abbas radliyallahu 'anhu ia berkata: "Tujuh perkara yang termasuk sunnah pada anak di hari ketujuh adalah diberi nama, dikhitan" Hadits ini diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath 1/334/562, Al-Haitsami berkata dalam Al-Majma' 4/5:"Rijalnya tsiqah." Adapun Al-Hafidh dalam Fathul Bari 9/483 berkata:" Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan pada sanadnya ada kelemahan." Saya (Al-Albani) katakan:"Ini benar. Karena dalam sanadnya ada Rawad bin Al -Jarrah. Ia lemah sebagaimana disebutkan dalam Al-Kasyif oleh Imam Adz-Dzahabi. Akan tetapi hadits ini saling menguatkan, sebab sumbernya berbeda dan tidak ada yang tertuduh suka berdusta di dalamnya. Pengikut madzhab Syafi'I mengambil pendapat ini, maka mereka menganggap mustahab khitan pada hari ketujuh dari kelahiranya, sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Majmu' 1/307 dan selainnya. Adapun batas maksimal khitan adalah sebelum baligh. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:" Tidak boleh bagi wali untuk tidak mengkhitan sampai lewat baligh." (Tuhfatul Maudud hal.60-61) Mengenai hukum khitan, maka yang rajih menurut kami adalah wajib. Dan ini merupakan pendapatnya madzhab jumhur seperti Malik, Syafi'I, Ahmad dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnul Qayyim. Beliau membawakan argumen dan hukumnya sampai lima belas sisi,walau secara terpisah kurang kuat tetapi secara keseluruhan menjadi kuat. Dan tidak cuckup untuk membawakannya disini.Kita cukupkan dengan dua sisi saja: Pertama: Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Kemudian Kami wahyukan kepadamu:"Hendaklah engkau mengikuti agama Ibrahim yang lurus." Khitan termasuk agama Ibrahim. Ini sisi yang bagus dalam berhujah, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Al-Baihaqi yang dinukil oleh Al-Hafidh dalam Fathul Bari 10/281. Kedua: Khitan adalah syi'ar Islam yang paling jelas yang membedakan dengan Yahudi dan Nashrani,hingga kaum muslimin hampir-hampir semuanya dikhitan. Siapa yang ingin meneliti lebih lanjut, silahkan merujuk pada kitab Tuhfatul Maudud hal.53-60." (Tamamul Minnah. 67-69). Keadaan Ketika Khitan "Hendaklah khitan pria dilakukan dengan terang-terangan dan untuk wanita tertutup." Sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Abdillah bin Al-Haj dalam Al-Madkhal yang dinukil oleh Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Al-Fath 10/355. Wallahu a'lam bish shawab. Maraji : 1.Fathul Bari 2.Syarh Shahih Muslim 3.Tamamul Minnah 4.Jami' Ahkamul Nisa' 5.dll (1)Ini adalah jenis tadlis yang paling jelek. Gambaranya: seorang mudallis menyampaikan sebuah hadits yang dia dengar dari seorang syaikh yang tsiqah.Syaikh tersebut mendengar hadits itu dari rawi yang lemah (dhaif) dan rawi yang lemah itu meriwayatkan dari yang tsiqah. Maka si mudallis ini menghilangkan rawi yang lemah itu ketika menyampaikan hadits dengan kata-kata yang bersifat rancu, seperti dengan an'anah (menyebut dari 'an/dari, bukan dengan kata yang pasti seperti:"meriwayatkan kepadaku" atau" mengabarkan kepadaku" dan yang semisalnya). Maka sanad itu berubah menjadi dari orang-orang yang tsiqah. [Muslimah/Edisi XXVII/1419 H/1998M (Salafy/Edisi XXVII/1419 H/1998 M] ------------------------------------------------ HUKUM KHITAN BAGI WANITA. Pertanyaan. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani ditanya : "Apakah khitan (sunat) bagi wanita itu hukumnya wajib ataukah sunnah yang disukai saja ?" Jawaban. Telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bukan hanya dalam satu hadits, anjuran beliau untuk menyunat wanita. Beliau juga memerintahkan wanita yang menyunat untuk tidak berlebihan dalam menyunat. Tapi dalam masalah ini berbeda antara suatu negeri dengan negeri-negeri lainnya. Kadang-kadang dipotong banyak dan kadang-kadang hanya dipotong sedikit saja (ini biasanya terjadi di negeri-negeri yang berhawa dingin). Jadi sekiranya perlu dikhitan dan dipotong, lebih baik di potong. Jika tidak, maka tidak usah di potong. [Fatwa-Fatwa Albani, hal 162-163, Pustaka At-Tauhid] HUKUM KHITAN BAGI ANAK PEREMPUAN. Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' ditanya: "Apa hukum khitan bagi anak perempuan, apakah termasuk sunnah atau makruh?". Jawaban. Khitan bagi wanita disunnahkan berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallalalhu 'alaihi wa sallam bahwa sunnah fitrah itu ada lima, di antaranya khitan. Juga berdasarkan riwayat Khalal dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan bagi para wanita" [Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119] SALAHKAH TIDAK MELAKUKAN KKHITAN ? Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta' : "Saya mendengar khatib di masjid kami berkata di atas mimbar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menghalalkan khitan bagi para wanita. Kami berkata kepadanya bahwa wanita-wanita di daerah kami tidak dikhitan. Bolehkan seorang wanita tidak melakukan khitan ?" Jawaban. Khitan bagi wanita merupakan kehormatan bagi mereka tapi hendaknya tidak berlebihan dalam memotong bagian yang dikhitan, berdasarkan larangan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda. "Artinya : Sunnah-sunnah fitrah itu ada lima ; khitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak" [Muttafaq Alaih] Hadits ini umum, mencakup lelaki dan perempuan. [Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120] SEBAGIAN MAJALAH MENYEBUTKAN BAHWA MENGKHITAN WANITA ADALAH KEBIASAAN YANG BURUK. Pertanyaan. Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Khitan bagi wanita termasuk sunnah ataukah kebiasaan yang buruk ? saya membaca di salah satu majalah bahwa mengkhitan wanita bagaimanapun bentuknya adalah kebiasaan buruk dan membahayakan dari sisi kesehatan, bahkan bisa menyebabkan pada kemandulan. Benarkah hal tersebut ?" Jawaban. Mengkhitan anak perempuan hukummnya sunnah, bukan merupakan kebiasaan buruk, dan tidak pula membahayakan jika tidak berlebihan. Namun apabila berlebihan, bisa saja membahayakan baginya. [Fatwa Lanjah Daimah lil Ifta ; 5/120] HUKUM BERPESTA PORA DALAM PERAYAAN KHITAN Pertanyaan. Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : "Apa hukum mengkhitan wanita, dan apa hukum berpesta pora dalam perayaan khitan ?" Jawaban. Khitan bagi wanita disunnahkan dan merupakan kehormatan bagi mereka. Sedangkan berpesta dalam perayaan khitan, kami tidak mendapatkan dasarnya sama sekali dalam syari'at Islam yang suci ini. Adapun perasaan senang dan gembira karenanya, merupakan hal yang sudah seharusnya, karena khitan merupakan perkara yang disyariatkan. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman. "Artinya : Katakanlah. Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah labih baik dari apa yang mereka kumpulkan" [Yunus : 58] Khitan merupakan keutamaan dan rahmat dari Allah, maka membuat kue-kue pada saat dikhitan dengan tujuan untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala boleh dilakukan. [Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta 5/123] [Fatwa-Fatwa Tentang Wanita-3, hal 121-123, Darul Haq] Jazakumullah Khoir, naufal<[EMAIL PROTECTED]> -~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ISLAM ADALAH RAHMATAN LIL'AALAMIIN HIDUP MULIA ATAU MATI SYAHID ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~ ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________