Gerakan Paderi di Pantai Sumatera Syekh Daud Pergi Dengan Membawa Senang dan Kecewa Oleh Redaksi Padang Ekspress
Oleh: Suryadi, Mahasiswa Universitas Leiden Antara tahun 1825-1830-an-periode perkiraan Syekh Daud pergi ke Mekah. Pemerintah Kolonial telah mengeluarkan tiga resolusi tentang haji. Namun dalam ketiga resolusi itu tidak disebutkan ketentuan jumlah minimal uang belanja yang harus dibawah oleh seorang calon haji (Calhaj) untuk menghidupinya selama dalam perjalanan. Namun sebagai ilustrasi, di akhir abad ke-19, menurut laporan Snouck Hurgronje, seorang Calhaj Jawa minimal harus mengantongi uang 400 Gulden. Syekh Daud pergi ke Mekah dengan membawa rasa tidak senang dan kecewa terhadap kaum ulama "kolot" di kampungnya. Lepas dari soal uang, perasaan malu bercampur dendam akibat kalah berdebat dengan Syekh Lubuk Ipuh tempo hari sudah lebih dari cukup untuk membulatkan niatnya pergi ke Tanah Suci. Ia pergi meninggalkan sanak familinya di Sunur, termasuk satu-satunya anak perempuan kesayangannya, Umi Salamah. Tak ada catatan apapun tentang kapan Daud bertolak dari entreport Pariaman menuju Mekah, tapi sangat mungkin peristiwa itu terjadi di tahun tertentu dalam dekade 20-an abad ke-19. Daud hanya mencatat bahwa perjalanan kapal dari Singapura ke Jedah menghabiskan waktu lebih kurang tiga bulan, jika angin tenang dan laut bersahabat. "Tiga bulan lebih dan kurang, Dari Singapura kapal menyeberang, jikalau angin dari belakang, sampai di Jedah pelabuhan tenang" Namun tidak jarang perjalanan itu membutuhkan waktu lebih lama lagi. Pada waktu itu, perjalanan ke Mekah sangat ditentukan oleh iklim di laut, ketersediaan kapal, dan rute pelabuhan kapal yang disinggahi kapal itu sendiri. Belakangan melalui Syair Sunur dapat diketahui bahwa di Mekah Syekh Daud giat belajar ilmu agama dan juga ilmu sastra. Ia pergi ke Mekah untuk menuntut ilmu lebih banyak sebagai reaksi positif atas kekalahannya berdebat dengan Syekh Lubuk Ipuh. Syekh Daud sangat mungkin telah tinggal di Mekah selama beberapa tahun, diperkirakan dalam tahun-tahun antara 1827 dan 1832 tinggal di tanah suci selama beberapa tahun sambil berguru ke seseorang atau beberapa orang guru tarekat adalah kebiasaan umum para jamaah haji Nusantara pada abad ke-19. Di kalangan jamaah haji di Mekah mereka disebut jamaah mukmin atau orang Jawah. Namun ada juga sebagian haji Jawah yang memanfaatkan kesempatan naik haji untuk berdagang, dan tidak sedikit pula yang terjebak dalam dunia perbudakan orang Arab karena kehabisan uang. Ada cerita yang beredar dikalangan masyarakat Sunur sampai sekarang bahwa Syekh Daud terkurung selama setahun dalam Ka'bah. Kebenaran cerita ini patut diragukan. Akan tetapi kita dapat memberi interpretasi, cerita itu lebih merupakan siratan bahwa Syekh Daud cukup lama tinggal di Mekah. Sudah merupakan tujuan awal bagi seorang Calhaj Jawah yang berlayar ke Mekah untuk menunaikan rukun Islam kelima. Entah karena kebohan atau lebih disebabkan oleh keyakinan, mereka seolah-olah tidak takut menantang bahaya di perjalanan-di jual sebagai budak, terkena penyakit menular, tenggelam di laut, ditipu, disamun orang Badui di Jazirah Arab dan berbagai penderitaan lainnya. Mereka menyiapkan diri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka yang paling suci di tempat-tempat dulunya digunakan oleh beberapa suku gurun pasir sebagai desa-desa pasar (Mekah), dan bahwa beberapa orang Eropa kafir menempuh bahaya kematian untuk menyaksikan pertunjukkan (haji) yang terlarang baginya. (bersambung) ____________________________________________________ Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting ------------------------------------------------------------ Tata Tertib Palanta RantauNet: http://rantaunet.org/palanta-tatatertib ____________________________________________________