http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004112502292527


PENDIDIKAN

--------------------------------------------------------------------------------

Kongres Minangkabau Libatkan Masyarakat di Rantau

PADANG (Media): Seminar Internasional Minangkabau yang berlangsung selama dua hari berhasil merumuskan perlunya Kongres Minangkabau yang akan melibatkan semua komponen masyarakat, baik di ranah atau di rantau.

Ketua Panitia Seminar yang juga salah seorang Tim Perumus, Herwandi, mengatakan hal tersebut di Padang, Sumatra Barat, kemarin. Dia mengatakan, kongres ini akan membahas secara sistematis, terencana, dan terarah untuk lebih mematangkan pemikiran tentang budaya Minangkabau. "Sistem nilai inti kebudayaan Minangkabau sebagai rujukan dasar dalam menyusun kelembagaan kebijakan serta strategi kebudayaan perlu dirumuskan," katanya.

Herwandi yang juga dosen sejarah di Fakultas Sastra Universitas Andalas, Padang, itu mengatakan, orientasi nilai budaya orang Minangkabau tidak jelas. Hal ini antara lain tercermin dari tidak jelasnya posisi gender pada kekerabatan matrineal dan tidak adanya pranata budaya yang mencakup seluruh alam Minangkabau yang berfungsi secara maksimal.

"Mungkin alam Minangkabau tidak dirancang menjadi satu kesatuan yang utuh, yang ada hanya konfederasi simbolik, sehingga memerlukan suatu strategi kebudayaan ke depan untuk menjawab persoalan-persoalan mutakhir," papar Herwandi, seraya mengatakan konsepsi kebudayaan Minangkabau belum mampu mengakomodasi perkembangan pola-pola multikultural baru.

Sebelum digelar Kongres Minangkabau, kata Herwandi, akan didahului dengan prakongres yang di dalamnya akan diadakan Kongres Perempuan Minangkabau. Untuk melaksanakan persiapan kongres akan dibentuk Badan Pekerja Kongres.

Selain merekomendasikan Kongres Minangkabau, juga perlu revitalisasi suasana keminangkabauan dalam kehidupan masyarakat, seperti mengembalikan nama-nama tempat, nagari sesuai dengan pengucapan masyarakat Minangkabau, pencantuman kolom suku dan gelar dalam kartu tanda penduduk (KTP), mengukuhkan posisi nagari sebagai basis kultural, melakukan enkulturasi bahasa dan budaya Minangkabau, serta pemakaian nama-nama orang sesuai dengan pola Minangkabau yang Islami.

Rekomendasi ini berangkat dari kerisauan para pembicara dan peserta seminar yang terdiri dari berbagai komponen masyarakat terhadap kondisi Minangkabau saat ini. Seminar yang dibuka Gubernur Sumatra Barat Zainal Bakar itu diselenggarakan dalam rangka menyambut Festival Minangkabau atau Pekan Seni Budaya Sumatra Barat yang akan diselenggarakan pada 18-24 Desember mendatang


http://www.mediaindo.co.id/cetak/berita.asp?id=2004112401001928

PENDIDIKAN

--------------------------------------------------------------------------------

Terjadi Degradasi Orang Minang di Pentas Nasional

PADANG (Media): Nama besar orang Minang di pentas nasional tinggal kenangan. Kini, terjadi degradasi kepemimpinan orang Minang di tingkat nasional. Sayangnya, saat ini tak ada upaya membangun kebesaran seperti masa lalu, yang ada hanya membangun kesadaran sejarah palsu.

Demikian butir-butir pemikiran yang disampaikan sejarawan Mestika Zed dalam Seminar Internasional Kebudayaan Minangkabau di Padang, Sumatra Barat, kemarin. Kepala Pusat Kajian Sosio-Budaya dan Ekonomi (PKSBE) Universitas Negeri Padang ini memprihatinkan fenomena bahwa orang Minang masih lebih suka menghitung-hitung tokoh Minang di pentas nasional, terutama yang menduduki kursi menteri.

Selain itu, orang Minang juga suka mereka-reka asal-usul tokoh yang sedang berkuasa. "Jika kemudian diketahui tokoh yang bersangkutan orang Minang, maka berbagai pendekatan untuk mendapatkan klaim orang Minang pun dilakukan," kata tokoh Forum Peduli Sumatra Barat (FPSB), lembaga swadaya masyarakat yang menyeret legislatif dan eksekutif dalam kasus korupsi APBD 2002 sebesar Rp5,9 miliar itu.

Seminar ini diselenggarakan dalam rangka menyambut Festival Minangkabau atau Pekan Seni Budaya Sumatra Barat pada 18-24 Desember mendatang.

Gejala degradasi, menurut Mestika, sudah lama terlihat. Gejala itu diperkirakan berlangsung sejak zaman pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958-1961. Akibatnya, makin dirasakan setelah memasuki rezim Orde Baru. "Sejak itu, diskontinuitas sejarah orang Minang pun mulai terjadi," paparnya.

Pemberontakan itu, katanya, meluluhlantakkan kampung halaman orang Minang dan hilangnya satu generasi pemuda. "Lebih-lebih karena dari yang tersisa memilih untuk meninggalkan kampung halaman alias merantau," tandasnya.

Mayoritas pembicara dalam seminar menyampaikan kerisauannya terhadap kondisi Minangkabau saat ini, seperti Budayawan Edy Utama dan cendekiawan Saafruddin Bahar.

Edy Utama mengatakan, orang Minang terlena dengan kebesaran sejarah masa lalu. Seharusnya, kebesaran masa lalu tak perlu membuat orang Minang menepuk dada. "Jadikan masa lalu sebagai pelajaran yang bisa dipetik untuk kemajuan masa sekarang dan akan datang, ujarnya.

Sementara dosen FISIP Unand Sri Setyawati mengatakan, walaupun orang selalu mengatakan status perempuan Minang tinggi, sebetulnya ia tak punya kekuasaan apa-apa. Masih sedikit perempuan Minang yang menempati posisi jabatan politik strategis, seperti kepala kaum atau kepala suku.






Z Chaniago - Palai Rinuak - http://www.maninjau.com ====================================================================== Alam Takambang Jadi Guru ======================================================================



____________________________________________________

Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: http://rantaunet.org/palanta-setting
------------------------------------------------------------
Tata Tertib Palanta RantauNet:
http://rantaunet.org/palanta-tatatertib
____________________________________________________

Kirim email ke