Maaf, subjectnya saya ganti dengan budaya=ketertinggalan..? supaya
diskusinya lebih terarah.

Saya melihat ada yang keliru atas pengambilan kesimpulan Sdr. Ahmad
Syafi'i, MA ini. Premis-premis yang diambil sudah benar, namun sewaktu
mengambil kesimpulannya tidak tepat.

Saya lebih cenderung mengganti kata 'budaya Jawa' yang dipakai beliau ini
menjadi 'ketertinggalan di Jawa'. Dengan alasan bahwa:

1. Kalau dulu (berabad-abad yang lalu, katanya) peran politik wanita masih
lemah sehingga belum ada pemimpin wanita, saya kira justru karena
kesempatan wanita untuk memperoleh kesempatan pendidikan dan informasi
masih tertinggal dari kaum lelaki. Nah, dengan semakin samanya mendapatkan
kesempatan pendidikan dan informasi seperti beberapa dekade ini,
ketertinggalan kaum wanita sudah semakin tipis dan hampir tidak nampak
lagi. Dengan sendirinya, perannya di segala bidang sudah tidak dapat dan
tidak perlu dibendung lagi. Kalau memang menonjol dan bisa di depan kaum
lelaki (dalam hal kepemimpinan), kenapa tidak?

2. Analogi lain, kalau jaman dulu wanita di Jawa tidak pernah ditemukan
(tidak dibolehkan) menjadi tentara, lalu sekarang banyak tentara wanita.
Apa ini juga karena menyalahi budaya Jawa? Dan banyak contoh-contoh yang
lain....

Saya kira, masih banyak saja orang yang tidak menyadari realita di depan
mata hingga saat ini. kalau boleh saya istilahkan, masih banyak yang
'terlelap' oleh mimpi lama. Saya menyadari, bahwa kita tidak akan 'bangun
tidur' secara bersamaan, karena memang kita punya latar belakang
pengetahuan dan kesadaran yang berbeda.

Akhirnya, Sdr. Ahmad Syafi'i, MA ini saya anggap sebagai salah seorang dari
mereka yang nantinya 'terlambat bangun tidur'.

Salam,
Budi

At 07:20 AM 7/14/99 +0700, you wrote:
>Republika: Dalam Budaya Jawa Wanita Jadi Presiden Sulit Diterima
>
>JAKARTA -- Sekretaris Badan Litbang Agama Departemen Agama, Ahmad Syafi'i
>MA, berpendapat masalah kepemimpinan perempuan di Indonesia sangat
>berkaitan dengan budaya lokal di tanah air. Dalam budaya Jawa misalnya,
>kata dia, peran politik perempuan masih sangat lemah, bahkan sangat sulit
>diterima jika seorang perempuan menjadi pemimpin suatu wilayah, apalagi
>pemimpin nasional.
>
>Menurut Syafi'i, dalam wilayah publik di budaya Jawa, tidak pernah seorang
>perempuan menjadi pemimpin. ''Secara realistis, sejak berabad lalu tidak
>pernah seorang perempuan memimpin suatu wilayah di Jawa.''
>
>...
>
>Yw: Gile bener. Kalo budaya Jawa bilang gitu, emangnya kenapa?
>    Negaramu itu negara Indonesia atau negara Jawa?
>    Lagi pula: dalam budaya Jawa selama berabad-abad presiden
>    itu tidak pernah ada. Toh nyatanya sekarang ada...
>
>    ;-)
>

Kirim email ke