Masih berhubungan dengan soal Jawa Pos tapi kali ini terakhir saya baca di detik.com. Sebagai pembaca saya kira mesti lebih hari hati aja kalau baca berita koran Indonesia. Contohnya: Pada artikel tg 21/5/2000 oleh wartawan detik.com bernama Lukmanul Hakim berjudul " KH Hasyim Muzadi: 40% Warga NU Tolak Jawa Pos". Didalam tulisan tsb ada kata bahwa Kiai NU "mengharamkan" membaca Jawa Pos. Padahal saya rasa kata "memboikot" lebih pantas. Saya percaya, tidak semudah itu para kiai NU men-dakwah-kan haram atau halal-nya membaca Jawa Pos. Kayaknya memang wartawan ingin kata kata yang menarik/sensasional aja. Sering lupa bagaimana sensitifnya kata pilihan-nya. Akibatnya bisa bikin tambah huru hara. Serba salah. mau diapain si wartawan. Namanya juga cari rejeki buat makan sehari hari. Kapasitas pemikirannya aja mungkin masih lemah dan juga pendidikannya belum tentu sehebat penulis di PERMIAS net seperti Eyang Troy/Jefrry Anjasmara dan Nasrulah Idris. kalau penulis permias net ini sih, makan dll kayaknya sudah cukup jadinya sempat mikir lebih jernih...yang jangka panjang:) nasruli. ________________________________________________________________________ Get Your Private, Free E-mail from MSN Hotmail at http://www.hotmail.com