-----Original Message-----
From: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Monday, June 28, 1999 9:24 AM
Subject: [imaam] Upaya Mengisolasi Kaum Muslimin takkan Pernah Berhasil


Kompas, Senin, 28 Juni 1999

Upaya Mengisolasi Kaum Muslimin takkan Pernah Berhasil

Jakarta, Antara

Calon presiden dari Partai Keadilan Didin Hafidhuddin menyatakan, upaya
mengisolasi kaum muslimin dari kehidupan politik, ekonomi, dan sosial serta
menempatkan mereka pada lapangan hubungan vertikal saja, tidak akan pernah
berhasil.

"Dalam berbagai coraknya Islam senantiasa muncul sebagai sebuah latar
belakang gerakan di berbagai wilayah di muka bumi ini," katanya dalam
diskusi
"Rekonstruksi Gerakan Umat Islam Menyongsong Milenium Ketiga" di Jakarta,
Sabtu (26/6), sekaligus memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 12 Rabiul Awal
1420 Hijriah.

Gerakan Islam, katanya, sering diartikan sebagai bentuk aktivitas massal
secara kolektif dan terorganisir rapi untuk mengembalikan Islam dalam
kepemimpinan masyarakat dan menjadi pengarah bagi segenap kehidupan.

Jadi, tambah Didin, gerakan Islam adalah sebuah aktivitas yang sistematik
dan
bukan hanya ungkapan kata-kata, khotbah atau ceramah, buku atau makalah,
kendati semua itu diperlukan.

"Gerakan Islam secara fundamental bertitik tolak atas dorongan dari dalam,
karena yakin dan semata-mata mengharap keridhaan Allah SWT bukan imbalan
manusia. Gerakan Islam sesungguhnya adalah representasi dari pemahaman
terhadap ajaran dan sejarah Islam itu sendiri," katanya.

Para pemikir besar dunia yang mempelajari ajaran Islam, katanya, mengakui
hal
itu sebagaimana dikomentari Betrand Russell, Montgomery Watt, dan lain-lain.

Beberapa hambatan

Meskipun demikian, Didin mengakui, terdapat beberapa hambatan dalam upaya
aktualisasi ajaran Islam menjadi sebuah gerakan. Pertama, kesalahpahaman
tentang makna politik dalam Islam. "Sebagian orang berpendapat bahwa Islam
tidak memiliki kaitan dengan politik, padahal tidak demikian," katanya.

Pengertian politik dalam Islam, katanya, diturunkan secara lebih luas kepada
sistem pengendalian yang lain semisal "siyasatuddaulah" (pengendalian
negara), "siyasatul mujtama" (pengendalian masyarakat), "siyasatud da-wah"
(pengendalian dakwah), dan "siyasatul 'usrah (pengendalian keluarga), dan
sebagainya.

Politik Islam, katanya, dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan untuk
menjadikan Islam sebagai pengendali dari sistem kehidupan manusia.

Kedua, pengertian yang sempit dari sebagian orang mengenai partai yang
seringkali menjadi sebuah istilah yang sangat erat dikaitkan dengan gerakan
Islam.

Ketiga, medan yang terlalu luas menyebabkan gerakan Islam seringkali
mendapat
hambatan dan itu menjadi sebuah sumber bagi upaya pendistorsian peran
gerakan
dalam kehidupan.

Proses deislamisasi yang dilakukan penjajah di negeri-negeri muslim selama
berabad-abad sedemikian dahsyatnya sehingga sebagian besar penduduk hidup di
dalam dua alam, kebodohan dalam agama atau keterasingan dari agama.
Sedangkan
proses penyadaran keislaman pasca kemerdekaan seringkali kalah berpacu
dengan
proses sekularisasi dan deislamisasi yang terus berjalan dengan dukungan
pemerintahan yang otoriter dan teknologi informasi yang canggih.

"Untuk itu perlu dikembangkan sebuah pola gerakan yang mampu menjamin sisi
kecepatan dan soliditas," katanya.

Keempat, gerakan Islam selalu berhadapan dengan pemerintahan atau
pihak-pihak
lain yang tidak demokratis yang sering bermain curang atas nama demokrasi.

Kelima, sikap apatis sebagian kelompok muslim yang tidak sabar melihat
kenyataan banyaknya gerakan Islam yang tumbuh di sebuah wilayah. "Banyak di
antara mereka yang tidak sabar menanti hasilnya dan terlalu cepat menilai
negatif terdapatnya beberapa gerakan Islam yang berbeda," katanya.*

Kirim email ke