Apresiasi Hadiah Lebaran (HL) tidak diikuti dengan apresiasi pola
berpikir ekonomis. Akibatnya banyak HL tanpa perhitungan.  Sehingga
manfaatnya bersifat spekulatif : sulit ditebak sejak penyerahannya.
     Karenanya banyak kejadian ironi. HL tidak termanfaatkan karena
kelebihan. Sehingga terpaksa dijadikan HL lagi.  Padahal pemberi pertama
tentu berharap agar pemberiannya bisa dipakai.
     Kita ambil contoh Pak Adnan (nama samaran). Ulama besar ini setiap
menjelang lebaran memperoleh sarung dengan jumlah  kodian. Ia merasa dilema
juga. Bila ditolak takut tersinggung. Tetapi bila diterima ... yang lama pun
masih bagus. Tentu  saja karena faktor tata krama orang timur tidak mungkin
berkata : "Jangan ini dong. Tetapi yang lain !" atau "Wah sudah  banyak
sarung di lemari"
     Akhirnya daripada sarung tersimpan di lemari dibagikannyalah kepada
para kerabat sampai habis.
     Lain halnya bila diniatkan sebagai mediator. Artinya secara tidak
langsung ia diminta untuk membagikannya.
     Seharusnya bila akan memberi juga dengan produk lain saja di mana
diperkirakan tidak dimiliki tetapi dibutuhkan.  Soalnya bagaimana pun
mahalnya sarung tetapi manfaatnya rendah bila sudah kelebihan.
     Di sinilah pentingnya perhitungan. Yaitu mencari data berupa kebutuhan
penerima dan kemampuan pemberi. Interaksi  keduanya menghasilkan keputusan
bernilai selektif dan rasional. Yakinlah peluang untuk bisa terpakai pun
akan bertambah  besar. Logikanya : memberi HL berupa kemeja kepada penjual
cendol keliling tentu akan lebih kena ketimbang pengecer  kemeja trotoar.
     Pemberian HL berlatar berdasarkan perhitungan sesungguhnya menunjukkan
adanya kasih sayang dan tanggung jawab dari  pemberi. Ia berobsesi adanya
perubahan positif pada penerima dalam jangka waktu tertentu akibat
penggunaannya.
     Sedangkan besarnya manfaat HL dari aspek psikologis menggambarkan
luasnya wawasan si pemberi dalam hal pengambilan  keputusan.
     Memang mulanya dirasakan kurang efisien. Terlebih untuk produk berharga
murah. Tetapi justru tanpa itulah banyak HL  tidak efektif.
     Tetapi bila sudah dicoba serta bertepat guna mungkin akan merangsang
kita untuk melakukannya lagi. Soalnya kebanyakan  pemberi tidak melakukannya
karena belum dicoba.
     Coba kita pikir apakah memberi hadiah kepada ulama serta berkecukupan
lebih efektif dengan buku agama atau sarung  sholat ? Secara statistika
jelas yang pertama. Karena sama saja dengan menyampaikan pengetahuan baru.
Sedangkan sarung  sholat jelas tidak. Berdasarkan pengalaman pun rasanya
susah mencari ulama seperti itu sampai tidak mempunyai sarung  sholat satu
pun.


Salam,

Nasrullah Idris

Kirim email ke