** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com 
**http://www.suaramerdeka.com/harian/0601/27/opi03.htm

Imlek dan Agama Khong Hu Cu
Oleh Paulus Hariyono 
MINGGU lusa (29/1) masyarakat Tionghoa khususnya penganut agama Khong Hu Cu 
merayakan Imlek 2557, yaitu Tahun Baru berdasarkan peredaran bulan dan tahun 
didasarkan pada tahun kelahiran Nabi Khong Hu Cu, 551 tahun SM. 

Saat itu di negeri China berlangsung musim semi. Orang Tionghoa dari suku 
Hokkian akan mengatakan, Sin Chun Kiong Hi berarti Selamat Hari Raya Musim 
Semi, saat orang bersuka cita. Sedangkan orang Tionghoa dari suku Konfu di 
Kanton atau provinsi Guangdong di daratan Cina, akan mengatakan Gong Xi Fa Cai 
yang berarti Semoga Sukses, Banyak Rezeki.

Secara umum, perayaan Tahun Baru Tionghoa memiliki makna permohonan agar dalam 
setahun berikutnya orang memperoleh kesejahteraan, rezeki dan keberuntungan. 
Agar permohonan terkabul mereka meminta restu dari orang tua atau orang yang 
dianggap lebih tua dengan meminta maaf atas kesalahan dan dosa-dosa yang telah 
dilakukan selama setahun berjalan. 

Secara religi, perayaan tahun baru bertujuan mendapatkan pembebasan, 
penyembuhan, penyucian, pemurnian dan pembaruan dari Tuhan YME untuk memperoleh 
hidup baru dan semangat baru agar dapat menempuh masa-masa yang akan datang 
dengan lebih baik.

Pada agama Khong Hu Cu, bakti anak kepada orang tua merupakan ajaran yang 
utama. Agama-agama tradisional umumnya menganggap orang tua adalah representasi 
dari alam jagat raya, setelah raja merupakan titisan dari The Rightness. 

Orang tua adalah asal mereka ada dan tujuan mereka hidup. Karena itu dalam 
perayaan Imlek terdapat upacara menghormat kepada orang tua atau kepada orang 
lain yang dianggap lebih tua dalam bentuk pay cia, dengan menggerak-gerakkan 
tangan yang dikepal di depan dada, sambil memohon ampun atas kesalahan dan dosa 
yang telah dilakukan. 

Dahulu ada tradisi pay qui, atau sungkem. Orang tua duduk dan anak-anak 
melakukan sungkem kepada orang tua. Kemudian orang tua memberikan ang pao 
kepada anak-anak.

Pada zaman dahulu, perayaan Imlek berlangsung pada puncaknya pada hari ke - 15, 
dengan melakukan perayaan Cap Go Meh, yang berarti malam menjelang hari ke-15, 
saat bulan purnama bersinar penuh. Apabila perayaan Imlek banyak difokuskan 
pada keluarga, maka perayaan Cap Go Meh difokuskan pada perayaan 
kemasyarakatan. 

Pada abad ke-19 hingga tahun 1955, pesta Cap Go Meh menjadi pesta rakyat hampir 
semua golongan di kota-kota Indonesia yang memiliki nuansa etnis Tionghoa yang 
kental. Mereka merayakan dengan pesta lampion yang dibawa anak-anak dan 
dipajang di depan rumah. 

Agama Khong Hu Cu 

Perayaan Imlek dengan puncaknya pada Cap Go Meh, memiliki makna religi yang 
positif. Perayaan yang bersifat kebudayaan ini dapat dikatakan identik dengan 
keagamaan. Umat Khong Hu Cu yang biasa merayakan perayaan ini (tentu umat lain 
dapat ikut merayakan) pada kenyataannya sampai sekarang masih kesulitan 
memperoleh pengakuan akan agamanya. 

Sekalipun peraturan yang berlaku tidak ada lagi yang melarang eksistensi agama 
ini, menurut Gan Kok Hwie (Ketua MAKIN Semarang), petugas pemerintah merasa 
kesulitan mencantumkan agama Khong Hu Cu sebagai salah satu agama dalam 
dokumen, termasuk KTP, karena belum ada petunjuk pelaksanaannya. 

Sementara itu secara konstitusi sebenarnya masih ada pengakuan akan agama Khong 
Hu Cu melalui Penetapan Presiden (Penpres) RI No1 Th 1965 tentang Pencegahan 
Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. 

Di dalam Penpres tersebut, yang kemudian melalui UU No 5 Th 1969 ditetapkan 
sebagai UU No. 1/PnPs/1965 disebutkan, "Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk 
Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khong Hu Cu". 
Bahkan dalam buku pelajaran yang lama untuk anak-anak SD pada masa itu juga 
disebutkan Khong Hu Cu sebagai salah satu agama di Indonesia.

Pengakuan yang setengah-setengah itu menimbulkan pengetahuan yang kurang benar 
pada anak-anak SD kelas 3 dalam buku pegangan Ilmu Pengetahuan Sosial yang 
terbit tahun 2004. Dikatakan dalam buku itu, kelenteng adalah tempat ibadat 
orang Tionghoa. Padahal orang Tionghoa zaman sekarang ada yang beragama Islam 
dan Nasrani. Meskipun secara hukum tidak ada pelarangan, tetapi suara miring 
tentang Khong Hu Cu sebagai agama masih ada saja. 

Syarat Agama

Biasanya Khong Hu Cu dikatakan belum memenuhi syarat sebagai agama, karena 
tokoh Khong Hu Cu tidak diakui sebagai nabi, melainkan ahli pikir atau 
filsafat. Demikian pula kitab suci agama Khong Hu Cu, Su Shi, berisi etika 
moral dan perilaku, tidak berkaitan dengan dunia Illahi yang menyangkut 
persoalan dosa dan penyucian. 

Untuk mengatasi kesimpangsiuran itu, sebenarnya perlu dilacak definisi tentang 
agama. Beberapa definisi tentang agama dapat dilihat dari definisi yang 
dikumpulkan oleh William P. Alston dalam The Encyclopedia of Philosophy 
(1967:140) dari berbagai tokoh berikut ini.

Martineau, seperti dikutip oleh Alston di atas, memberikan pengertian, dalam 
agama terkandung kepercayaan dan menyatu dalam kehidupan Tuhan, mengandung 
pemikiran dan kehendak yang suci, mengatur dunia dan memegang hubungan moral 
yang baik di antara sesama manusia. 

Bradley menyebutkan agama lebih merupakan usaha untuk mengungkapkan realita 
kebaikan melalui setiap aspek kehidupan manusia. Berkaitan dengan kritik bahwa 
kitab Su Shi sekadar etika tentang cara hidup yang baik, ternyata menurut 
Bradley pun etika tentang hidup yang baik termasuk agama. Hal yang sama 
dikemukakan oleh John A. Titaley ketika menyampaikan makalah dalam seminar 
nasional "Kebebasan Beragama antara Hakikat dan Kenyataan, Telaah Multi 
Perspektif dalam Konteks Pluralitas" di Universitas Katolik Soegijapranata 
Semarang, 30 September-1 Oktober 2005.

Arnold menyebutkan agama adalah etika yang dijunjung tinggi dan diagungkan dan 
dihidupkan oleh perasaan manusia. McTaggart menyebutkan agama dideskripsikan 
sebagai emosi yang menetap dalam hati akan kepercayaan yang berkaitan dengan 
harmoni antara manusia dengan alam raya. Haydon mengatakan jantung dari agama 
adalah pencapaian manusia sebagai mahluk sosial untuk mendapatkan nilai-nilai 
hidup yang memuaskan. 

Schleiermacher menyebutkan bahwa inti dari agama adalah perasaan akan 
ketergantungan (pada Tuhan, pen.) secara mutlak. Beberapa definisi agama di 
atas terdapat kesamaannya, sehingga dapat disarikan lagi secara efektif tentang 
ciri suatu agama: mengandung kepercayaan dan keyakinan untuk menyatu dengan 
Tuhan, sehingga memiliki pemikiran dan kehendak yang suci. 

Mengandung ajaran moral yang baik untuk mencapai hubungan sosial dan alam raya 
yang harmonis. Dihidupkan oleh perasaan manusia, sehingga akan mengendap dalam 
hati. Memberikan rasa ketergantungan yang mutlak pada Tuhan. Dari 
penekanan-penekanan definisi tentang agama di atas, ternyata agama tidak selalu 
memiliki nabi yang diturunkan oleh Tuhan atau Allah seperti pengertian yang 
dianut selama ini. 

Empat ciri di atas dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut. Ada suatu 
ajaran yang justru tidak memungkinkan manusia dapat bersatu dengan Tuhan, 
karena sedemikian Agung kedudukan-Nya. Khong Hu Cu mengajarkan nilai Jien yang 
diberi pengertian sebagai sifat-sifat manusia yang sangat sempurna baiknya 
dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia. 

Tetapi sesuatu yang tidak mungkin bila manusia memiliki sifat yang sedemikian 
sempurna. Hanya Tuhan saja yang memiliki sifat yang sempurna. Selain Tuhan, 
dikatakan hanya nabi Khong Hu Cu saja yang memiliki sifat-sifat seperti itu 
(Houston, 1985). Dengan demikian Khong Hu Cu diletakkan lebih dekat memiliki 
sifat sebagai Tuhan (Nabi) daripada sebagai manusia biasa. Dengan demikian 
dalam agama Khong Hu Cu, tidak dimungkinkan manusia dapat bersatu dengan Tuhan, 
karena sedemikian Agung dan Sempurna Jien dan Tuhan itu. Yang dimungkinkan 
adalah hidup bahagia di Surga.

Tanpa Nabi

Karena kepercayaan pada Yang Maha Agung dan Maha Sempurna, maka manusia yang 
ingin meneladani harus memiliki pikiran dan kehendak yang suci. Salah satu cara 
manusia agar dapat memiliki pemikiran dan kehendak yang suci, yaitu dengan 
menuntun umat untuk hidup dengan baik. 

Upaya untuk hidup secara baik antara lain dapat dicapai melalui ajaran moral. 
Dengan hidup baik manusia akan hidup suci dan mencapai tujuan manusia hidup, 
yaitu mendapat kehidupan abadi bersama Tuhan. Dengan demikian persoalan dosa 
dan penyucian berkaitan dengan bagaimana manusia dapat melakukan ajaran moral 
dengan baik. Orang durhaka dapat meninggalkan dosa dan menjadi suci bila 
mengikuti ajaran moral

Hidup melalui ajaran moral akan membawa kebajikan dan ketenangan jiwa. 
Ketenangan jiwa membawa perasaan tertentu yang mengendap dalam hidup manusia 
sebagai bagian kecil dari alam transenden. Manusia menjadi kecil yang 
menunjukkan ketergantungannya pada Tuhan. Rasa ketergantungan ini tentu 
memiliki tingkatan tertentu dan merupakan pengalaman yang bersifat pribadi dari 
masing-masing umat.

Dari uraian di atas, sebenarnya agama dapat muncul tanpa melalui nabi, akan 
tetapi memiliki empat ciri di atas. Agama yang termasuk dalam kelompok ini 
adalah agama-agama kosmis, termasuk di dalamnya adalah agama Hindu. Sedangkan 
agama-agama yang muncul melalui perantara nabi disebut dengan agama wahyu. 

Penganut Khong Hu Cu ada yang mendudukkan Khong Hu Cu sebagai satu-satunya nabi 
yang yang dipercaya sebagai utusan Tuhan yang membawa kedamaian di bumi. Akan 
tetapi, sebagian di antara mereka yang beribadat ke kelenteng ada yang 
mendudukkan Khong Hu Cu sebagai Dewa, yaitu Dewa Pendidikan. Sebenarnya selama 
ini pengarahan dari pengelola agama Khong Hu Cu kepada pengunjung kelenteng 
tentang Khong Hu Cu sebagai nabi, dapat dikatakan tidak dilakukan. Padahal 
pengarahan ini perlu untuk memberi keyakinan yang benar tentang Nabi Khong Hu 
Cu. Namun bagi pengurus agama Khong Hu Cu dianggap tidak perlu, dengan alasan 
untuk menghargai mereka yang menganut Khong Hu Cu sebagai Dewa (agama rakyat). 

Khong Hu Cu sebagai Nabi 

Khong Hu Cu mempunyai ibu bernama Yan Zheng Zai. Ayahnya bernama Khong Hut 
alias Siok Liang. Menjelang kelahiran Khong Hu Cu, datanglah seekor Qi Lin di 
depan rumahnya. Dari mulutnya mengeluarkan Kitab Kumala bertuliskan "Putra Sari 
Air Suci akan menggantikan kerajaan Zhou yang sudah melemah dan akan menjadi 
Raja Tanpa Mahkota" (mirip ajaran Nasrani yang mengatakan Putra Allah akan 
menjadi Raja dalam Kerajaan yang tak terbatas, sebagai Raja Tanpa Mahkota). 

Yan Zheng Zai heran sekali, lalu diambilnya sepotong tali bersulam dan 
diikatkan kitab itu pada tanduk Qi Lin. Lewat dua malam Qi Lin itu baru mau 
pergi. Dalam kepercayaan Tionghoa kedatangan binatang Qi Lin menandai akan 
terjadi suatu peristiwa yang sangat penting. Sedangkan Kitab Kumala yang dibawa 
oleh Qi Lin adalah ajaran yang kelak disebarluaskan oleh Khong Hu Cu. 

Tahun 551 Sebelum Masehi, bulan 8 tanggal 27 penanggalan Xia, Nabi Konfusius 
lahir. 

Ketika Nabi Khong Hu Cu lahir, dari dalam biliknya Yan Zheng Zai mendengar 
suara musik merdu dan kata-kata, Tíian (Tuhan) telah menurunkan seorang nabi, 
diikuti oleh alunan musik merdu. Mirip dalam agama Nasrani ketika Bunda Maria 
diberitahu malaikat Gibrail, "Jangan takut, Engkau akan mengandung Putera Allah

Dalam mitos tubuh Konfusius memiliki 49 tanda-tanda ajaib. Di dadanya terdapat 
tulisan "Dibuat tanda untuk menenteramkan dunia" .

PBB mengakui terdapat 13 agama di dunia, termasuk agama Khong Hu Cu (Gan Kok 
Hwie, ketua MAKIN Semarang, 2004, wawancara). Dalam beberapa website 
internasional, ada antara 10 sampai 15 agama yang diakui dunia. Setiap website 
pasti selalu mencantumkan Khong Hu Cu sebagai agama. 

Persoalan agama Khong Hu Cu tidak lepas dari histori kelahiran Orde Baru yang 
mengesampingkan segala sesuatu yang bernafaskan kebudayaan Tionghoa, akibat 
kecurigaan bahwa kebudayaan Tionghoa disusupi oleh paham komunisme. Padahal 
tidak semua orang Tionghoa berpaham komunisme; seperti halnya pesantren dan 
Islam tentu tidak identik dengan terorisme dan kekerasan. 

Akhirnya perjuangan harus dilakukan oleh pihak yang merasa terdiskriminasi dan 
diperlukan sikap legowo dari pihak lain, demi terwujudnya pasal 29 UUD 1945 
bahwa "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya 
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu". 
Mencermati Pasal 29 UUD 1945, sebenarnya dimungkinkan juga agama yang tidak 
biasa dipeluk penduduk Indonesia mendapat pengakuan.(11)

- Paulus Hariyono, dosen ilmu humaniora FT Arsitektur Unika Soegijapranata, 
Semarang. 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


** Forum Nasional Indonesia PPI India Mailing List **
** Untuk bergabung dg Milis Nasional kunjungi: 
** Situs Milis: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ **
** Beasiswa dalam negeri dan luar negeri S1 S2 S3 dan post-doctoral 
scholarship, kunjungi 
http://informasi-beasiswa.blogspot.com **

Reply via email to