RACHMAT MULYOMISENO

Melindungi Pengusaha Pribumi


Waktu itu pemerintah Hindia Belanda membuat formasi sosial yang
diskriminatif. Orang-orang kulit putih Eropa sebagai kelas satu, sementara
kelas duanya adalah Timur asing yakni Cina, Arab dan India, mereka mendapat
kedudukan istimewa dari Belanda baik secara politik terutama secara ekonomi.
Sementara kelas proletarnya adalah yang disebut Inlander (pribumi) yang
secara ekonomi dan politik dipinggirkan, mereka menjadi miskin, karena
diisap bahkan diperbudak. Paradigma itu yang kemudian dibalik oleh Bung
Karno. Langkah itu bukan diskriminatif tetapi sebagai penerjemahan dari sila
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Tidak sedikit tokoh yang
menentang gagasan revolusioner itu termasuk tokoh Lekra Pramoedya Ananta
Toer yang katanya pro rakyat, tetapi kali ini atas nama non diskriminasi
membela pemilik modal untuk menjarah desa.



Aktor yang ditampilkan Bung Karno dalam menggerakkan kebijakan yang
nasionalistis dan populis itu adalah tokoh dari Partai NU yang dikukuhkan
sebagai Menteri Perdagangan yaitu Drs H Rachmat Mulyomiseno. Dikeluarkanlah
peraturan pemerintah (PP) No.10 tahun 1959. Dengan penuh antusias, Rahmat
menjalankan Peraturan pemerintah tersebut melarang warga negara asing (Cina,
Keling, Arab, Jepang, dll.) untuk menetap di desa-desa dan
kecamatan-kecamatan. Mereka hanya dibolehkan bertempat tinggal di ibukota
kabupaten. Dengan cara ini para warga negara asing (WNA) hanya boleh
berusaha di kota kabupaten, sementara desa dan kecamatan terbebas dari
mereka. Peraturan tersebut jelas diterapkan untuk melindungi usaha pribumi.
Kalau pengusaha Timur Asing yang selama ini mendapat hak istimewa dari
Belanda dibiarkan, akan melindas usaha pribumi, karena mereka kuat dari segi
modal, fasilitas, dan jaringan.



Proteksi tersebut sangat efektif, terbukti sejak saat itu kegiatan usaha di
pedesaan dan kecamatan menggeliat maju, meskipun pada awalnya terdapat
kesenjangan karena ditinggalkan para Cina baru yang berdatangan deras masuk
wilayah Republik Indonesia baik yang legal maupun menyelundup. Kebijakan ini
menyebabkan kegiatan sosial budaya asing, terutama budaya Cina otomatis
terhenti, seperti tontonan kesenian Liong, Barongsay dan lain-lain yang
diadakan tiap peringatan tahun baru Cina, Cap Go Meh, Ceng Beng dan
lain-lain. Pada masa orde baru larangan semakin menguat sehingga nuansa
kecinaan semakin sirna. Barulah pada era reformasi sekarang, semuanya
kembali ke titik awal, seperti sebelum lahirnya PP 10/1959.



Latar Belakang Keluarga


Rachmat Mulyomiseno dilahirkan di Temanggung, Jawa Tengah, pada 9 Juni 1919.
Walaupun lahir di lingkungan santri, orang tuanya sangat terbuka, sehingga
menyekolahkan anaknya di sekolah Belanda yaitu AMS bagian B, di Yogyakarta.
Kemudian melanjutkan  Corps Opleiding Reserve Officeren (CORO) di Bandung
Jawa Barat. Selama setahun ia mengikuti kursus perbankan di Syomin Ginko,
dahulu bernama AVB dan sekarang menjadi Bank Rakyat Indonesia. Sejak saat
itu minatnya di bidang moneter menjadi sangat kuat. Ketekunannya itu yang
membuat NU selalu mempercayakan bidang ekonomi dan keuangan kepadanya,
sampai akhirnya oleh Bung Karno dipilih sebagai Menteri Perdagangan.



Beristerikan Ny Soetariyah, Rachmat Mulyomiseno dikaruniai delapan orang
putera-puteri dengan puluhan cucu. Sejak tahun 1971 ia menjadi anggota
DPR/MPR hingga tahun 1987, mewakili Partai NU dan kemudian Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Pribadi yang sederhana dan suka memberikan nasihat kepada
para anak muda ini berpulang ke rahmatullah pada tahun 1984 di Jakarta.
Meninggalkan sejumlah kenangan dan satu yang monumental adalah PP
No.10/1959.



Masa Perjuangan



Revolusi mengerakkan seluruh masyarakat untuk bergerak, tak terkecuali
pemuda Rahmat Mulyomiseno terlibat dalam revolusi perjuangan bersenjata
1945. Tidak lama setelah Proklamasi Kemerdekaan pemrintah RI hijrah ke
Yogya, saat itu Rachmat bergabung ke dalam organisasi POPDA di Solo. Saat
terjadi penculikan Syahrir di Solo, oleh sayap militer pimpinan Mayor AK
Yusuf, Rachmat bersama Letjen TNI S Parman mempertahankan gedung POPDA
bersama barisan pemuda lainnya.



Untuk memperkuat persenjataan pasukan pejuang RI, Rachmat Mulyomiseno turut
menyelundupkan senjata dan transmitter (alat penerima gelombang radio) dari
Philipina bersama  Mayor Udara Suharnoko dan Mayor Nurtanio. Penyelundupan
dilakukan dengan pesawat amphibi. Ia juga bergabung dalam Sandi  (Direktorat
Sandi Negara) sejak tahun 1946, hingga saat-saat sebelum Agresi Belanda I.
Sebuah peristiwa bersejarah yang tidak bisa ia lupakan oleh Rachmat
Mulyomiseno, sebagai soerang ahli ekonomi dan keuangan adalah ia orang yang
pertama kali membawa Uang RI atau Oeang RI (ORI) dengan kereta api dari Solo
ke Jakarta. Tidak disebutkan berapa banyak uang yang dibawanya itu.



Tokoh Perbankan



Rachmat Mulyomiseno sesungguhnya adalah orang Bank. Dengan latar belakang
pendidikan yang disebutkan di atas, ia lama malang melintang di dunia
perbankan, tanpa meninggalkan semangat kejuangannya bagi kemerdekaan
Indonesia.  Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia menjadi bendahara Serikat
Buruh Bank Rakyat Indonesia. Tiga tahun kemudian ia diperbantukan pada
Angkatan Darat/Departemen Pertahanan. Kemudian kembali lagi ke dunia
perbankan, dengan menjadi Ketua Perhimpunan Bank-Bank Swasta Nasional  sejak
tahun 1952-1957. Bersamaan dengan ini menjadi Wakil Ketua Dewan Ekonomi
Pusat , yang kemudian mangantarkannya menjadi Menteri Perdagangan.



Rachmat juga menjadi anggota Badan Musyawarah Nasional (Bamunas) sejak tahun
1952 hingga tahun 1956. Ketika NU menjadi partai politik tersendiri pada
tahun 1952, ia tertarik dengan gagasan yang nasionalis dan populis dari
partai itu, maka beberapa saat kemudian yakni pada tahun 1953 ia secara
resmi bergabung dalam Partai Nahdlatul Ulama, yang kemudian dipercaya
memimpin Himpunan Pengusaha Muslimin Indonesia (HPMI) sejak didirikan hingga
akhir hayatnya.



Dengan prestasinya di bidang ekonomi dan perbankan itu Partai  NU
mengusulkan dia sebagai Menteri Perdagangan pada Bung Karno. Sebagai Partai
besar NU selalu mendapat jatah kabinet yang memadai, karena itu usulan
tersebut diterima dengan baik oleh Presiden. Apalagi yang diusulkan bukan
orang biasa, tetapi mumpuni dalam bidangnya. Sebagai seorang profesional di
bidang ekonomi dan keuangan, dengan cara kerja yang correct, maka ia  dapat
menyelesaikan tugas sebagai menteri dengan baik, Rachmat kembali ke
habitatnya sambil terus melaksanakan tugas politiknya di DPRGR/MPRS.



Tampaknya ia seorang yang yang giat belajar, terbukti selesai menjadi
Menteri Perdagangan Rachmat masih memperdalam ilmunya dengan melanjutkan
kuliah di Universitas Krinadwipayana Jakarta dan lulus sebagai Sarjana
Ekonomi dalam ilmu manajemen perusahaan pada tahun 1967. Dengan keahliannnya
itu tahun 1968 ia menjadi wakil ketua Konferensi Kamar-Kamar Niaga dan
Industri (KKNI) di Jakarta, yang merupakan salah satu sayap Kadin-Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.



Selama menjadi anggota DPR selalu dipercaya dan terpilih menjadi Ketua
Komisi VII (ketika itu) yang membidangi masalah keuangan dan angaran. Dengan
demikian selalu bermitra kerja dengan departemen keuangan dan perbankan. Ia
kerap mengeluarkan pernyataan kritik yang tajam bagi dunia perbankan,
sekaligus memberikan saran jalan keluarnya. Ini sebagai upaya untuk menjaga
kemandirian perekonomian Indonesia, sesuai dengan jiwanya yang
nasionalis-populis.



Walaupun sebagai seorang ekonom, tetapi pandangannya tidak pragmatis, maklum
veteran pejuang 1945, karena itu ia giat mempelopori dilakukannya hak angket
DPR untuk membongkar kasus korupsi di Pertamina. Sayangnya usul ini ditolak
oleh rekan separtai dari unsur Muslimin Indonesia (MI) kelompik eks Masyumi.
Demikian juga militansinya untuk membela keadilan juga ia lakukan, bersama
Nuddin Lubbis dan 15 unsur NU yang lain Rachmat Mutyomiseno yang ikut
membela dan memperjuangkan nasib Petisi 50 yang ditindas. Dalam hal ini NU
didukung oleh dua orang anggota PDI. Lagi-lagi MI mengecam sebagai unsur
kecil lari dari perjuangan, malah berbaris bersama Golkar merepresi kekuatan
kritis dalam masyarakat.



Pengalaman paling tagis yang dialaminya adalah ketika Kelompok MI (eks
Masjumi)  berusaaha mengincar posisi ketua Ketua Komisi VII yang dipegang
oleh NU yang diketuai Rachmat Mulyomiseno. Pantas komisi ini diincar MI
karena membidangi masalah Perdagangan, Keuangan dan Bank Sentral. Untuk
menjaga hubungan persahabatan dengan berat hati NU melepas ketua komisi VII
kepada MI dengan kesepakatan, segera dikembalikan setahun kemudian. Namund
alam persidangan tahun berikutnya (1979) MI mengkhianati perjanjian, tidak
mau dilakukan rotasi jabatan, jabatan itu dipegang terus oleh MI.



Pengkhianatan itu membuat retak Hubungan NU dengan MI. Ditambah lagi sikap
Naro dengan MI yang otoriter, dengan dukungan pemerintah, menggusur tokoh NU
dari partai yang dibangunnya sendiri. Ini merupakan upaya orde baru
menghancuran PPP dari dalam melalui Naro dan kawan-kawan. Rachmat menerima
persekongkolan itu dengan tabah hati.



Walaupun Rachmat terdepak dari posisi politisnya di DPR, namun semua
kalangan finansial senior mengakui bahwa  Rachmat sebagai ahli perbankan
piawi dan memiliki akses yang kuat dengan jaringan bank-banak Negara yang
ada. Ia kerap berdiskusi dengan dengan pakar ekonomi keuangan Prof Sumitro
bahkan dengan ayahnya Margono Djojohadikusumo. Karena itu nama tokoh NU ini
tidak dapat dipisahkan dengan sejarah kelahiran perbankan nasional,
khususnya Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Nasional Indonesia (BNI).



Dalam kapasitas sebagai Ketua Komisi VII DPR, jika melaksanakan kunjungan ke
berbagai daerah. Sebagai seorang veteran pejuang dan aktivis partai Rachmat
Mulyo senantiasa “ditembak” untuk memberikan ceramah tentang perbankan dan
situasi keuangan yang aktual. Maklum saja, para pemimpin bank Negara di
daerah adalah kader-kadernya yang sudah  berfungsi sebagai penerus.



Sebagai seorang pejuang bagi bangsa dan rakyatnya Rahmat tidak pernah surut
dari semangat itu, karena itu selama masa Orde Baru ketika menjadi DPR-RI
dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ia mewakili unsur NU, suara
kritisnya terus jalan, terutama melakukan kritik terhadap Orde Baru yang
secara besar-besaran memasukkan modal asing tanpa memperhatikan kekuatan
rakyat Indonesia. Karena sikap kritisnya itulah kemudia dia turut diboldoser
orade baru bersama tokoh oposisi dari unsur NU lainnya. Sebagai seorang
pejuang, hal itu dianggap resiko perjuangan yang ia lakukan dengan ikhlas
demi kepentingan negara dan rakyat.



Disadur oleh H. A. Baidhowi Adnan (Wakil Ketua LTN NU)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke