jangan lupa undangan wayangan itb, suroan. salam
--- In [EMAIL PROTECTED]: Sekadar renung, milis tetangga --- <[EMAIL PROTECTED]> wrote: Sub-adegan 7C: Rumah Raden F(?) Raden F sedang menderita sakit, ditunggui oleh istrinya Niken G(?) dan adik iparnya Bambang H(?). Keluarga muda itu mempunyai dua anak; yang sulung sudah duduk di kelas 1 SD, sedangkan yang bungsu masih bayi berusia 6 bulan. ---> Banyak penderita AIDS tidak menyadari bahwa penyakitnya AIDS Penyakit Raden F sudah diderita selama beberapa bulan. Badannya sangat kurus. Ia sering kali panas, sering pula diare, dan batuk-batuk berkepanjangan, mulutnya penuh dengan bercak-bercak berwarna putih yang adalah semacam jamur. Raden F tidak mengerti, penyakit apa yang dideritanya. Datanglah Antasena dan Wisanggeni berkunjung kepada keluarga Raden F. Raden F bertanya, apa nama penyakit yang dideritanya itu. Dengan pengetahuan mata batinnya, Wisanggeni menjawab bahwa itu penyakit AIDS. Raden F sangat terkejut dan menangis. Raden F mengaku kepada istrinya, bahwa dulu ia sering perrgi berkencan ke lokalisasi pelacuran tanpa memakai kondom. Niken G memaafkan suaminya, dan ia bertekad akan merawat dan mendampingi suaminya sampai saat yang terakhir. ---> AIDS sudah ada obatnya, sekalipun obat itu tidak melenyapkan virus HIV dari dalam tubuh Wisanggeni mencoba menenangkan Raden F, dan menyampaikan informasi bahwa penyakit AIDS sekarang sudah ada obatnya. Hanya saja obat itu tidak dapat melenyapkan virus HIV secara tuntas dari dalam tubuh. Oleh karena itu, obat itu harus dimakan seumur hidup. Lagi pula, obat itu harus dimakan secara teratur dan tidak boleh absen sedikit pun, sebab kalau tidak makan obat beberapa hari saja, virus HIV akan menjadi kebal terhadap obat itu, sehingga obat itu tidak berkhasiat lagi, dan harus diganti dengan obat lain yang jauh lebih mahal harganya. ---> AIDS bukan lagi penyakit yang mematikan, melainkan penyakit menahun (khronis) yang sama dengan penyakit menahun lainnya Wisanggeni mengatakan bahwa Raden F bisa pulih kembali kebugarannya dan ia dapat bekerja kembali seperti sediakala bila memakan obat anti-AIDS. Jadi, sekarang AIDS tidak berbeda dengan penyakit-penyakit menahun lainnya, seperti kencing manis atau tekanan darah tinggi, yang juga "tidak dapat disembuhkan", tetapi dapat diobati sehingga gejalanya dapat dihilangkan dan pengidapnya dapat hidup normal dan bekerja seperti biasa selama bertahun-tahun, bahkan selama belasan tahun. ---> Di mana obat anti-AIDS dapat diperoleh? Tetapi obat anti-AIDS yang murah tidak dapat dibeli di sembarang apotik. Obat itu hanya dibagikan di rumah sakit-rumah sakit pemerintah tertentu yang petugasnya telah dilatih untuk memberikan dan mengawasi pemakaian obat itu. Wisanggeni menganjurkan agar Bambang H mengantarkan iparnya berobat ke rumah sakit pemerintah terdekat agar iparnya itu bisa memperoleh pengobatan AIDS yang disediakan secara cuma-cuma oleh pemerintah. ---> Kapan gejala penyakit AIDS muncul? Virus HIV berada di dalam tubuh selama bertahun-tahun sebelum kekebalan tubuh seseorang sangat menurun sehingga timbullah gejala penyakit AIDS. Dalam hal Raden F, sekalipun ia baru sakit selama beberapa bulan ini, tetapi virus itu sudah ada di dalam tubuhnya selama bertahun-tahun, bisa dua sampai sepuluh tahun, sebelum ia jatuh sakit sekarang. ---> Tes HIV perlu untuk mengetahui tertular virus HIV atau tidak Wisanggeni mengkhawatirkan bahwa Niken G mungkin sudah tertular dari suaminya tanpa disadari oleh mereka berdua. Wisanggeni menganjurkan agar Niken G pergi ke pusat pelayanan tes HIV yang terdekat untuk memastikan apakah dirinya sudah tertular HIV atau tidak. Bila nanti ternyata ia positif HIV, kedua anaknya pun perlu dites HIV pula. Niken G pun pergi. ---> Pemberian cap buruk (stigma), diskriminasi serta pelanggaran HAM terhadap ODHA (orang dengan HIV/AIDS) Sementara mereka bercakap-cakap, di luar terjadi kegaduhan. Segerombolan warga desa <dapat digunakan 4-5 wayang geculan> datang menghampiri rumah Raden F sambil berteriak-teriak menghujat Raden F sebagai pengidap AIDS. Mereka bermaksud mengusir keluarga Raden F dari desa mereka. <kayon dipakai sebagai penyekat antara kamar, di mana Raden F terbaring, dan beranda rumah, di mana warga kampung berkumpul.> Wisanggeni keluar menemui warga. Terjadilah perdebatan antara Wisanggeni dan warga. Akhirnya warga dapat ditenangkan oleh Wisanggeni dan diberi penjelasan bahwa mereka tidak perlu khawatir dengan adanya pengidap AIDS di desa mereka. ---> Virus HIV tidak menular melalui pergaulan biasa Dijelaskan bahwa virus HIV penyebab AIDS tidak menular lewat pergaulan biasa, seperti: berjabatan tangan, berangkulan, makan dan minum bersama, menggunakan kamar mandi & WC yang sama, dan sebagainya. ---> Bagaimana virus HIV dapat menular? Wisanggeni menjelaskan bahwa virus HIV hanya menular melalui: (1) hubungan seksual yang tidak terlindung/tidak aman; (2) alat suntik yang tidak bersih/steril; (3) dari ibu kepada bayinya dalam kandungan, ketika bersalin atau melalui air susu ibu; (4) transfusi darah yang tidak diamankan dari virus HIV. ---> Hidup serumah dengan ODHA tidak berisiko tertular HIV Wisanggeni menyatakan bahwa hidup serumah dengan seorang ODHA (orang dengan HIV/AIDS) tidak mengandung risiko tertular HIV. Sebagai contoh, Wisanggeni menampilkan Bambang H, ipar Raden F, yang tinggal serumah dengan Raden F. Setelah mendengar penjelasan Wisanggeni dan merasa puas, warga pun pergi meninggalkan tempat itu. ---> Suami-istri tertular HIV Tak lama setelah warga pergi, datanglah Niken G dengan muka pucat dan air mata bercucuran. Ia melaporkan bahwa hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa ia telah tertular virus HIV. Maka Raden F dan Niken G bertangis-tangisan; Raden F minta maaf kepada istrinya, dan Niken G menghibur suaminya. Bambang H berusaha menghibur kakak dan iparnya, suami-istri yang malang itu. Belakangan ternyata anaknya yang bayi pun positif HIV, sedangkan anaknya yang besar negatif. ---> Melibatkan ODHA dalam penanggulangan HIV/AIDS Setelah suasana kembali tenang dan Niken G memperoleh ketegaran hati seperti semula, ia menyatakan bahwa ia akan tetap merawat dan mendampingi suaminya serta bayinya yang positif HIV. Di samping itu, Niken G berjanji bahwa setelah suaminya pulih kembali kebugarannya dengan makan obat anti-AIDS, mereka berdua akan aktif bergerak memberikan penyuluhan kepada rakyat Amarta mengenai seluk-beluk HIV/AIDS. Dengan demikian, AIDS akan tampil dengan wajah manusiawi, sehingga tidak terjadi lagi pelanggaran hak asasi manusia yang menyebabkan begitu banyak penderitaan yang tidak perlu. Bambang H pun berjanji akan tetap mendampingi iparnya dan kakaknya, serta kedua anak mereka. Setelah mendengar janji kedua orang itu, Antasena dan Wisanggeni pamit untuk meneruskan tugas memantau perkembangan Narkoba dan HIV/AIDS di Amarta. Adegan 8: Gara-Gara Gareng, Petruk dan Bagong tengah bersenda gurau, menantikan majikannya, Raden Arjuna, yang tengah menghadap Begawan Abiyasa di pertapaan Wukir Ratawu. Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya perbincangan sampai kepada masalah Narkoba dan AIDS. Menghadapi topik ini, Gareng bersikap acuh tak acuh dan cenderung tidak mau melibatkan diri dalam masalah yang dihadapi warga Amarta itu. Ia bersikap menyalahkan orang-orang yang menderita karena Narkoba atau AIDS; katanya, orang-orang ini memetik buah perbuatan masing-masing itulah hukuman Tuhan kepada orang-orang yang kerjanya hanya memuaskan nafsunya sendiri. Sebaliknya, Bagong justru sangat prihatin memikirkan masalah yang melanda negeri itu. Sedangkan Petruk berusaha untuk menengahi dan memberikan penjelasan-penjelasan kepada Gareng. ---> Perlu perubahan undang-undang Narkoba: perlu dibedakan antara pemakai Narkoba dan pengedar Narkoba Mengenai Narkoba, mereka membahas mengapa sampai peredaran benda haram itu seolah-olah tidak terbendung lagi. Di Jakarta saja diperkirakan sudah ada 27.000 pengguna Narkoba suntik. Lebih dari separuh (> 50%) di antara jumlah itu sudah tertular virus HIV. Ledakan jumlah ODHA (orang dengan HIV/AIDS) di kalangan pengguna Narkoba suntik ini sangat mencemaskan, karena lima tahun yang lalu jumlah ini masih sangat kecil. Berbagai faktor dari penyebaran Narkoba itu dibicarakan, mulai dari besarnya sindikat internasional yang mempunyai kekuasaan dan dana amat besar, lemahnya kemampuan dan sumber daya manusia aparat keamanan untuk menanggulangi masalah itu. Juga diperbincangkan kelemahan hukum, di mana di dalam undang-undang yang berlaku tidak dibedakan antara pengedar Narkoba sebagai penjahat dengan pemakai Narkoba sebagai korban kejahatan; pemakai Narkoba justru lebih memerlukan perawatan rehabilitasi daripada penghukuman. Di lain pihak, bagi polisi, jauh lebih mudah menangkapi para pemakai Narkoba daripada menangkap seorang pengedar Narkoba kelas kakap, sehingga penjara-penjara dipenuhi dengan pemakai Narkoba dan hanya ada satu-dua pengedar Narkoba kelas kakap saja yang mendekam di sana. Ketimpangan hukum ini menyebabkan energi dan perhatian aparat keamanan terkuras kepada sisi yang salah dari masalah ini. Oleh karena itu, salah satu aspek penanggulangan Narkoba ialah dengan membenahi undang-undang tentang Narkoba. Di Malaysia, dibedakan antara pengguna Narkoba dan pengedar Narkoba. Orang yang kedapatan memiliki Narkoba di bawah berat tertentu dianggap sebagai pengguna Narkoba dan dikirim ke tempat rehabilitasi Narkoba; sedangkan kalau kedapatan memiliki Narkoba di atas berat tertentu dianggap sebagai pengedar Narkoba dan langsung dihukum mati. Ini kondisi hukum tentang Narkoba di Malaysia, terlepas dari apakah kita setuju dengan hukuman mati atau tidak. ---> Pengedaran Narkoba & penyebaran HIV di lembaga-lembaga pemasyarakatan dan tempat-tempat tahanan lainnya Di samping itu Bagong juga menyinggung keadaan di lembaga-lembaga pemasyarakatan dan di tempat-tempat tahanan lain, di mana sebagian cukup besar penghuninya adalah pengguna Narkoba. Sebagian cukup besar pula dari tahanan pengguna Narkoba ini ternyata sudah tertular HIV. Ditambah adanya peredaran Narkoba, baik pil maupun suntikan, di dalam penjara dan tempat-tempat tahanan itu sendiri, dan adanya hubungan seksual sejenis tanpa pelindung di antara penghuni, maka lengkaplah sudah kondisinya untuk menggambarkan penjara dan tempat-tempat tahanan lain sebagai "lahan pesemaian HIV/AIDS". Seseorang yang dipenjara selama 1-2 tahun karena suatu kejahatan kecil saja, kemungkinan besar akan mengalami perlakuan- perlakuan dari teman-temannya sesama penghuni penjara yang menyebabkan ia tertular HIV, dan apabila ia keluar kelak, tanpa disadarinya ia akan menularkan HIV kepada pasangan-pasangan seksualnya, entah istrinya atau bukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya besar dan menyeluruh di semua penjara dan tempat-tempat tahanan lain untuk mencegah supaya pengedaran Narkoba dan penularan HIV di lingkungan penjara dan tempat-tempat tahanan dapat ditekan hingga serendah-rendahnya. <Pegelaran diselingi tayangan film Narkoba produksi Dispen Polri - Indosiar selama 12 menit.> ---> Lokalisasi pelacuran: perlu ditutup, atau diamankan? Ketika perbincangan sampai kepada masalah HIV/AIDS, pokok pembicaraan adalah penularan HIV melalui hubungan seksual, yakni hubungan seksual yang tak terlindung dengan banyak pasangan, terutama dengan pekerja seks komersial (PSK). Gareng secara sederhana mengatakan bahwa agar HIV/AIDS tidak meluas, lokalisasi-lokalisasi pelacuran harus ditutup. Sebaliknya, Bagong mengritik tindakan pemerintah di beberapa daerah menutup lokalisasi pelacuran. Tindakan ini cuma merupakan "politik burung onta" (karena tidak terlihat, maka dianggap tidak ada); padahal faktanya di lapangan, sebagaimana dibuktikan oleh kasus penutupan lokalisasi pelacuran Kramat Tunggak di Jakarta, praktek pelacuran tidak berkurang atau berhenti dengan ditutupnya lokalisasi pelacuran itu, melainkan justru sebaliknya, para PSK beroperasi di jalan-jalan dan di tempat-tempat kost, sehingga sukar sekali ditertibkan dan dijangkau oleh petugas kesehatan. ---> Manfaat dari pengamanan lokalisasi pelacuran Dulu ketika masih ada lokalisasi, para PSK dapat dipantau kesehatannya setiap bulan, bahkan setiap minggu di Puskesmas-Puskesmas setempat, dan mendapat layanan pemeriksaan & pengobatan penyakit kelamin. Kebiasaan memeriksakan diri untuk penyakit kelamin ini akan menurunkan kejadian penyakit kelamin di kalangan mereka, dan mengurangi pula penyebarannya ke masyarakat luas. ---> Adanya penyakit kelamin lain sangat meningkatkan risiko tertular HIV Seseorang yang mengidap penyakit kelamin, karena ada luka di kemaluannya, mempunyai risiko tertular HIV jauh lebih besar daripada orang yang tidak mengidap penyakit kelamin apabila ia berhubungan seks dengan seorang ODHA (orang dengan HIV/AIDS). Oleh karena itu perlu dipikirkan masak-masak sebelum menutup suatu lokalisasi pelacuran, apakah pemerintah sanggup mencegah merebaknya pelacuran terselubung di sekitarnya; janganlah bertindak seperti burung onta, menutup mata dari kenyataan di lapangan. ---> Debat tentang promosi kondom Tentang manfaat kondom untuk mencegah penularan penyakit kelamin dan HIV, pada umumnya hal itu disepakati oleh ketiga panakawan. Tetapi terjadi perdebatan antara Gareng dan Bagong mengenai seberapa jauh pesan- pesan tentang kondom boleh disampaikan kepada masyarakat. Mereka berdebat, apakah promosi kondom tidak akan meningkatkan hubungan seksual di luar nikah. Gareng berpandapat bahwa kondom hanya boleh dipromosikan di tempat- tempat lokalisasi saja. Sedangkan Bagong berpendapat bahwa promosi kondom harus dilakukan seluas-luasnya. Petruk menengahi dengan berpendapat bahwa promosi kondom memang harus mencapai semua orang yang mempunyai potensi untuk berperilaku seksual di luar nikah, tetapi promosi kondom harus diberikan secara lengkap bersama dua buah pesan moral lainnya untuk mencegah penyalahgunaan kondom. ---> Pesan-pesan pokok pencegahan HIV/AIDS Ada empat pesan pokok pencegahan HIV/AIDS yang harus diberikan seluas-luasnya kepada setiap orang dewasa dan remaja; tiga pesan pertama dikenal sebagai Pesan "ABC", yaitu: (1) "A" = `abstinensi', yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah; (2) "B" = `bersetia' kepada pasangan hidup bila sudah menikah dan tidak melakukan hubungan seksual dengan pihak ketiga kedua pesan pertama ini adalah pesan-pesan moral yang sesuai dengan ajaran agama mana pun; (3) "C" = `condom', yang harus digunakan dalam setiap hubungan seksual, bila tidak dapat menahan diri dengan cara #1 dan #2. (4) Pesan keempat yang berkaitan dengan Narkoba ialah: a) Mencegah agar tidak menjadi pengguna Narkoba sama sekali; b) Bila sudah memakai Narkoba, usahakan untuk berhentibila perlu mintalah bantuan ke Panti-Panti Rehabilitasi Narkobadan jangan pindah dari Narkoba pil ke Narkoba suntik; c) Bila sudah memakai Narkoba suntik, dan tidak sanggup menghilangkan kebiasaannya, gunakan alat suntik yang baru atau yang selalu dibersihkan dengan menggunakan zat pemutih (penglantang); jangan menggunakan satu alat suntik secara bersama-sama dengan pengguna Narkoba lain. Pesan-pesan tentang penularan HIV di kalangan pengguna Narkoba suntik ini harus disampaikan kepada semua pengguna Narkoba suntik, oleh karena apabila ada yang tertular HIV, maka dengan cepat sekali mereka akan menularkan HIV kepada teman-temannya sesama pengguna Narkoba suntik; dan selain itu, mereka juga akan menularkan HIV kepada pasangan seksualnya, yang mungkin adalah istrinya atau suaminya sendiri, dan seterusnya. Pada prinsipnya setiap orang tanpa kecuali perlu mengetahui cara- cara melindungi diri dari penularan HIV/AIDS. Apabila orang mengetahui cara-cara melindungi diri agar tidak tertular HIV/AIDS, maka ia tetap tidak akan tertular HIV/AIDS, dengan siapa pun ia bergaul. Akhirnya, perbincangan ketiga orang itu sampai kepada masalah yang dihadapi oleh para ODHA (orang dengan HIV/AIDS). ---> Mencegah cap buruk (stigma) dan diskriminasi terhadap ODHA (1) Oleh karena di masa lampau AIDS digambarkan sebagai penyakit yang mematikan dan tidak ada obatnya, maka para ODHA cenderung dikucilkan oleh masyarakat. (2) Keadaan ini ditambah oleh ketidaktahuan yang meluas di masyarakat mengenai cara-cara penularan HIV yang tidak mudah, dan bahwa HIV tidak menular melalui pergaulan biasa sehari-hari. (3) Faktor ketiga yang sering menyebabkan pemberian cap buruk kepada ODHA adalah sikap moralistik sementara warga yang memandang ODHA pada umumnya sebagai pelaku perbuatan seksual yang melanggar larangan agama. Padahal banyak ODHA tertular HIV melalui hubungan seksual yang sah dengan suami atau istri mereka yang lebih dulu tertular HIV. Oleh karena itu tidaklah etis menanyakan kepada seorang ODHA dari mana ia tertular HIV. Sebagai dampak dari cap buruk dan diskriminasi terhadap ODHA, merebaklah ketakutan di kalangan orang-orang yang berperilaku berisiko tinggi orang yang sering berhubungan seks dengan banyak pasangan dan pengguna Narkoba suntikuntuk menjalani tes HIV. Pada gilirannya, karena ketidaktahuan akan status HIV dirinya, maka tanpa disadari orang tersebut akan terus menyebarkan HIV melalui perilaku seksual dan/atau Narkoba suntik. Diskriminasi terhadap ODHA dapat terjadi pada berbagai keadaan: - perlakuan yang berbeda dan menyakitkan hati justru dari para dokter dan petugas kesehatan di tempat-tempat pelayanan kesehatan; - pemecatan semena-mena dari tempat kerja, padahal yang bersangkutan masih sehat dan dapat bekerja seperti biasa; - pemberitaan berlebihan oleh media massa apabila kebetulan ODHA tersebut seorang pekerja seks; - pengusiran ODHA dari rumah dan kampung/desa tempat tinggal mereka oleh warga setempat, dsb. ---> Tes HIV harus suka rela, rahasia dan disertai konseling Untuk mencegah terjadinya perlakuan yang tidak manusiawi dan pelanggaran HAM terhadap ODHA, maka oleh pemerintah telah ditetapkan peraturan yang sangat ketat untuk Tes HIV: (1) tidak seorang pun boleh dites HIV tanpa sepengetahuannya atau dipaksa/ diwajibkan untuk menjalani Tes HIV; (2) hasil Tes HIV harus dirahasiakan secara ketat oleh aparat kesehatan yang memeriksa; (3) setiap Tes HIV harus disertai konseling bagi yang bersangkutan, untuk mempersiapkan mental dan membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi. ---> Keputusan Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi No. 68 Th. 2004 Khusus untuk pegawai, pekerja/buruh, Menteri Tenaga Kerja & Transmigrasi telah menetapkan keputusan yang ketat berkaitan dengan Tes HIV dan ODHA di tempat kerja, antara lain: (1) melarang melakukan Tes HIV sebagai prasyarat untuk diterima kerja atau untuk pemeriksaan kesehatan berkala; (2) seorang pekerja/buruh dengan HIV/AIDS berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang sama dengan pekerja lainnya; (3) perusahaan wajib memberikan perlindungan terhadap pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari tindak dan perlakuan diskriminatif. <Pagelaran diselingi tayangan petikan dari film ODHA dari Unicef selama 15 menit.> Setelah puas mereka bersenda gurau dan bercakap-cakap, Petruk mengingatkan bahwa mereka harus segera menghadap Raden Arjuna di pertapaan. Adegan 9: Pertapaan Wukir Ratawu Begawan Abiyasa dihadap oleh cucunya, Raden Arjuna, dan keempat panakawan: Kyai Lurah Semar, Gareng, Petruk dan Bagong. Arjuna menyampaikan keprihatinan Puntadewa beserta seluruh keluarga Pandawa mengenai kerusakan yang tengah melanda generasi muda Amarta, dengan maraknya Narkoba dan penyakit AIDS. ---> Narkoba & AIDS hanyalah salah satu dari tanda-tanda kemerosotan spiritual manusia zaman sekarang Begawan Abiyasa menjelaskan, bahwa Narkoba dan AIDS yang melanda generasi muda hanyalah salah satu dari sekian banyak tanda-tanda kemerosotan moral dan spiritual manusia di muka bumi. Kemerosotan moral dan spiritual ini disebabkan oleh karena manusia pada zaman sekarangsekalipun ada lembaga-lembaga keagamaan yang resmitelah kehilangan kontak dengan sumber hidupnya. ---> Tanda-tanda lain kemerosotan moral & spiritual Tanda-tanda lain dari kemerosotan moral dan spiritual manusia ini terlihat antara lain: - maraknya korupsi, kolusi dan nepotisme di kalangan pamong praja (pegawai negeri) mulai dari tingkat paling bawah sampai tingkat paling atas; - maraknya kejahatan penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh para "pekerja kerah putih" (white collar workers), yakni orang-orang kaya yang setiap hari naik mobil mewah dan mempunyai kekayaan melimpah ruah; - maraknya perusakan lingkungan hidup, seperti pembakaran hutan dan pencemaran lingkungan, yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dari dalam dan luar negeri, yang bertujuan mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singatnya tanpa menghiraukan lingkungan hidup sesama manusia; - maraknya tindak kekerasan berdasarkan ras, suku, agama, gender dan kelas sosial di tingkat lokal maupun internasional; - maraknya hiburan dan bacaan, terutama untuk generasi muda, yang bersifat mengumbar nafsu syahwat dan kekerasan; - rusaknya kehidupan perkawinan di banyak keluarga; - merosotnya mutu pendidikan karena sekolah-sekolah berubah fungsi menjadi ajang mencari tambahan penghasilan bagi para gurunya tanpa menghiraukan kepentingan pendidikan; - maraknya terorisme di tingkat lokal dan internasional; - meluasnya perang dan ketakutan yang dilancarkan oleh negara-negara adidaya terhadap negara-negara lain yang lebih lemah di dunia; - maraknya sikap mementingkan diri sendiri (individualisme)termasuk mementingkan golongan sendiriserta mementingkan kebendaan (materialisme) di kalangan warga masyarakat; - dan lain-lain. ---> Empat macam Panembah Begawan Abiyasa: "Pada zaman ini kebanyakan manusia tidak lagi memahami dan menerapkan panembah yang sejati, sehingga dengan demikian kehilangan kontak dengan sumber hidupnya. Adapun panembah sejati yaitu: 1. Sembah raga: sembah dengan menggunakan gerak-gerik badan, misalnya: sholat; 2. Sembah cipta: sembah dengan menggunakan pikiran dan kata- kata, misalnya: doa pujian, doa syukur dan doa permohonan; 3. Sembah jiwa: sembah di mana pikiran dan kata-kata tidak berfungsi lagi, dan yang tinggal adalah kesadaran yang menyembah berhadapan dengan kesadaran yang disembah, kesadaran yang masih melihat serba-dua; 4. Sembah rasa: sembah di mana yang serba-dua telah menyatu demikian rupa, ibarat daun sirih yang mempunyai dua sisi, tetapi jika digigit tunggal rasanya. Begawan Abiyasa memperingatkan para Pandawa, bahwa upaya lahiriah apa pun yang dilakukan untuk menanggulangi masalah-masalah itubaik dilakukan oleh negara atau oleh kelompok-kelompok dan individu-individutidak akan efektif apabila manusia tidak membangun kembali kontak dengan sumber hidupnya, apabila manusia tidak menerapkan kembali panembah sejati. ---> Ikutilah teladan Bima Begawan Abiyasa menasehatkan agar para Pandawa belajar dari teladan yang diberikan oleh Bima, yang telah berhasil menyatu dengan sumber hidupnya, namun tetap menjalani dharmanya sebagai ksatria. Setelah menerima berbagai wejangan tersebut, Arjuna beserta keempat panakawan minta diri dari hadapan Begawan Abiyasa untuk pulang kembali ke Amarta. Adegan 10: Perang Kembang Di tengah perjalanan kembali ke Amarta, Arjuna berjumpa dengan buto cakil bernama Dityo Klantangmimis, yang berasal dari Tawanggantungan. Terjadilah perang sengit di antara keduanya, yang berakhir dengan tewasnya Klantangmimis terkena panah Arjuna. <bersambung> [Non-text portions of this message have been removed] --- End forwarded message --- --- End forwarded message --- ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: ppiindia@yahoogroups.com 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/