Refleksi : Harusnya demikian, 60% dari APBN dinikmati orang kaya, sebab pemerintah NKRI terdiri dari wakil-wakil orang berada alias orang-orang kaya, jadi tentu sekali yang diprioritaskan ialah kepentingan mereka. Berkali-kali catatan yang ini dimuat majalah Forbes dengan jelas gambaran ini bisa dilihat dan begitu pun daftar yang disebut laporan kekayaan mereka yang berkuasa. Bukankah kekayaan mereka ini meningkat dari tahun ke tahun, sedangkan bagi masa rakyat mayoritas bagaikan dihinggapi sakit asthma terkait tbc yaitu berada dalam kehidupan tak berdaya.
http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/60-persen-apbn-dinikmati-orang-kaya/ Kamis, 17 Juni 2010 13:12 60 Persen APBN Dinikmati Orang Kaya OLEH: WEB WAROUW Jakarta - Sebesar 60 persen dari total APBN dinikmati orang kaya Indonesia. Yang paling kaya sampai menengah atas berjumlah 20 persen dari jumlah total rakyat Indonesia. Sementara itu, 40 persen APBN dibagikan kepada 80 persen rakyat miskin yang tersebar di seluruh Indonesia. "Bappenas selalu menggambarkan keindahan rencana-rencana pembangunan. Pemerintah selalu berteriak pro poor. Namun, pada kenyataannya angka kemiskinan terus bertambah di wilayah-wilayah tertinggal tidak pernah terjangkau oleh pembangunan. Kematian ibu dan anak meningkat 10.000 per 100.000 kelahiran per tahun," kata Eva Sundari dari Fraksi PDIP DPR RI kepada SH, di Jakarta, Kamis (17/6) siang. Ia menegaskan, implementasi dari kebijakan anggaran nasional tidak pernah mengabdi pada kepentingan rakyat seperti yang selama ini dicita-citakan untuk mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pembangunan ekonomi. "Ini menunjukkan pemerintah dan politisi tidak punya komitmen terhadap rakyat, karena hanya orang-orang kaya saja yang menikmati pembangunan ekonomi Indonesia. Mayoritas ada di Jawa, khususnya di Jakarta," ujarnya. Politik anggaran selama ini, menurut Eva, disajikan secara seremonial setiap tahunnya, namun tidak dirasakan manfaatnya oleh rakyat. "Seperti ada pembiaran terhadap wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil. Walaupun setiap saat politisi dan pemerintah bicara tentang orang miskin," katanya. Sadar Subagyo dari Fraksi Gerindra menjelaskan, politik anggaran selama ini tidak efektif dan menyebabkan separation of power yang menyebabkan ketimpangan sosial yang lebar antara orang yang berpunya dan orang yang tidak memiliki apa-apa. "Politik anggaran dijalankan secara keliru, yaitu pemerintah mengajukan anggaran dan DPR menyetujui. Tugas DPR hanya sebagai eliminator dalam politik anggaran yang diajukan pemerintah," ujarnya. Parlemen seharusnya memiliki royal right parliament untuk menentukan alokasi anggaran berbasiskan kepentingan rakyat yang diwakilinya. "Hak parlemen selama ini di-downgrade hanya sekadar penyetuju anggaran yang diajukan oleh pemerintah. Seharusnya pemerintah dan parlemen memiliki sistem penganggaran masing-masing yang dipertemukan dalam pembahasan APBN," demikian ujarnya. Sistem tersebut, menurut Sadar Subagyo, membagi kewenangan pemerintah menganggarkan kebutuhan pemerintahan pusat, sedangkan DPR menganggarkan kebutuhan daerah. "Tidak seperti saat ini fee belanja ada di pemerintah pusat. Hanya 350 triliun dari 1.090 triliun total APBN 2010 yang dianggarkan untuk daerah, sisanya untuk belanja pemerintah pusat" demikian ujarnya. Dia menjelaskan, sudah waktunya APBN diarahkan untuk kepentingan wilayah-wilayah tertinggal di Indonesia timur. "Namun ini membutuhkan keberanian politik anggaran untuk mengubah orientasi pembangunan dari sekadar berdagang yang bertujuan ekspor menjadi membangun industri berbasiskan kekuatan rakyat," katanya. Konsultasi Serius Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta jajaran kabinetnya untuk mengkonsultasikan dengan serius terkait penetapan anggaran. Dalam Sidang Kabinet Terbatas di Kantor Presiden, Kamis (17/6) pagi, Kepala Negara mengingatkan agar para menteri dalam konsultasi dengan DPR tidak begitu saja menyepakati anggaran. "Kepada jajaran pemerintah saya ingatkan ketika membahas UU dengan DPR dan menyangkut anggaran, jangan asal setuju dengan sekian persen," kata SBY. Kepala Negara meminta setiap rencana penetapan anggaran harus dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan, Menko Perekonomian, bahkan hingga level Wakil Presiden. Hal tersebut harus dilakukan mengingat perlunya menjaga struktur APBN yang prudent dan berkelanjutan. "Jangan sampai, misalnya, ditetapkan sekian persen tapi ternyata tidak bisa dibiayai," tuturnya. Presiden meminta agar struktur APBN terus dijaga karena terkait dengan berbagai pembiayaan hingga komponen pembayaran utang. "Kalau APBN tidak sehat maka akan direspons negatif. Dianggap tidak prudent maka bisa setiap saat menimbulkan krisis," jelasnya. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Fahmi Badoh, kepada SH di Jakarta, Kamis (17/6), mengatakan, sampai saat ini DPR masih cengeng dalam politik anggaran, karena sebenarnya DPR telah mengetahui daya serap APBN yang lemah, tetapi tidak berani melakukan tindakan yang bisa meningkatkan daya serap dengan menggunakan fungsi representasinya. Fahmi mengungkapkan, selama ini proyek-proyek pembangunan masih diberikan kepada mitra dan rekanan birokrasi, karena dalam setiap proses perencanaan yang dilakukan oleh pemerintah pasti dilakukan oleh konsultan. Dengan demikian, mekanisme tender yang dilakukan untuk proses pembangunan tidak berguna, karena pembangunan tersebut telah diarahkan untuk kepentingan ekonomi pihak tertentu. Selain itu, Fahmi menuturkan, seharusnya ada evaluasi yang dilakukan secara komprehensif terhadap pembahasan APBN, agar daya serap APBN lebih baik. Dengan demikian, politik anggaran yang dilakukan oleh DPR juga akan lebih baik, karena DPR melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pengelolaan APBN yang sebelumnya telah disepakati. Sebastian Salang dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, saat ditemui di Kantor ICW, Rabu (16/6), mengatakan, dengan kebijakan desentralisasi, seharusnya alokasi anggaran lebih besar di daerah. Sementara itu, yang terjadi saat ini anggaran untuk pusat sebesar 70 persen dan hanya 30 persen untuk daerah. Selain itu, politik anggaran yang terjadi, pemerintah pusat mengelola anggaran yang begitu besar dan parpol mendapat keuntungan dari pengelolaan anggaran di tingkat pusat ini. Ia juga pesimistis pemerintah bersedia mengalokasikan dana lebih besar ke daerah. "Pemerintah tidak mungkin mau menyerahkan anggaran itu ke daerah. Karena mereka tidak mau mengelola anggaran yang sedikit," ujarnya. (novan dwi putranto/cr-10/cr-11) [Non-text portions of this message have been removed]