http://www.sinarharapan.co.id/berita/0507/23/sh08.html


Sisi Gelap Perkawinan Timur-Barat (5)
Aku Jadi Bank "ATM" Simon
Oleh
Yuyu A.N. Krisna Mandagie


HILVERSUM - Sekitar 30 kilometer dari Amsterdam ke arah tenggara kita akan 
jumpai kota kecil Hilversum. Kota ini mendapat julukan "Media Stad"-Kota Media, 
sebab di sini terdapat sekitar 11 studio televisi dan Pusat Siaran Radio 
Internasional Belanda atau Radio Nederland Wereldomroep. Salah satu bagian dari 
Radio Nederland Wereldomroep adalah seksi Siaran Bahasa Indonesia yang sudah 
ada sejak lembaga radio ini didirikan tahun 1947.

Orang Indonesia tidak terlalu banyak di kota ini, tidak seperti di Den Haag 
atau Amsterdam. Hubungan antar sesama orang Indonesia cukup terpelihara dengan 
baik. Orang Indonesia saling kenal satu dengan yang lain.
Hari itu secara tidak sengaja aku bertemu dengan Naning, perempuan Indonesia 
asal Tangerang, ketika kami sedang menawar barang yang sama di pasar loak di 
Loosdrecht, kota wisata danau tak jauh dari Hilversum. 
"Eh, Mbak dari Indonesia ya," kata Naning.
"Ya,ya aku dari Indonesia", jawabku.
"Aduh senang ketemu orang setanah air", sambung Naning.

Dia kemudian memperkenalkan Simon, laki-laki indo berbadan tinggi besar. 
Pokoknya, pada kesan pertama semua orang akan mengatakan Simon ini laki-laki 
ganteng. 

Dari perkenalan di pasar loak itu, hubungan kekeluargaan kami bersambung. 
Naning sering datang ke rumahku untuk membantu bila aku mengadakan acara 
rame-rame. Sebulan sekali dia juga datang untuk menggunting rambutku dan 
anak-anakku.
Menurut Naning, perkenalannya dengan Simon lewat budi baik salah seorang 
keluarga Simon yang berkunjung ke Indonesia. Selang setahun setelah mereka 
berhubungan lewat surat, Simon datang ke Indonesia, tepatnya di Tangerang, 
untuk melamar Naning. Mereka kemudian menikah di Jakarta.

Setelah itu karena harus pindah ke Belanda, Naning menjual salonnya yang selama 
ini menghidupinya. Naning mengatakan sangat mencintai Simon, walaupun selama 
perkawinan mereka yang belum satu tahun Naning sering mendapat perlakuan kurang 
menyenangkan. Dia pernah ditempeleng oleh Simon dan sering dimaki, dihina dan 
selalu dipojokkan dengan kalimat-kalimat yang menekan. Simon selalu 
membanggakan diri dengan mengatakan kalau bukan karena dirinya, Naning tidak 
dapat ke Belanda untuk mengubah nasib.

Tetapi setelah hampir tiap hari mendapat perlakuan kurang menyenangkan, 
akhirnya Naning mulai goyah. Rasa cintanya kepada Simon mulai pupus. "Aku sadar 
sekarang, Mbak, bahwa aku saat ini sudah tidak punya apa-apa lagi. Harga diri 
dan harta bendaku habis karena ulah laki-laki ini. Aku adalah bank hidup Simon. 
Aku harus bekerja dan penghasilan seluruhnya harus kuserahkan pada Simon. Sudah 
kepalang basah, aku harus pintar-pintar membawa diri. Aku coba menunggu hingga 
tiga tahun tinggal di Belanda sampai izin tinggalku keluar," kata Naning.

Bisa dibayangkan, penderitaan perempuan ini. Dia bekerja tiga shift dalam satu 
hari. Jam 08.00-10.00 menjadi petugas cleaning service di sebuah rumah jompo di 
Laren, kota kecil dekat Hilversum. Jam 11.00-12.00 ia menghabiskan waktu untuk 
makan siang dimana saja karena tidak sempat pulang ke rumah. Jam 13.00-18.00 
Naning berkeliling kota Hilversum dan sekitarnya untuk menjual jasa sebagai 
penggunting rambut, cream bath, facial, manicure/pedicure kepada pelanggannya 
yang kebanyakan orang Indonesia. Dalam sehari Naning bisa melayani empat 
pelanggan.

Usai istirahat makan malam, dia melanjutkan mencari nafkah di sebuah afhal 
centrum (toko makanan) untuk menggulung lumpia atau risoles. Naning baru bisa 
pulang ke rumah pada pukul 23.00. Di musim dingin Naning akan lebih menderita 
lagi. Udara dingin menggigit, atau salju yang turun tebal, bukan alasan bagi 
Naning untuk tidak bekerja. Bila udara sudah 10 derajat di bawah titik beku, 
dimana salju dan air sudah berubah menjadi es batu, Naning harus ekstra 
hati-hati setiap kali berjalan keluar rumah, karena bisa-bisa dia akan meluncur 
jatuh seperti orang bermain ice skatting.

Naning menguras tenaganya bukan untuk dirinya semata, tetapi untuk membayar 
utang mantan istri Simon yang gemar berjudi. Kalau Naning bermalas-malasan, 
maka tangan Simon akan mendarat di tubuhnya.
"Apa kamu sudah lapor polisi?" aku bertanya pada Naning.

"Enggak berani, Mbak. Nanti aku disuruh pulang ke Indonesia. Izin tinggalku kan 
dijamin oleh Simon. Aku baru bisa menjadi warga negara Belanda dua tahun lagi", 
jawabnya.

Kala itu, seseorang baru boleh mendapat izin tinggal tetap bila sudah tiga 
tahun tinggal di Belanda. Sedangkan untuk menjadi warga negara Belanda, 
seseorang harus lima tahun menjadi penduduk tetap Belanda.

Kalung Terputus Tiga
Pagi itu, bel rumah kami berbunyi. Pintu dibuka dan Naning berdiri di depan 
pintu. Matanya sembab. Pipinya biru kehijau-hijau.
"Aku sudah tidak tahan, Mbak. Aku harus pergi dari rumah itu. Simon memukul aku 
lagi. Bank pasku diambil," tangis Naning pecah sambil memelukku. Di genggaman 
tangannya ada seuntai kalung yang sudah terputus menjadi tiga.

Menurut Naning, pagi itu terjadi "perang". Simon meminjam bank pas (kartu ATM) 
milik Naning untuk mengambil uang di bank, namun Naning menyembunyikannya. 
Simon marah besar. Dia merusak sepeda bekas yang baru saja dibeli Naning. Kursi 
dan meja makan diobrak-abrik. Naning juga ditampar dan didorong hingga jatuh. 
Kalung emas di lehernya ditarik Simon hingga putus tiga.
Walaupun sudah mendapat perlakuan demikian, Naning tetap saja tidak mau melapor 
ke polisi. Dia takut, polisi akan mengirimnya pulang ke Indonesia.

Kemudian aku berusaha menemui Simon sekadar untuk memberi nasihat bahwa Naning 
adalah istrinya yang harus disayangi dan dicintai. Simon menjawab dengan sikap 
arogan, "Seharusnya Naning bersyukur aku kawini, karena dengan demikian dia 
bisa tinggal di Belanda".

Saat itu batinku berontak, aku tidak dapat menerima kaumku diperlakukan 
demikian. Kasus Naning bak buah simalakama, yaitu menerima siksaan Simon atau 
harus mau dipulangkan ke Indonesia padahal Naning sudah tidak punya apa-apa 
lagi. Harta dan harga dirinya telah digadaikan untuk seteguk cinta bagi 
laki-laki ganteng bernama Simon dan sekadar mencari hidup yang lebih baik di 
tanah orang.

Aku tak dapat berbuat apa-apa, karena di Belanda hukum dan hak asasi manusia 
saling berkaitan, tetapi mereka memperlakukan hak seseorang berdasarkan hukum 
yang berlaku.
Dalam kasus Naning, haknya akan dibela, tetapi keputusan hukum, dia harus 
kembali ke Indonesia. Naning bersikap teguh, apapun yang terjadi tidak mau 
pulang ke Indonesia. n
(Bersambung)
 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke