http://www.ambonekspres.com/index.php?act=news&newsid=27472

      Rabu, 18 Nov 2009, | 9 
      A. Bandjar

      Ancaman Kebangkrutan Air 
     
     
      Kita semua tentunya sepakat bahwa kehidupan di bumi bergantung pada air. 
Tak ada mahluk hidup satupun yang tidak butuh air, dan Bumi dikenal merupakan 
satu-satunya planet yang mempunyai air dalam bentuk cair.

      Air yang jatuh ke bumi melalui presipitasi, sebagian langsung 
dikembalikan ke atmosfer, antara lain melalui tumbuhan. Sisanya mengalir ke 
dalam dan di atas tanah, membasahi tanah, masuk kedalam, mengisi 
aquifer-aquifer di bawah tanah, mengisi sungai-sungai dan danau, masuk kelaut, 
dan akhirnya kembali ke atmosfer. Keadaan ini terus berlangsung, dan dikenal 
sebagai " siklus air".

      Jika siklus air terus berlangsung seperti diatas, pertanyaannya kemudian 
adalah mengapa ada kekhawatiran kita terhadap ancaman kebangkrutan air seperti 
judul tulisan diatas ? Artikel ini akan membahasnya .

      Kebangkrutan Air

      Laporan terbaru World Economic forum (Forum ekonomi dunia) 2009 di Davos, 
Swiss , menyebutkan bahwa manusia akan dilanda kelangkaan air yang parah 
karenanya disebutkan kebangkrutan air, tidak ada lagi air. Tentunya disini yang 
dimaksudkan adalah, air yang bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari dan 
bisa diperoleh secara ekonomis. Kebangkrutan air selanjutnya akan memicu 
munculnya berbagai penyakit, kematian, ancaman kelaparan akibat gagal panen, 
kelangkaan energi bahkan terjadi konflik sosial dan konflik antar Negara.

      Penyebab kebangkrutan air disebabkan oleh beberapa hal antara lain : 
pertama, Tingginya kebutuhan air seiiring dengan meningkatnya jumlah penduduk 
dunia. Dilaporkan pengambilan air di seluruh dunia meningkat tiga puluh lima 
kali lipat selama tiga abad terakhir, dan diperkirakan akan terus meningkat 
seiring dengan bertambahnya penduduk dunia saat ini. Dari beberapa laporan 
disebutkan bahwa pola penggunaan air tawar tidak dapat berkelanjutan apabila 
jumlah penduduk dunia mencapai 10 milyar jiwa pada tahun 2050 .Kedua, 
kebangkrutan air akibat dari kerusakan hutan dan meningkatnya pencemaran air. 
Hutan yang berfungsi sebagai penahan laju air larian (run-off) sehingga air 
hujan berkesempatan untuk masuk kedalam tanah jumlahnya semakin berkurang saat 
ini, akibatnya banyak sekali air yang terbuang secara cuma-cuma kelaut pada 
saat turun hujan. Selain itu dilaporkan mutu air menjadi rusak di hampir semua 
negara didunia , bahkan seringkali parah, akibat adanya pencemaran . Pencemaran 
zat hara dari air limbah dan kegiatan pertanian yang mengandung pupuk 
menyebabkan eutrofikasi dan peledakan alga, yang menyebabkan air danau berbau. 
Adanya salinisasi dari irigasi, intrusi air laut yang semakin parah di daerah 
pesisir akibat pemompaan air tanah yang berlebihan memperparah mutu air tawar. 
Selain itu adanya pengasaman air oleh sulfat dan nitrat dari hujan asam dan 
pencemaran air akibat kegiatan industri. Ketiga, Penggunaan air yang besar 
untuk proses pembangkit tenaga listrik dan kebutuhan irigasi. Meningkatnya 
kebutuhan energi dunia dan makin langkanya bahan bakar fosil , mendorong 
dibangunnya pusat listrik tenaga air, yang tentunya membutuhkan air dalam 
jumlah yang sangat besar. 

      Sebagai contoh di Amerika Serikat, kebutuhan air untuk pembangkit listrik 
diperkirakan sebesar 39 % dari semua air yang digunakan di negeri Paman Sam 
tersebut, sementara di Eropa 31 % . Padahal jumlah air yang digunakan untuk 
konsumsi hanya 3 %. Di masa datang, kebutuhan energi diperkirakan akan terus 
naik, demikian pula kebutuhan air. 

      Hal ini membuat air yang diarahkan untuk pertanian akan berkurang, yang 
akibatnya dapat mengancam stok pangan. DIlaporkan bahwa saat ini sekitar 70 % 
sungai besar di dunia diperkirakan akan mengering total karena airnya disedot 
untuk irigasi dan reservoir. Keempat, kebangkrutan air karena adanya perubahan 
iklim akibat pemanasan global. Perubahan iklim yang terjadi menyebabkan siklus 
ElNino semakin pendek, yang menyebabkan kekeringan berkepanjangan. Kekeringan 
yang panjang menyebabkan proses penguapan air semakin cepat sehingga air akan 
lebih cepat habis. Perubahan iklim juga menyebabkan terjadinya perubahan pola 
hujan, dimana intensitas hujan semakin tinggi dengan waktu yang sangat singkat. 
Hal ini tentunya mengurangi kemampuan tanah untuk menampung air hujan.

      Bagaimana Di Maluku ?
      Propinsi Maluku terdiri dari pulau-pulau kecil, mempunyai fasilitas daya 
tampung air hujan yang sangat kecil. Adanya perubahan iklim yang mempengaruhi 
pola hujan menyebabkan banyak air hujan yang akan terbuang secara cuma-cuma 
kelaut. Untuk kota Ambon, dengan topografi yang berbukit, pemukiman yang padat, 
hutannya kebanyakan gundul, jenis tanahnya yang tak mudah menyerap air, 
letaknya dekat pantai dengan hutan bakau yang makin berkurang serta pengambilan 
air tanah yang tak terkontrol, ancaman kebangkrutan air sesungguhnya telah ada 
didepan mata.

      Apa Yang Harus Dilakukan ?
      Ancaman kebangkrutan air sesungguhnya sangat menyeramkan kita. Ketegangan 
sosial ekonomi diperkirakan akan terjadi dimasa datang baik antar warga, antar 
kota/desa yang berbatasan bahkan antar Negara untuk memperebutkan sumberdaya 
air. Tekanan ekonomi masyarakat semakin meningkat seiring dengan naiknya harga 
air di masa datang bahkan diperkirakan harga air akan lebih tinggi dibandingkan 
dengan harga minyak bumi. Kalau demikian maka apa yang harus dilakukan untuk 
mencegah kebangkrutan air ?

      Dengan bertambahnya penduduk, keberlanjutan penggunaan air oleh manusia 
akhirnya bergantung pada kemauan untuk mengubah perilaku sesuai dengan siklus 
air yang ada.

      Masyarakat, kita semua, perlu mengembangkan kemampuan, kesadaran, 
pengetahuan,dan kelembagaan untuk mengelola pemakaian lahan dan air, dalam cara 
yang terpadu dan komprehensif agar dapat mempertahankan mutu dan jumlah air 
yang dipasok bagi kita semua.Mari memulai, jangan ditunda, demi berlanjutnya 
kehidupan ini ! 

      *) Dosen Fakultas MIPA, Universitas Pattimura Ambon  


------

THE SQUAL
Bilingual Weekly
[English and Japanese]
Issue 2, Nov 18th, 1998

Water, Water, Water...
by Hendrik Amahorseja

It has been almost a month since we left Liverpool. We have sailed across the 
Atlantic in the stormy weather, the Gulf of Mexico, the Garribean Sea and now 
we are in the majestic ocean, the Pacific.

Water, water, water, not only beneath and around us but from the sky also comes 
water. The rain! 

The dominant blue of our oceans' colour gives our globe an extraordinary 
appearance, like a blue jewel among the planets of our solar system. We live on 
the water planet. Despite that, the distribution of fresh water is unequal to 
the inhabitants of our globe. The reasons are many. Part of them are man-made 
and some are caused by nature itself.

It is estimated that over 97% of all water evaporated from the sea is blow 
inland. It is around 40.000 km3 returns to the seas as run-off. This is the 
water "income" on which we depend.

Our daily life requires the availability of fresh water. If, for whatever 
reason our taps were to run dry, our households would collapse, our health 
would be at risk, factories would grind to a halt and agriculture would be in 
dire straits. The entire fabric of our societies would begin to fray. We may 
take fresh water for granted, but we do so at our peril. 

The absolute minimum a person needs for domestic use of water is 5 litres a 
day, with a more realistic figure at 20 litres a day. However, citizens in 
highly industrialised societies consume over 100 litres a day and if we add it 
to industry consumption the figure jumps to 500 litres.

It might be wise to bear in mind that our planetary env1ronment is a closed 
system. The chemical materials pumped into the air by industries and vehicles, 
dumped into rivers and seas, or hidden from view in landfills do not simply 
disappear. The waste by-products of industrial processes are a growing threat 
to the water, the liquid of our life. Water is everybody's business! We must 
all do something before we become bankrupt.


Hendrick is an Indonesian polyglot, a romantic and a prophet. He has the brown 
belly of a happy buddha and the heart of a hero. He is highly knowledgeable on 
an array of subjects and everybody should engage in conversation with him at 
any possible opportunity. (Editor)

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke