Refleki : Pusat dan daerah harus bertanggung jawab, karena pusat tidak mampu memberi jawaban?
http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=detail&nid=135903 [ Selasa, 25 Mei 2010 ] Antisipasi Kelaparan-Kurang Gizi SBY: Pusat dan Daerah Harus Berbagi Tanggung Jawab JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta pembagian tanggung jawab yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi kasus-kasus kelaparan. Pemerintah daerah juga diminta memperhatikan peta ketahanan pangan untuk mengantisipasi kasus-kasus kelaparan dan riwayat kekurangan gizi. Menurut SBY, selama ini pusat selalu disalahkan jika ada kasus kelaparan di sejumlah daerah. Padahal, kasus tersebut harus dipertanggungjawabkan oleh satu tingkat pemerintahan di atasnya. "Kalau ada kecamatan yang mengalami masalah kelaparan, yang paling bertanggung jawab menjelaskan ke pers, ke rakyat, adalah bupati," kata SBY dalam pembukaan konferensi Dewan Ketahanan Pangan di Jakarta Convention Center (JCC) kemarin (24/5) SBY menuturkan, gubernur harus bertanggung jawab jika kelaparan terjadi di beberapa kabupaten. Sementara itu, presiden dan menteri bertanggung jawab untuk kelaparan di dua provinsi atau lebih. SBY menyebut, tujuan utama pembangunan milenium (MDGs) adalah mengurangi kemiskinan absolut dan kelaparan ekstrem. Jika kasus kelaparan terjadi di suatu daerah, seharusnya kepala daerah dan presiden tidak bisa tidur karena mendengar berita tersebut. Meski banyak investor yang datang di suatu daerah, masyarakat akan lebih mengingat kasus kelaparan daripada prestasi yang diraih daerah tersebut. "Itu selamanya diingat," ungkap presiden. SBY juga meminta agar pemda memantau sistem cadangan maupun distribusi pangan. "Saya masih mendengar, pada musim-musim tertentu ada shortage (kelangkaan pangan, Red) di tempat tertentu. Karena itu, harus diperhatikan stok dan cadangan nasional maupun daerah," ucap dia. Transportasi dan distribusi di daerah terpencil pun harus diperhatikan. Hal lain yang harus diperhatikan adalah efisiensi rantai suplai dan logistik. "Mari kita carikan jalan keluar," ujar presiden. SBY mengatakan, saat ini biaya operasional di Indonesia USD 0,34 atau sekitar Rp 3.000 per kilometer. Biaya tersebut lebih mahal jika dibandingkan dengan ongkos truk di negara-negara Asia yang hanya sekitar USD 0,22 per kilometer. "Kalau ongkosnya begitu, harga akhir yang dibeli rakyat pasti mahal," terang dia. (sof/c11/dwi) [Non-text portions of this message have been removed]