________________________________________________________
 
BISIK-BISIK MEDIA: Ada apa di balik keriuhan media massa?
Racikan Senin, 27 Juni 2005

________________________________________________________
 
HIMBAUAN:
Bacalah, dengarlah, tontonlah. Tapi gunakan nalar dan akal sehat Anda: 
Jangan percaya 100% pada media massa. Simak baik-baik, jangan telan 
mentah-mentah apa yang tersaji. Kupaslah, kunyahlah, saringlah, 
dan cermatilah dengan bijak apa yang mereka tuliskan, siarkan, dan
tayangkan.
 
MEDIACARE selalu peduli pada perkembangan media massa di Indonesia dan juga 
para 
para awaknya. Namun peduli bukan berarti harus terus menerus memuji. Segala
bentuk pujian hanya akan membuat kita lupa diri, dan membuat kita terlena
untuk meningkatkan prestasi.
 
________________________________________________________
 
SOROT MEDIA
 
Iwan Pandjiwinata, Kapolda Sumatra Utara:
Tidak seluruh aktivitas wartawan terkait peliputan jurnalistik mendapat
jaminan perlindungan dari pemerintah atau masyarakat seperti termaktub
dalam UU Nomor 40 pasal 8 yang berbunyi: "Dalam melaksanakan profesinya
wartawan dapat perlindungan hukum". Karena yang mendapat payung hukum
itu dikhususkan bagi wartawan yang melaksanakan fungsi, hak, kewajiban
dan perannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
 
Mohamad Sobary, pemimpin umum kantor berita ANTARA:
Kami meminta pemerintah memberi kejelasan status hukum sekaligus alokasi
anggaran untuk kantor berita ANTARA yang sudah berdiri sejak 67 tahun lalu ini.
 
Rida K. Liamsi, CEO Riau Pos Group:
Adanya ombudsman dalam penerbitan media massa perlu dioptimalkan 
fungsinya. Bila terdapat hal-hal dalam pemberitaan koran yang dirasa
merugikan suatu pihak atau perusahaan, mereka dapat menyampaikan
hal ini ke ombudsman koran yang bersangkutan.

________________________________________________________
KOMPAS - newspaper
Buka mata dengan Kompas
www.kompas.com
Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270
t: 534-7710/20/30, 530-2200 
f: 548-6085/3581
e: [EMAIL PROTECTED]
Pusat Informasi Kompas: [EMAIL PROTECTED]
Pemimpin Umum: Jacob Oetama
CE: Suryopratomo
 
Perayaan ulang tahun KOMPAS benar-benar meriah. Beragam acara digelar.
Salah satunya adalah "Megalitikum Kuantum", repertoar yang khusus digagas dan 
diciptakan sebagai kompas musik Indonesia  oleh seniman-seniman Indonesia 
berbasiskan seni musik dan seni pertunjukan yang tumbuh dan hidup di 
Nusantara sejak zaman Megalitikum hingga era Kuantum dengan media dan 
perspektif modern.
 
Konser musik ini bakal digelar pada Kamis, 30 Juni 2005, mengambil lokasi
di Plenary Hall, JCC, mulai pukul 20.00 WIB hingga 21.30 WIB. 
Rizaldi Siagian didapuk sebagai sutradara musik, sedangkan
Jay Subyakto sebagai penata artistik. Berderet artis kondang 'mejeng'
di acara ini, dari mulai Krisdayanti, Agnes Monica, Iyeth Bustami, Ubiet, Maya 
Hasan, Candil "Serieus", Indra Lesmana dan Dwiki Dharmawan. Konser ini
juga melibatkan para penari seperti Boi G. Sakti, Rahayu Supanggah, 
Didik Nini Thowok, Innisisri, I Wayan Rai, plus kelompok musik tradisional
seperti Musisi Sampek, Jegog, Sasando, Kuntulan, dan Gamelan Ketawang 
Puspowarno. 
 
Harga tiket VVIP Rp 1 juta, VIP Rp 1/2 juta, Kelas I Rp 300 ribu, dan Kelas II 
Rp 150 ribu. Kelas Kambing? Maaf, tidak tersedia! Menurut pihak panitia, 
seluruh hasil 
penjualan tiket akan disumbangkan kepada korban bencana alam di Nias.
Tiket sudah bisa dipesan mulai sekarang lho. Hubungi saja Aquarius 
Mahakam (720-8413), Aquarius Pondok Indah (723-8756), Ibu Dibyo 
(310-0386), TB Gramedia Pondok Indah (750-6997, 750-6998), TB Gramedia 
Mal Taman Anggrek (569-99488, 569-99489), TB Gramedia Matraman 
(858-1763), TB Gramedia Mal Kelapa Gading (452-6986, 452-8606). 
Masih belum jelas juga? Kalau begitu hubungi saja Maya Puspita Cahya di 
0816-754493 atau klik www.megalitikum-kuantum.com.
 
_________________________________________________________
KORAN JAKARTA - newspaper
membangun masyarakat perkotaan
www.koranjakarta.com
12 April 1999
Gedung Akademi Pariwisata lt. 3, Kawasan Niaga Terpadu Sudirman (SCBD),
Jl. Jend. Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190
t: (021) 515-1723
f: (021) 515-2938, 515-4625
e: [EMAIL PROTECTED]
 
CE: Bob Hutabarat
ME: Marmi Panti Hidayah, Sarluhut Napitupulu (Assistant)
Sekretaris Redaksi: Apul Maharaja
Dewan Redaksi: Agus Karyawan, Aloysius Widyatmaka, Darlis Munir Tamin,
Darwin Panjaitan, Philip Situmorang, Yulius Kristanto
 
Koran termurah di dunia! Itulah promo yang mungkin bakal diusung
KORAN JAKARTA milik Tommy Winata, bos Artha Graha - dulu bernama HARIAN 
JAKARTA. 
Bayangkan, harga ecerannya cuma Rp 500 saja, setara dengan harga sebiji krupuk 
kampung. 
Sekilas dilirik, tampilannya mirip KORAN TEMPO. Memang, sejak seminggu lalu, 
koran milik Tommy Winata ini
mengubah format dari koran lebar menjadi koran kompak. Yah, syukurlah,
rupanya mereka masih punya tenaga untuk bangkit kembali. Semoga koran-koran 
lain ikut 
menurunkan harga ecerannya. Kalau perlu, gratis! Kenapa tidak?
 
_________________________________________________________
 
MALE EMPORIUM (ME) - magazine
Rp 28,000
Jl. Sultan Iskandar Muda No 16 A, Arteri Pondok Indah, Jakarta Selatan  
t: (021) 720-2540
f: (021) 720-2541
e: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
Hotline langganan (Bandung): (022) 423-4260
CE: Wies Budiman
ME: Ari Tamba 0812-8051669
BDM: Aryo Kresnadi 
 
Anda perempuan molek dan berpenampilan menawan? Ingin jadi model kondang? Ikuti 
'open casting' untuk program "The New Behind The Scenes: ME" yang rutin tayang 
di Lativi. 
Acara digelar pada hari Senin, 27 Juni 2005 mulai pukul 10.00 WIB 
hingga kelar, bertempat di markas ME. Syaratnya gampang: Anda perempuan
tulen (bukan waria), usia 18 - 25 tahun, photogenic (bukan foto genit),
tinggi dan berat badan proporsional, punya 'attitude', 'not camera shy'. 
Jangan lupa bawa portfolio: close up, 3/4, dan 'full body'. Untuk informasi, 
hubungi Dian di 0812-9828323 atau 720-2540.
 
Komentar:
Semoga laptop yang berisi hasil-hasil pemotretan tidak dirampok lagi. 
 
_________________________________________________________

MERDEKA - newspaper
bukan sekadar berita tapi sebuah jiwa
PT Pers Indonesia Merdeka
1 Oktober 1945
Rp 1,500/copy
Jl. Kebon Sirih 65, Jakarta 10340
t: (021) 398-36488 (hunting)
f: (021) 314-9562, 315-2940
e: [EMAIL PROTECTED]
CE: Wina Armada Sukardi
ME: Ritno Hendro Irianto
 
Jumat malam, 24 Juni 2005 pukul 22.00 WIB, aku terima 'sandek' (pesan pendek)
melalui seluler alias SMS dari seorang wartawan TEMPO yang isinya cukup 
mengejutkan: "Harian MERDEKA  berhenti terbit!" Antara percaya dan tidak 
percaya, aku pun langsung mengontak beberapa teman di harian yang dirintis oleh 
almarhum BM Diah sejak 1 Oktober 1945 itu - sekadar konfirmasi. Namun ponsel 
mereka tak aktif. Setengah jam kemudian baru bisa tersambung. Rupanya para awak 
MERDEKA baru selesai rapat marathon dengan jajaran direksi PT Pers Indonesia 
Merdeka.

Akhirnya aku yakin, berita ditutupnya MERDEKA itu ternyata memang benar adanya. 
Sedih juga mendengarnya. Sayangnya, aku tak bisa mengorek banyak informasi 
karena
situasi dan suasana yang tak memungkinkan untuk bertanya-tanya lebih rinci. 
Bayangkan saja, ada seorang wartawan MERDEKA yang bingung karena 
anaknya lagi sakit keras, sedangkan ia belum tahu akan dapat pesangon atau 
tidak. Bayang-bayang muram pasti menghantui mereka semua: dengan 
ditutupnya koran yang selama ini mampu menghidupi keluarga mereka, 
selanjutnya akan bekerja dimana? Bagaimana kiat mencari uang halal agar 
kuali di dapur tak terbalik? Masih adakah secercah cahaya di esok hari buat 
mereka yang bernasib malang?
 
Kenapa kabar ditutupnya MERDEKA itu buatku 'cukup mengejutkan', bukan 'amat 
mengejutkan'? Yah, karena sebelumnya aku sudah punya firasat 
bahwa koran ini takkan panjang usia. Pertama, berdasarkan pemantauan 
dari hari ke hari, pemasang iklannya amat minim. Menurutku, tampilan
MERDEKA tak jelek-jelek amat, bahkan lebih 'kinclong' dibandingkan saat
dikelola keluarga BM Diah. Namun 'kekinclongan' itu agaknya tak mampu
menggerakkan hati para biro iklan dan pemilik produk/jasa untuk pasang iklan 
disana.
Kedua, sejak seminggu lalu pak loper koran tak lagi mengantar MERDEKA tiap 
pagi. Pada 21 Juni lalu aku sempat bersua dengan wartawan MERDEKA bung Muhamad 
Isnaini
di sebuah acara, namun ia tak bercerita apa-apa. Begitu pula saat aku ber-sms
dan bere-mail ria dengan mbak Amor di bagian iklan, ia juga tak bercerita bahwa
korannya mau tutup. 
 
Ini kali keempat media cetak yang digawangi Wina Armada Sukardi tersebut harus 
berakhir tragis: menghunjam berkalang kubur. Pertama harian PRIORITAS, kedua 
majalah NEO, ketiga tabloid BINTANG MILLENIA, dan keempat harian MERDEKA.  
Semoga tak ada yang kelima dan seterusnya. Untunglah, MATRA sempat  tertolong 
oleh 'gerojokan' duitnya Bu Sri. Bagaimana dengan majalah  FEMALE? Akankah 
bernasib serupa? Apakah surutnya pamor bisnis Wina  terkait dengan 'lengsernya' 
sang kakak - Laksamana Sukardi - dari kursi menteri? 
Apakah bank-bank tak mau lagi mengucurkan pinjaman karena ia bukan lagi adik si 
menteri? Walahualam.
 
Menurutku, Wina tak punya 'sentuhan Midas' di bisnis media. Terlalu banyak 
media yang mau ia kelola, namun tak fokus. Belum lagi kesibukannya memproduksi 
berbagai judul film layar lebar yang sebagian 'jeblok' di pasaran. Padahal 
trend pebisnis di zaman kini kan musti fokus, fokus, fokus! Lain cerita kalau 
seluruh bisnis yang dilakoninya itu sudah 'moncer', nongkrong di puncak Menara 
Babil - minimal masuk SWA 100 atau FORTUNE 500. 
 
Yah, ini pelajaran berharga buat kita semua. Waspada, waspada, waspada!
 
Oleh Radityo Djadjoeri, Jakarta
e: [EMAIL PROTECTED]
 
-------
 
Komentar dari Indiah Sari - Ideaplus Productions, Jakarta
e: [EMAIL PROTECTED]
 
Saya ikut prihatin dan berduka dengan berita penutupan
koran MERDEKA. Di banyak pekerjaan saya berhubungan dengan
rekan-rekan pers, koran MERDEKA adalah salah satu yang kooperatif.  
Saya berharap semoga penutupan ini tidak lama. Semoga akan ada 
investor yang berkenan untuk membangkitkan kembali media ini.
 
-----------------------
 
Komentar dari Mangku
e: [EMAIL PROTECTED]
 
Saya bisa membayangkan perasaan temen-temen wartawan Harian Merdeka.
Beberapa tahun lalu koran tempat saya bekerja juga tutup. Ingin saya 
sampaikan semoga teman-teman di harian Merdeka tabah. Payahnya, 
kadang-kadang kita harus berjuang cukup  alot untuk sekadar mendapatkan 
pesangon ala kadarnya. Cuma untuk sekadar bertahan sampai dapat pekerjaan baru.
 
-------------------
 
Komentar dari H.D. Haryo Sasongko
e: [EMAIL PROTECTED]
 
Saya kira, ini karena gaya manajemen yang itu-itu juga sejak BM 
Diah & Herawati Diah: 
(1) Terlalu rendah dalam memberikan honor  penulis. Saya (Merdeka yang dulu) 
pernah dikomentari ketika mau ambil honor tulisan saya: "Lho, sudah dimuat saja 
untung, 
kok minta honor...!" 
(2) Sangat diskriminatif dengan penulis.  Hanya lingkungannya sendiri yang 
tulisannya dimuat. Bahkan wartawannya ikut menjadi penulis, fotonya nampang 
dipajang. Mirip koran onani. 
(3). Isinya tidak mampu mengantisipasi kebutuhan pembaca. Koran MERDEKA yang 
sekarang baru wafat itu kualitas manajemennya sama dengan MERDEKA yang dulu 
(sehingga banyak yang rame-rame pergi bikin RAKYAT MERDEKA). Dan juga sama 
dengan yang lebih dulu lagi (era BM Diah). Koran "perjuangan" yang  tak perlu 
uang, tak perlu pembaca, tak butuh iklan. Cetak sendiri,  baca sendiri. 
Padahal, bikin koran itu bisnis, bukan revolusi 
perjuangan seperti MERDEKA yang pertama kali terbit pada 1 Oktober 1945.
 
-------------

Komentar Richard Y. Susilo 
e: [EMAIL PROTECTED]
 
Anda punya email dan nomor ponsel Wina Armada? Dia sahabatku satu 
tempat kerja saat kita di PRIORITAS dulu. 
 
_________________________________________________________
SCTV - tv station
www.sctv.co.id
24 Agustus 1990
Grha SCTV lt. 2, 
Jl. Gatot Subroto Kav 21, Jakarta 12930
t: (021) 5225555, 582-5858 
f: (021)  522-4777, 582-5328, 582-5325
e: [EMAIL PROTECTED] 
 
Bagi sebagian masyarakat awam, tayangan kriminal yang setiap hari menyajikan 
berita-berita hangat seputar pencurian, pembunuhan, perampokan, perkosaan, dan 
lainnya merupakan tontonan yang sangat menarik dan sayang dilewatkan. Belum 
lagi ada tayangan khusus tentang kriminal di malam hari, misalnya "Derap Hukum" 
di SCTV. 
 
Namun sayang, tayangan-tayangan tersebut ternyata telah memberikan pandangan 
bagi sebagian masyarakat awam terhadap hukum. Mereka menganggap hukum itu hanya 
hukum tentang isi dari tayangan-tayangan tersebut (KUHP dan KUHAP). 

Pun, dianggap aparat penegak hukum itu hanya Polisi, Jaksa dan Hakim (yang 
menyidangkan kasus-kasus kriminal).  Padahal hukum itu tidak hanya hukum pidana 
saja. Hukum itu ada Hukum Perdata, Hukum Administrasi Negara dan lainnya.  
Demikian juga penegak hukum, tidak hanya Polisi, Jaksa atau Hakim saja, tapi 
ada Presiden dan Menteri-Menteri, Gubernur, Walikota, Bupati beserta jajarannya 
yang mempunyai kewenangan sebagai pejabat publik. 
 
Menteri, Gubernur atau Walikota dan Bupati dapat mencabut izin usaha suatu 
perusahaan. Ini adalah penegakan hukum. Gubernur memecat Kepala Dinas karena 
tidak masuk kerja selama satu bulan berturut-turut, ini adalah penegakan hukum. 
Memang peristiwa-peristiwa seperti ini tidak bisa masuk dalam tayangan "Buser", 
"Patroli", "Sergap" atau yang lainnya. Karena, jika dimasukkan tentu akan 
mengubah nama acara, misal diubah dengan "Libas", "Berantas" atau nama lain 
yang tidak hanya mencerminkan hukum pidana saja. 
 
Untuk tayangan "Derap Hukum" di SCTV, tampaknya sudah cukup fleksibel. Namun
sayang, yang diderapkan melulu peristiwa pidana saja. Ada baiknya produser 
meninjau kembali namanya, jika yang dimuat hanya peristiwa pidana saja. Atau 
secara berimbang tayangan juga diisi dengan materi hukum lain. Hingga cocok 
dengan namanya. 
 
Oleh Helmi di Jambi
e: [EMAIL PROTECTED]
 
-----------------
Tanggapan dari Sirikit Syah, pengamat media di Surabaya:
e: [EMAIL PROTECTED]
 
Saya sependapat dengan Anda perihal nama dan isi program "Derap Hukum" di SCTV. 
Saya termasuk orang SCTV yang ikut menggarap "Derap Hukum" pada tahun-tahun 
awal pembuatannya, kebanyakan dikerjakan di SCTV Surabaya ketika SCTV Jakarta 
masih belum banyak orang.  Dari semula saya sudah bingung dengan namanya 
(sebagai catatan, nama program ini ciptaan Ibu Sumita Tobing). Seperti 
pengamatan Anda: "Derap Hukum kok 
isinya pidana/kriminal terus-terusan?" Jadi yang masuk cuma 'depth-reporting' 
dari sebuah peristiwa kriminal biasa. Bahkan ada yang cuma kepanjangan berita 
yang berdarah-darah, pembunuhan, kematian, tawuran, dan lainnya.
 
Mestinya isinya diubah, lebih serius dan lebih mendalam daripada sekadar 
'depth-reporting' kasus kriminal. Mestinya lebih ke persoalan-persoalan hukum, 
ketidakadilan hukum, kesewenang-wenangan hukum, hukum yang diperjualbelikan, 
hukum yang menindas si kecil dan si lemah, hukum yang tak mempan pada si besar 
dan si kaya. Banyak kan kasus-kasus seperti itu di Indonesia ini? Dijamin nggak 
bakalan kehabisan bahan. Atau, kalau merasa kesulitan dengan 'content' dan 
lebih nyaman dengan kriminalitas, namanya dong diubah.
 
SCTV juga memakai nama "Liputan 6" tanpa alasan: diperkirakan akan diputar di 
channel 6, 
tapi channel kan berubah-ubah, apalagi di setiap kota beda. Atau, karena 
ditayangkan pukul 6? Padahal pernah juga "Liputan 6" ditayangkan pukul setengah 
enam.
 
Memang nama program teve di Indonesia ini aneh-aneh. Sering tidak cocok dengan 
muatannya. Rasanya dibutuhkan kecerdasan seorang programmer untuk memahami 
'appeals' program dan memberi nama yang 'meaningful' dan mudah diingat.

_________________________________________________________
 
INFO
_________________________________________________________
 
Anda punya info terbaru? Ingin kasih komentar tentang kiprah media 
massa dan komunikasi pemasaran, atau geliat para awaknya? Kirimkan 
ke: [EMAIL PROTECTED]
Klik: http://mediacare.blogspot.com
Milis: http://www.yahoogroups.com/mediacare/subscribe
Email: [EMAIL PROTECTED]
Moderator: [EMAIL PROTECTED]
Hotline: 0817-9802250
 
TERIMA KASIH
Terima kasih untuk moderator milis apakabar, bizzcomm, communications 
indonesia, fhm, fpk, flp, guyub-bahasa, iperhumas, jurnalisme, kritik-iklan, 
mediacare, musyawarah burung, orangmedia, komunitaspantau, pasar opini, 
pr-society-indonesia, pr jakarta, sastra-pembebasan, swa-mag, tv watch 
indonesia, wartawan, wartawan gaul, wartawan indonesia, wartawan jakarta, dan 
lainnya yang tak dapat saya sebutkan satu persatu.
_________________________________________________________


Ungkapkan opini Anda di: http://mediacare.blogspot.com
__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke