Assalammu'alaikum wr wb, Teman-teman saya bukan propagandis Darwinisme atau Kreasionisme, namun artikel yang saya terjemahkan secara amatiran ini mungkin dapat menjadi bahan pemikiran dalam mempelajari Dinul Islam. Bagaimanapun kita memerlukan pandangan-pandangan luar yang bisa mengungkit kejumudan pemikiran dalam masyarakat Muslimin kita. Jangan ketakutan keracunan fikiran luar, malahan kita test apakah dasar pemikiran Islami kita tangguh atau tidak tangguh. Perlunya kita bisa mengkritisi pemikiran-pemikiran yang sok-Islami ataupun sok-ilmiah.
Tetap iman dan kritis tetapi juga terbuka Wassalam, A.M ---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- HomeNewsUK News Science News From The Sunday TimesJanuary 11, 2009 Demi Tuhan (God), adakah teori Charles Darwin telah mengubah kehidupan kita? Sekarang ini adalah ulang tahun ke-200 Charles Darwin dan kemungkinannya baik kaum kreasionis maupun para ilmuwan kedua-duanya bakal meributkan pesta ini. oleh: Bryan Appleyard Apakah yang telah diperbuat Charles Darwin buat Anda? Adakah Anda merasa lebih baik atau lebih buruk ketika ada pemberitaan bahwa Anda saudara sepupu seekor Gibbon? Bathiniyah percayakah Anda tentang hal tersebut? Semetara orang sudah barang tentu tidak. Di dalam Creation Museum di Kentucky Anda dapat melihat suatu sejarah 6.000 tahun nonDarwinian mengenai suatu dunia yang dimulai dari Garden of Eden (Kebun Eden) hingga sekarang. Kira-kira 50% orang Amerika mempercayai bagaimana hal ini benar-benar telah terjadi. Bagi mereka, Darwin – dengan ide-ide gilanya mengenai berjuta-juta tahun perubahan lamban secara evolusional – adalah seorang nabi masa kini, kesalahfahaman sekular, bahkan mungkin suatu bayangan awal dari yaum al-kiam ketika Tuhan bakal menyampaikan keputusan ahir-NYA. “Darwinisme,” kata Dr David Menton dari "Answers in Genesis" yang telah membangun Creation Museum, “adalah apa yang Anda dapatkan, sekali Anda menafikan eksistensi Tuhan.” Kami melakukannya secara berbeda di sini. Di Westminster Abbey, sekelompok murid-murid sekolah berjalan di atas batu pualam segi panjang yang bertuliskan sederhana, “Charles Robert Darwin. Lahir 12 Februari 1809. Meninggal Dunia 19 April 1882”. Ada juga suatu papan hitam menggambarkan seorang Darwin berjenggot yang mengagumkan di usia lanjut. Toko berkapasitas Anglicanisme tampaknya lebih cerdik berbuat dibanding dengan fundamentalisme Amerika yang tak mampu berbuat seperti itu dalam kata-kata Richard Dawkins’s, membuatnya menjadi “secara intellectual terhormat disebut sebagai seorang atheis”. Hal ini, bahkan di antara kami yang paling menyendiri sekalipun harus sangat menyadari akan ulang tahunnya Darwin. Sekarang ini adalah perayaan ulang tahun ke-200 hari kelahirannya dan 150 tahun publikasi karyanya "On the Origin of Species", sebuah buku yang menjelaskan bahwa manusia itu suatu mahluk yang tidak istimewa. Kita ini adalah keturunan bukan saja hanya dari kera tetapi juga, pada ahirnya, dari keturunan yang sama misalnya bakteria, bunga-bungaan dan potongan-potongan timah. Ya demikianlah yang sudah-sudah dan kini masih juga, bagi kebanyakan orang, suatu pandangan yang suram. Akan tetapi pada paragrap terahir Darwin berusaha menyelamatkan kita dari keputusasaan. Dia menulis: “Di dalam pandangan atas kehidupan sedemikian ini ada keagungan, dengan beberapa kekuatannya, yang telah ditiupkan pada mulanya ke dalam suatu jumlah kecil bentuk-bentuk kehidupan yang baru atau ke satu jenis kehidupan; dan itu, sambil planet ini berputar berkeliling sesuai dengan hukum kepastian gravitasi, dari suatu permulaan bentuk- bentuk sederhana tak berahir telah dievolusikan kesuatu keberadaan kehidupan yang paling indah dan paling mengagumkan.” Mengagumkan ataukah malapetaka pada yaum al-kiam? Darwin telah membelah dan masih terus membelah-belah dunia Barat. Ini bukanlah sekadar perpecahan di antara para ahli Sains dan kaum fundamentalis. Sains sendiri telah terpecah- belah. Belum lagi berbicara soal kita yang tersisa, yang mungkin bisa menerima teori Darwin tetapi berat untuk berkaca dan melihat diri sebagai keturunan dari setetes lendir. Titik mula yang menggegerkan mengenai "On the Origin of Species" adalah mungkin karena ia merupakan satu karya besar Sains yang pernah ditulis yang paling bisa diterima. “Sungguh betapa bodohnya saya tidak memikirkan untuk menuliskannya!” teriak TH Huxley, seorang ahli biologi dan selanjutnya adalah pendorong utama Darwinisme, ketika dia mengahiri buku yang ditulisnya. Semuanya yang dikatakan oleh Darwin adalah, bahwa mutasi acak berlangsung di dalam organisme. Sebahagian kecil presentasenya akan berguna dan membantu suatu kehidupan tertentu untuk berkembang-biak lebih sukses lagi. Selama ratusan tahun-tahun tak terbayangkan yang mendekam di kedalaman waktu, proses ini akan melakukan perubahan- perubahan jenis dan menciptakan suatu yang baru. Pada ahirnya otak manusia dibentuk yang di antaranya dapat menetapkan dan melacak yang mengagumkan dalam proses kerja membuta dari sesuatu yang sederhana dan, yang dalam angan-angan seorang materialis, mencapai mekanisme yang tak terelakkan. Colin Blakemore, seorang ahli neurobiologi kami yang termasyhur, percaya bahwa Darwinisme bakal pada ahirnya membimbing kita ke suatu pemahaman Sains yang diakui atas sifat alamiyah manusia dan penolakan terahir terhadap semua mitologi yang pernah ada. “Ini bisa saja, dalam prinsipnya, menggantikan semua sistim kepercayaan lainnya atas sifat alamiyah manusia, mengenai apa yang istimewa atas orang,” katanya. “Dengan jelas apa yang saya dapatkan adalah agama. Saya sungguh percaya apabila kita dapat menghasilkan suatu gambaran mengenai kemanusia di atas dasar teori Darwin, sehingga kepercayaan terhadap penjelasan lainnya akan melenyap sendiri.” Di sini ada beberapa bukti yang membenarkannya. Pada pameran "Ide-ide Besar Darwin" dari Natural History Museum saya bertemu dengan Michelle Wilkinson, seorang mahasiswa Hukum berumur 21 th yang dibesarkan dalam keluarga Katolik, dia mulai menghindar dari gereja. Apakah hal ini,” saya menunjuk kepada benda pameran surat-surat Darwin, bangkai-bangkai burung, seekor katak raksasa dan catatan kenangan saat-saat hidup ketika itu pada kertas kering kena terik matahari, “membuatmu terlebih lagi ragu?” “Ya,” dia berkata dengan lembut dan mungkin agak sedih. Sementara, di tengah semua kemenangan ilmu pengetahuan ini dan keraguan keberagamaan, apakah yang telah kita kerjakan dengan “ide besar” yang telah mendominasi ortodoksi keilmuan kita dewasa ini? Apakah yang istimewa dengan ide sebagai lawan dari semua yang lain yang kita ganyang setiap hari? Bagi semua kemenangan Sains dan Teknologi, mulai dari Copernicus lewat Galileo dan Newton hingga revolusi industri, hidup tetap merupakan kotak hitam yang tak dapat dibuka hingga tahun 1859. Bagaimana kompleksitas kehidupan yang membangkitkan rasa hormat itu dapat muncul dari tarian begok materi (dumb dance of matter)? Satu- satunya jawaban hanyalah Tuhan. Akan tetapi mekanisme Darwin telah mempertunjukkan bagaimana, melalui operasi- operasi kedalaman waktu yang diketemukan oleh para ahli geologi Victorian, kompleksitas dapat lahir atau muncul. Ada celah-celah dan lubang-lubang dalam argumentasinya. Dia tidak tahu apapun mengenai gen-gen dan dia tidak menunjukkan bagaimana kesempurnaan dapat muncul. Itu semua dapat dijelaskan melalui mutasi kecil-kecilan yang mengubah suatu organisme, tetapi bagaimana senyatanya membuat, misalkan saja, sebuah mata? Tanpa kesemua percikan dan cuwilan sebuah mata tak akan dapat berkerja. Hal demikian itu, di dalam terminologi yang dipergunakan oleh seorang ahli biokimia Michael Behe, pengarang "Darwin’s Black Box", “kompleksitas yang tak dapat dikurangi”, jauh dari jangkauan mutasi acak yang membuta. Dan ahirnya, walaupun Darwin menunjukkan evolusi-mikro – paling terkenal di dalam hal bermacam-macamnya paruh burung jenis kutilang di Galapagos – lompatannya ke kesimpulann, bahwa ini merupakan bukti evolusi-makro (jenis yang satu berubah ke jenis yang lain) adalah suatu lompatan kepercayaan. Bagi sebagian orang, tak ada kejadian apapun semenjak keberatan ini terjawab – dan sekarang ada lagi yang baru. Dalam bukunya yang baru, "Why Us? How Science Rediscovered the Mystery of Ourselves", James Le Fanu, seorang dokter medis dan wartawan sekaligus, ngotot bahwa penemuan-penemuan biologis telah menggulingkan Darwin. Kakek tua itu "sudah ditanggalkan”, katanya kasar. Barangkali yang paling mengagetkan adalah penemuan dari penguraian genome manusia yang ternyata hanya memiliki sekitar 20,000 dan 25,000 gen. Sebelumnya kita mengira ada 100,000. Hanya sekitar 25,000 tampaknya tidak cukup guna menopang dan memlihara kompleksitas biologis kita yang luas dan lagi gen dianggap sebagai pengungkit utama seluruh rekayasa Darwinian. “Saya tidak akan bangun dari tempat tidur dengan topangan 25,000 gen,” kata Le Fanu, “dan kita tidak menemukan bentuk dalam genome. DNA kita bersamaan atau sama persis dengan DNA-nya chimpanzee-chimpanzee, akan tetapi tidak kita temukan di manapun dalam genome yang telah membuat kita demikian berbeda dari chimpanzee-chimpanzee.” Darwinisme menjanjikan pada ahirnya suatu kesederhanaan yang tampaknya harus diperkuat dengan identifikasi DNA di tahun 1953 sebagai suatu molekul yang menyampaikan informasi genitis. Itu adalah suatu "double helix" sederhana yang menyampaikan informasi seperti Anda mengirimkan file-file antara computer-computer. Namun ternyata kesederhanaan itu berubah menjadi suatu ilusi saja. Gen itu bukanlah satuan atom-atom yang teratur; mereka itu adalah bagian-bagian yang terserak-serak yang berpolahlaku dan berinteraksi secara liar dan berbeda-beda di dalam organisme-organisme yang berbeda-beda pula. Bahkan di kalangan pengikut Darwin, kompleksitas yang tidak terduga-duga ini menimbulkan kebingungan dan kebencian, tidak kurang di dalam ketidakakuran yang mendalam antara (Richard) Dawkins dan ahli evolusi mutahir Amerika Stephen Jay Gould. “Menurut pandangan Richard (Dawkins),” Stephen Rose menjelaskan, seorang professor biologi dan neurobiologi, “gen-gen adalah satuan tunggal dari seleksi dan organisme adalah suatu kendaraan pasif di dalam mana peniru-peniru ini bekerja. Stephen adalah seorang yang cenderung pluralis dalam memandang evolusi berlangsung pada tingkatan-tingkatan yang berlain-lainan.” Perpecahan masih terus berlangsung, mendalam dan tak terselesaikan. Dan di luar itu semua, bahkan ada beberapa orang ilmuwan yang mengira Darwinisme secara efektif menjadi suatu pertunjukan pendamping. Dalam buku mereka "Form and Transformation", Brian Goodwin, seorang ahli developmental biologi, dan Gerry Webster, seorang ahli filsafat, berargumentasi bahwa dalam matematika suatu sistem yang kompleks bakal kita temukan jalan keluar yang sesungguhnya atas semua problematika kehidupan. Teori evolusi memberikan “hanya kesan terbatas”; apa sesungguhnya yang terjadi adalah tarian dari seluruh bentuk-bentuk yang dimungkinkan di dalam alam. Akan tetapi bagaimanapun juga, Darwinisme tetap merupakan pandangan emas Sains modern, kerangka kerja biologi dan simbol kekuatan Sains yang telah mendemonstrasikan kerja-kerja mutahir dari dunia materi, termasuk diri kita sendiri. Jadi apa artinya bagi yang berada di luar perdebatan akademis? Darwin sendiri mengakui bahwa ini mempunyai arti yang sangat besar. Kesimpulan-kesimpulan yang semakin agnostik, jika tak boleh dikatakan sebagai atheis murni, yang dimulai dari karyanya telah meninggalkan keretakan antara dirinya dan Emma yang saleh, isteri yang dicintainya. Dalam "Origin of Species" yang diterbitkan 17 tahun kemudian sesudah dia menyelesaikan teorinya banyak sekali alasan -alasan yang sekarang ini diberikan atas keterlambatannya, tetapi salah satunya yang terbesar adalah kesadarannya akan isi sensasional bagi para ahli ilmu pengetahuan dan yang bukan sekaligus – hususnya Emma. Ketika dia menceritakan penemuan-penemuannya kepada teman-temannya, dia berkata, “Ini seperti mengakui suatu pembunuhan.” Ini secara moral, etika dan keagamaan bukanlah suatu ide yang netral; ini adalah suatu pandangan baru mengenai di mana tempat kedudukan manusia di dunia. “Manusia, dengan seluruh kwalitas mulianya, masih menyandang kerangka badan biologisnya yang tak terpisahkan dari stempel asal-usulnya yang rendah,” dia menulis dalam "The Descent of Man", 12 tahun kemudian sesudah "On the Origin". Termasuk secara pasti dalam hal ini adalah pernyataan: kita bukanlah anak- anak Tuhan, pelayan mulia suatu penciptaan; kita tertanam dalam-dalam di dalam proses kerja membabibuta alam, sepupunya virus dan sayur-mayur. “Apabila hal ini benar, maka tidak ada benar atau salah – kita dapat berbuat apa saja yang kita maui,” kata David Rosevear, ketua dari British Creation Science Movement. Sebagai hasil dari kepercayaan semacam yang dipunyai Rosevear, Darwin telah diimplikasikan ke dalam semua macam kejahatan. William Jennings Bryan, seorang calon presiden Amerika – dan seorang protagonis kunci di tahun 1925 dalam proses pengadilan Scopes di mana seorang guru sekolah di negara bagian Tennessee telah dituntut ke pengadilan karena mengajarkan Darwinisme – berpendapat bahwa fikiran Bangsa Jerman telah dibusukkan oleh teori evolusi dan hal ini telah menyeret Jerman ke dalam PD-I. Le Fanu melihat Darwin sebagai yang langsung terlibat dalam krisis kultural dewasa ini: “Dia telah merubah dunia secara mendasar. Bersama-sama dengan keruntuhan idola seperti Marx dan Freud sekarang ini, dia termasuk penyumbang sekularisasi masyarakat Barat. Darwinisme adalah teori dasar yang menjadi tempat pijak dari semua doktrin-doktrin atheistik, saintifik dan materialistik dan segala perkiraan mengenainya pada ahirnya sudah jelas dan tidak ada yang istimewa mengenainya – perendahandiri-sendiri dan kebencian-sendiri adalah 'bukan apa-apa kecuali' hanya cerita yang gedhe saja.” Bagi John Gray, sang ahli filsafat, semua hal ini menunjuk kepada keanehan-keanehan mendasar atas percekcokan-percekcokan dan kekhawatiran-kekhawatiran yang ditimbulkan oleh Darwin. Dia mengatakan: “Darwinisme menampakkan dirinya dalam konteks agama monotheistik yang menganggap adanya suatu perbedaan kategorial antara manusia dan binatang. Di semua agama yang tidak berasumsi demikian, tidak akan terus berlangsung percekcokan yang tak habis-habisnya.” Seandainya Darwin adalah seorang Jepang, China atau India, maka kesan utamanya – hubungan kita yang mendalam dengan alam – dan bakal dilihat sebagai sesuatu yang luarbiasa, apabila bukan suatu pembuktian-sendiri. Akan tetapi dalam dunia Judaeo-Christian atau Muslim, di mana manusia dilihat sebagai panasia penciptaan yang dipilih Tuhan, hal ini adalah dinamit. Inilah sebabnya mengapa, seperti yang jelas diramalkan Darwin, ide-idenya merepresentasikan suatu tantangan moral yang mendasar terhadap pandangan-dunia Barat. Di banyak tingkatan kita telah banyak mengalami kegagalan. Hampir-hampir mulai dari kemunculan yang pertama, ide-ide Darwinian telah digunakan untuk menjustifikasi polahlaku menjijikkan. Herbert Spencer, seorang ahli filsafat Victorian, mencekam “survival of the fittest” sebagai suatu bukti ilmiah yang di dalamnya ada perintah moral kepada yang kuat (fit) agar mengalahkan yang tidak kuat (unfit). Dari sini, banyak pemikir menarik pemahaman bahwa kita dapat membantu evolusi dengan cara mengeliminasi atau membolehkan kematian dari ras-ras "yang lemah" atau individu-individu "yang lemah". Di sinilah letak klimaks kematian, melalui karya seorang ahli biologi Jerman Ernst Haeckel, dalam peryataan intensi Hitler, Mein Kampf. Dari sana hanyalah tinggal satu langkah pendek lagi ke Holocaust, yang diantaranya, adalah suatu usaha membantu evolusi. Harapan apa saja yang telah menyelamatkan kita pada waktu itu dari ancaman fase yang sia-sia. Berapa kali saja dalam waktu 20 tahun yang lalu tuan-tuan turbo-kapitalisme telah meminta evolusi dan hak hidup (survival) bagi yang kuat untuk menjustifikasi kultus mereka terhadap keserakahan dan penghancuran kebudayaan manusia? Problematika yang siapapun tidak dapat benar-benar menjawabnya adalah: di luar dunia ilmu pengetahuan, perbedaan apa yang telah diciptakan oleh Darwin? Adalah beralasan untuk dijawab: tidak suatu apapun. Agama adalah suatu kekuatan dahsyat di dunia semenjak adanya, barangkali malah akan lebih kuat lagi. Pemerkosaan kita terhadap alam, rumah sesungguhnya yang satu-satunya ini, telah dipercepat. Dalam abad ke-20, teknologi telah memanjangkan jangkauan kemampuan kita untuk berbunuhan kelewat batas imajinasi. Manusia masih terus berfikir bahwa ia dapat menjadi tuan terhadap alam, namun satu hal yang sudah dipertunjukkan oleh Darwinisme dengan secara jelas dibandingkan dengan yang lainnya adalah bahwa kita adalah hamba-hambanya. Darwinisme akan tetap hanya suatu bagian kecil dari imajinasi populer. “Evolusi” dan “hak hidup bagi yang kuat (survival of the fittest)” berada di kedalaman pengertian bahasa, tetapi mereka menjadi pucat tak berarti jika berdampingan dengan peninggalan Freud – kini tidak lagi dianggap sebagai seorang ilmuwan samasekali – yang ide-idenya masih bertahan dalam penggunaan populer akan kata-katanya seperti “anal”, “ego” and “sublimasi”. Toh Freud dipandang sebagai ahli mengenai sex dan relasi; Darwin adalah mengenai hal yang lebih besar tetapi jauh sekali. Tempatnya dalam pembicaraan para anak belasan tahun (abg), golongan semua umur, adalah sangat minim. Kembali pada Natural History Museum saya berjumpa Pablo Viejo yang bekerja pada program PhD mengenai penerapan teori evolusi atas pertumbuhan kota-kota. Dia mengikuti ortodoksi neoDarwinian karena ini sedemikian sederhananya dan sedemikian benarnya, ini harus dapat diaplikasikan pada setiap aspek kehidupan. Dan di sini Adrian Pearson, seorang produser film, bersama seorang anak laki-lakinya berumur 13 th bernama Luke. Mereka datang karena “ini semua adalah semacam cerita yang menakjubkan”. Dan demikianlah adanya. Apa sebenarnya, artinya ini adalah hal lain lagi. [diterjemahkan oleh A.M] [Non-text portions of this message have been removed]