http://www.suarapembaruan.com/News/2004/11/06/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY

Hentikan Praktik Korupsi Penyelenggaraan Haji

JAKARTA - Penyelenggaraan haji Indonesia setiap tahun senantiasa menuai 
badai kritik dari berbagai pihak, baik prapelaksanaan, pelaksanaan, maupun 
pascapelaksanaan haji harus dikaji ulang pola penyelenggaraannya. Hal itu 
timbul akibat carut-marutnya penyelenggaraan haji dengan segudang 
problematika yang tidak pernah tuntas dibenahi. Kendati demikian, manajemen 
haji Indonesia hampir tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.
Hal itu kembali mengemuka dalam diskusi "Komersialisasi Haji" yang 
diselenggarakan Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerja sama dengan Partnership 
for Governance Reform dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama di gedung PBNU, 
Jumat (5/11).
Menurut Zaim Saidi dari Public Interest Research and Advocacy Center 
(PIRAC), penyelenggaraan haji di Indonesia lebih tepat disebut sebagai 
Korupsi Massal. "Bagaimanapun penyelenggaraan Haji merupakan bisnis besar 
dengan omzet Rp 7 triliun setiap kali penyelenggaraan dan melibatkan lebih 
dari 200 ribu konsumen," ujarnya.
Dikatakan, ada dua hal pokok yang menjadi persoalan utama penyelenggaraan 
haji, yaitu adanya selingkuh kepentingan (conflict of interest) dan monopoli 
penyelenggaraan haji. Disebut monopoli, sebab meskipun swasta diberi peran, 
itu tidak lebih dari lima persen itupun penyelenggaranya ditunjuk pihak 
Departemen Agama.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Haji memberi 
kewenangan yang luar biasa besarnya kepada Depag, ujar Zaim. Sehingga UU 
tersebut terkesan lebih kepada upaya melindungi wewenang absolut Depag yang 
merupakan hasil konspirasi antara Depag dan DPR ketika itu. Zaim mengecam 
keras konspirasi tersebut dan menyebutnya sebagai penghasil monopoli dan 
kartelisasi haji.
Perlunya perubahan juga dikemukakan oleh tim kerja antikorupsi PBNU. Dalam 
siaran persnya, tim kerja anti-korupsi menuding Depag telah melakukan 
komersialisasi ibadah haji yang salah satunya terindikasi dari sangat 
mahalnya ongkos naik haji. Oleh karena itu, mereka menuntut agar dilakukan 
profesionalisme pengelolaan haji dan umroh sehingga ongkosnya menjadi lebih 
murah.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Depag, 
Drs H Taufiq Kamil menolak dugaan komersialisasi maupun mark up biaya 
penyelenggaraan haji. Menurutnya, mahalnya ongkos naik haji disebabkan 
indirect cost (jasa tidak langsung) dibebankan kepada jamaah padahal 
seharusnya ditanggung pemerintah melalui APBN. Akibatnya ongkos naik haji 
menjadi mahal.
Zaim Saidi justeru melihat banyaknya biaya yang sebetulnya tidak perlu 
(involuntary cost) yang dibebankan kepada jamaah. Sehingga sangat sulit 
untuk mengenyampingkan adanya dugaan mark up tersebut.
Untuk itu, Zaim mengusulkan dua alternatif. yaitu dibentuknya BUMN haji yang 
dikelola oleh orang- orang profesional yang dipilih secara profesional pula. 
Selain itu, Zaim juga mengusulkan agar peran swasta diperbesar sehingga 
tidak terjadi selingkuh kepentingan di mana pemerintah merupakan pengawas 
merangkap sekaligus sebagai penyelenggara.
Taufik menolak pengurangan ataupun penghapusan peran Depag dalam 
penyelenggaraan haji karena menurutnya penyelenggaraan ibadah haji adalah 
tugas nasional sehingga mengedepankan aspek pelayanan. Oleh karena itu, 
peran pemerintah harus tetap dipertahankan karena juga menyangkut aspek 
perlindungan terhadap jamaah haji, ujarnya. Namun, alasan Taufik menjadi 
terdengar lucu kalau melihat aspek pelayanan dalam penyelenggaraan haji 
masih buruk.
Sementara itu, mengenai tabungan haji Zaim setuju dengan dibentuknya lembaga 
khusus Lembaga Tabung Haji (LTH) Indonesia yang bertanggung jawab kepada 
presiden. Secara ekonomi, ide tabung haji tersebut sangat menarik mengingat 
haji melibatkan akumulasi dana yang sangat besar (sekitar Rp 7 trilyun). 
Namun, gagasan Tabung Haji ini tidak akan menghasilkan banyak manfaat selama 
UU No 17/1999 yang memberikan kewenangan sangat absolute pada Menag dan 
Presiden sebagai atasannya tidak dirombak.
Oleh karena itu, revisi UU haji harus menjadi salah satu prioritas 
pemerintah dan DPR agar penyelenggaraan haji bisa lebih baik dan 
mengedepankan aspek pelayanan pada masyarakat. Seharusnya Indonesia bisa 
belajar kepada negeri jiran Malaysia yang melayani warganya yang ingin 
berhaji secara lebih manusiawi.
Pungutan liar
Sementara penyusun buku Menggugat Kebijakan Haji; Tugas Nasional atau 
Korupsi Massal, Rokib Abdul Kadir, menambahkan sebenarnya yang harus 
dicermati selain dari yang dibedah dalam bukunya adalah beban jemaah di 
daerah. Misalnya untuk transportasi dari kabupaten/kota ke provinsi, dan 
dari provinsi ke pusat atau ke embarkasi.
"Di Lampung hasil temuan saya menunjukkan bahwa pungutan terhadap jemaah 
haji sangat mengerikan. Untuk transportasi dari Lampung ke Jakarta, jemaah 
harus membayar Rp 800 ribu, padahal normalnya adalah Rp180 ribu saja. Dari 
daerah asal ke provinsi, yang normalnya hanya Rp5-10 ribu, jemaah harus 
merogoh koceknya sebesar Rp 500 ribu," kata Rokib. Belum lagi berbagai 
pungutan liar yang jumlahnya mungkin saja lebih besar. Dan, ini terjadi 
hampir di semua provinsi.
"Oleh sebab itu, revisi UU haji harus menyentuh aspek di daerah juga. 
Sehingga, tidak terjadi perpindahan pemerasan jemaah dari pusat ke daerah," 
tegas Rokib. (L-11)


Last modified: 6/11/04 



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to