http://sains.kompas.com/read/xml/2009/06/12/09380634/bumi.bakal.gagal.diselamatkan

Bumi Bakal Gagal Diselamatkan?

Jumat, 12 Juni 2009 | 09:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim 
(Civil Society Forum for Climate Justice/CSF) mendesak negara-negara Annex 1 
memenuhi komitmennya memotong emisi sebagaimana telah disepakati dalam Protokol 
Kyoto.

Perundingan Bonn Climate Change Talks yang sedang berlangsung (1-12 Juni 2009) 
seharusnya memastikan pemenuhan komitmennya dalam Protokol Kyoto, bukan 
menyodorkan proposal baru untuk mengamandemen Protokol Kyoto, kata CSF.

Pertemuan Juni merupakan saat yang tepat untuk mengubah arah perjalanan 
pembicaraan perubahan iklim. "Indonesia sebagai negara yang terkena dampak 
perubahan iklim harus memainkan peran dalam menentukan arah negosiasi, yaitu 
tetap fokus pada penurunan emisi secara nyata yang merupakan tujuan awal 
UNFCCC,” kata Koordinator CSF, Giorgio Budi Indarto.

COP 15 nanti benar-benar merupakan kesempatan terakhir dunia untuk mewujudkan 
keadilan iklim sehingga CSF meminta agar para delegasi yang hadir dalam Bonn 
Climate Change Talks II benar-banar mengambil tindakan yang dapat menyelamatkan 
dunia.

Masyarakat sipil juga meminta agar semua pembicaraan negosiasi Juni, baik 
mitigasi maupun adaptasi mengadopsi konsep HELP dalam solusi perubahan iklim 
yang ditawarkannya.

Masyarakat sipil Indonesia tidak akan menoleransi jika skema-skema penanganan 
perubahan iklim yang ditawarkan berpotensi merugikan masyarakat. Itu sebabnya, 
setiap tindakan konkret untuk mengatasi dampak perubahan iklim harus diambil 
tetapi tetap menjamin hak masyarakat.

Hal lain yang menjadi keprihatinan masyarakat sipil adalah mekanisme pendanaan 
yang seharusnya tidak boleh lagi bergantung pada model utang, proses manipulasi 
pengurangan emisi negara maju melalui mekanisme offset yang tidak akan dapat 
menstabilisasi volume GRK secara global.

Bagi Indonesia, upaya adaptasi dan mitigasi yang dilakukan tidak boleh lagi 
menimbulkan masalah baru, seperti konversi lahan tanaman pangan ke lahan 
tanaman bahan baku biofuel yang akan mengurangi kapasitas produksi pangan, atau 
pun mengubah ekosistem rawa gambut dan laut sebagai penyeimbang iklim mikro dan 
makro yang sangat erat dengan kepentingan ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya 
setempat.

Pengelolaan utang ekologis sebaiknya dilakukan melalui mekanisme transitional 
justice.. Kejahatan-kejahatan lingkungan harus diproses terlebih dahulu untuk 
menegakkan keadilan kepada para korban, dan untuk pemulihan ekosistem yang 
telah dirusak dalam praktek-praktek eksploitasi kekayaan alam oleh para 
korporasi multi nasional.

Forum masyarakat sipil Indonesia untuk keadilan iklim menegaskan, negara maju 
wajib mengontrol dan mengevaluasi investasi-investasinya di sektor 
kehutanan-perkebunan, di mana kedua sektor ini memasok kebutuhan primer mereka, 
yang berdampak kepada pembukaan kawasan hutan dan rawa gambut di Indonesia 
untuk industri perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.

Mereka juga harus memastikan agar proyek-proyek uji coba dan modeling reducing 
emission from deforestation and degradation (REDD) yang didanai tidak melanggar 
hak-hak masyarakat terhadap kawasan adat, hutan, dan lingkungan hidup di 
Indonesia.

Tanpa memperhatikan berbagai hal tersebut, penanganan perubahan iklim tidak 
akan tercapai, dan perundingan UNFCCC hanya menjadi ajang bisnis karbon yang 
gagal menyelamatkan bumi ini, demikian CSF.

BNJ
Sumber : Ant


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke