(Tulisan ini juga disajikan dalam website http://kontak.club.fr/index.htm)

                        Buntut kasus BLBI yang panjang



Berhubung dengan makin gencarnya berita-berita yang “seru” tentang kasus
BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia), yang sekarang kelihatan makin
mengobok-obok berbagai lembaga tinggi negara (eksekutif, legislatif,
judikatif), dan dengan tujuan untuk memberi kesempatan dan kemudahan kepada
para pembaca untuk bisa mengikuti masalah besar ini maka website
http://kontak.club.fr/index.htm           menyediakan ruangan yang luas
dengan memasang rubrik khusus yang berisi kumpulan berita, atau tulisan,
atau berbagai pendapat yang berkaitan dengan persoalan ini.



Sekarang makin kelihatan bahwa di antara banyak masalah besar tentang
penyelewengan atau korupsi yang terjadi di negara kita selama ini, kasus
BLBI adalah salah satu sumber keruwetan atau sumber penyakit yang terparah.
Bukan saja, karena menyangkut dana yang luar biasa besarnya (147,7 triliun
Rupiah, atau 147 000 000 000 000 Rupiah, atau 147 juta Rupiah dikalikan
sejuta. Tentu saja, sulit dibayangkan berapa besarnya uang yang begitu
banyak itu !!!), tetapi juga  karena banyaknya berbagai permainan kotor
(dari banyak fihak) yang tersangkut di dalamnya.



BLBI secara singkat

Berikut adalah sekadar bahan untuk menyegarkan kembali ingatan kita bersama
tentang BLBI : Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah pinjaman yang
diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas
pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia. Pinjaman  ini
dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi
masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar
Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.

Menurut Wikipedia Indonesia, audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh
ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar
Rp 138 triliun. Dana BLBI banyak yang diselewengkan oleh penerimanya. Proses
penyalurannya pun banyak yang melalui penyimpangan-penyimpangan. Beberapa
mantan direktur BI telah menjadi terpidana kasus penyelewengan dana BLBI,
antara lain Paul Sutopo Tjokronegoro, Hendro Budiyanto, dan Heru Supratomo

Selama bertahun-tahun, masalah BLBI merupakan soal yang tidak bisa
diselesaikan secara tuntas oleh berbagai pemerintahan sesudah Suharto “turun
tachta” (pemerintahan Habibi, Abdurrahman Wahid, Megawati dan sekarang
SBY-JK), berhubung dengan banyaknya persoalan yang dihadapi oleh para
pejabat negara yang bertugas untuk mengurusnya serta para konglomerat yang
bersangkutan (pimpinan bank-bank yang menerima pinjaman). Di samping itu,
ada “permainan” (dengan macam-macam cara) antara para konglomerat yang
berusaha “mengemplang” dan para pejabat dan tokoh penting negara, yang
menggunakan (atau mensalahgunakan ???) alasan hukum atau macam-macam dalih
lainnya.

Banyak fihak yang “tersangkut” dengan BLBI

Entah sudah berapa saja uang haram yang sudah digunakan (sebagai suapan ke
berbagai fihak ) dalam tahun-tahun yang lalu oleh para konglomerat hitam
untuk usaha mereka menghindari kewajiban membayar utangnya (sebagai obligor)
yang umumnya berjumlah sampai puluhan bahkan ratusan miliar Rupiah. Dapat
diperkirakan bahwa banyak sekali pejabat negara dan tokoh masyarakat
(termasuk di pemerintahan pusat, DPR, Kejaksaan Agung, Mahkamah Agung, hakim
dan jaksa pengadilan) yang telah menjadikan para konglomerat yang tersangkut
BLBI sebagai sapi perahan.

Kasus jaksa Urip Tri Gunawan yang tertangkap basah sedang menerima uang
suapan sebesar 600.000 US$ (atau lebih dari 6 miliar Rupiah) dari Artalyta
Suryani (orang dekat Syamsul Nursalim, tokoh penting bank BDNI)  adalah
salah satu dari banyak contoh yang bisa diangkat mengenai persoalan besar
BLBI ini.

Dari apa yang terjadi dengan kasus BLBI, yang melibatkan uang negara dan
rakyat ratusan triliun Rupiah dan menyangkut banyak pejabat-pejabat negara
dan konglomerat hitam, jelas sekali kelihatan bahwa kasus BLBI adalah  salah
satu dari begitu banyak penyakit parah yang telah diidap bangsa kita sebagai
akibat pemerintahan Orde Baru yang puluhan tahun. Penyakit parah bangsa kita
dewasa ini bukan hanya karena kasus BLBI saja,  dan bukan pula hanya karena
kejahatan-kejahatan keluarga Cendana saja, tetapi juga karena kerusakan
moral atau dekadensi mental yang menyerang secara besar-besaran kalangan
elite bangsa kita.



Kasus jaksa Urip Tri Gunawan


Dari sudut ini pulalah kita bisa mencoba menelaah kasus jaksa Urup Tri
Gunawan. Bahwa kasus ini merupakan cermin kebejatan moral yang amat parah
adalah berikut ini :



Jaksa Urip Tri Gunawan tadinya dianggap oleh banyak orang sebagai jaksa
(Kajari di Klungkung, Bali) yang berkepribadian baik, dan karenanya telah
dipilih oleh Jaksa Agung sebagai Ketua atau Koordinator Tim Penyelidikan
Kasus BLBI yang beranggotakan 35 jaksa yang diseleksi dari berbagai daerah
di Indonesia. Tugas dari Tim yang beranggotakan 35 jaksa “terpilih” ini
adalah mengusut kasus BLBI, terutama yang menyangkut bank BCA (pimpinan
Antony Salim) dan bank BDNI (pimpinan Syamsul Nursalim). Setelah Tim ini
bekerja selama 7 bulan untuk memeriksa kasus ini, maka kemudian diumumkan
oleh Kejaksaan Agung bahwa “tidak ditemukan bukti-bukti adanya tindakan
melawan hukum” oleh kedua pimpinan bank ini, dan karenanya Tim lalu
dibubarkan.



Karuan saja, bahwa dinyatakannya Antony Salim dan Syamsul Nursalim bebas
dari pengusutan Kejaksaan Agung ini menimbulkan kecurigaan sejumlah kalangan
(termasuk kalangan DPR), apalagi tindakan untuk membubarkan Tim Penyelidikan
Kasus BLBI. Persoalan yang kontroversial atau menimbulkan kecurigaan
berbagai kalangan ini sampai menjadi gugatan yang ditujukan kepada presiden
SBY. Sudah dapat diperkirakan bahwa buntut perkara ini masih panjang di
kemudian hari, walaupun juga sudah dapat diramalkan sejak sekarang bahwa
banyak persoalan menyangkut BLBI ini akhirnya akan tetap tidak bisa
diselesaikan secara tuntas.



Banyak pertanyaan dan kecurigaan



Seperti yang dapat diduga, penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan ini mengandung
banyak pertanyaan atau berbagai persoalan, yang mungkin di kemudian hari
baru bisa menjadi jelas, umpamanya dan antara lain :

-- apakah jaksa Urip Tri Gunawan menerima uang suapan sebesar itu atas
suruhan atasannya (atau orang lain) atau apakah atas inisiatifnya sendiri ?

-- apakah uang suapan itu ada hubungannya dengan “pembebasan” Syamsul
Nursalim (dan Antony Salim) dari kewajiban melunasi sisa utangnya dalam
rangka BLBI?

-- apakah 35 jaksa anggota Tim Penyelidikan Kasus BLBI yang dipimpinnya ikut
mengetahui bahwa ada uang sebanyak 6 miliar Rupiah dari “orang dekat”-nya
Syamsul Nursalim ?

--  apakah ikut tertangkapnya Artalyta Suryani karena menyerahkan uang
suapan sebesar 6 miliar Rupiah kepada jaksa Urip itu akan menyeret Syamsul
Nursalim dan sejumlah pejabat-pejabat penting  Kejaksaan Agung?



Bagaimanapun juga, penangkapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan sebagai orang
penting dalam pengusutan kasus BLBI adalah peristiwa besar yang
menggoncangkan Kejaksaan Agung sebagai instansi tinggi yang diharapkan atau
dipercayai (tadinya !) oleh banyak orang untuk memerangi korupsi. Ada orang
yang mengatakan bahwa tertangkapnya jaksa Urip menyerupai ledakan bom besar,
yang merusak citra Kejaksaan Agung. Apalagi, kalau di kemudian hari ternyata
bahwa 35 jaksa “pilihan” anggota Tim Penyelidikan Kasus BLBI juga tersangkut
urusan kotor Urip ini, maka makin hilanglah kepercayaan publik terhadap
aparat hukum dan peradilan di negeri kita, yang selama ini memang sudah
dianjlokkan oleh moral bejat para simpatisan Orde Baru.



Kasus BLBI yang berbuntut panjang (dan ruwet!) sampai sekarang ini adalah
produk dari “kebijaksanaan” yang diambil oleh sistem politik dan ekonomi
Orde Baru. Tragisnya adalah bahwa rakyat Indonesia (bersama anak cucunya)
harus menanggung banyak derita dan sengsara yang panjang karenanya,
sedangkan sekelompok pejabat atau tokoh negara kita, bersama-sama para
konglomerat hitam,  dapat berfoya-foya dengan kemewahan yang
berlebih-lebihan, yang didapat dari uang haram yang dicuri dengan berbagai
cara dan jalan.



Itulah sebabnya, maka patut kita dukung atau kita sambut dengan sikap
positif segala gerakan, atau aksi-aksi yang dilakukan oleh berbagai kalangan
dalam masyarakat, yang menuntut diselesaikannya kasus BLBI secara tuntas.
Menyelesaikan kasus BLBI secara tuntas berarti juga membersihkan dunia hukum
negara kita, dengan menegakkan benar-benar keadilan dan kebenaran, dan
bertindak terhadap oknum-oknum tidak bermoral di kalangan aparat negara, dan
terhadap para koruptor atau konglomerat hitam. Aksi-aksi atau gerakan
menuntut diselesaikannya kasus  BLBI hendaknya juga merupakan bagian dari
gerakan umum atau perjuangan untuk terpilihnya kekuasaan politik yang
benar-benar pro-rakyat, atau terbentuknya kekuasaan politik di tangan
rakyat. Hanya kekuasaan politik yang betul-betul pro-rakyatlah yang bisa
menyelesaikan kasus BLBI secara baik, tanpa merugikan kepentingan rakyat
banyak dan negara.



Untuk mengikuti sebagian dari berbagai persoalan BLBI itu, harap disimak
kumpulan berita/artikel yang terdapat dalam rubrik khusus “Buntut kasus BLBI
yang panjang” di website http://kontak.club.fr/index.htm



Paris, 5 Maret 2008



A. Umar Said



















































No virus found in this outgoing message.
Checked by AVG Free Edition.
Version: 7.5.516 / Virus Database: 269.21.3/1307 - Release Date: 02/03/2008
15:59


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke