Sistem Ekonomi Neoliberalisme/Globalisasi berupa Privatisasi, Kenaikan Harga 
Barang (Pencabutan “Subsidi), Deregulasi, Perdagangan bebas, dan sebagainya 
telah menyengsarakan penduduk di seluruh dunia.

Jika pada tahun 1980 20% penduduk terkaya penghasilannya 45 kali lipat dari 20% 
penduduk termiskin, pada tahun 2000 meningkat jadi 75 kali lipat. 1,3 Milyar 
penduduk (1/6) penghasilannya di bawah US$ 1/hari. Lebih dari 80 negara tahun 
1999 income per capitanya lebih rendah daripada tahun 1989. (Tabb, William K. 
"Globalization." Microsoft® Encarta® 2006). Beda antara kaya dan miskin makin 
jauh. Itulah dampak sistem Ekonomi Neoliberalisme. Sayangnya kaum Neoliberalis 
saat ini menguasai kabinet dan juga DPR.

Dengan dana yang besar, kaum Neoliberalis bisa menentukan bahwa calon presiden 
Indonesia yang bisa terpilih adalah orang yang ”Bisa Diterima Pasar.” Artinya 
mau menjalankan program Neoliberalis.

Oleh karena itu terjadi berbagai kenaikan harga barang seperti BBM yang 
mengikuti harga ”Pasar” dunia. ”Pasar” lebih diutamakan ketimbang kemampuan 
rakyat untuk membeli. Karenanya BBM dari tahun 2005 hingga 2008 naik 3 kali 
lipat. 

Dengan kenaikan ini, berarti dari tahun 2005 hingga 2008 Premium naik dari Rp 
1.810 menjadi Rp 6.000 atau naik sebesar 231% hanya dalam waktu 3 tahun. Tarif 
angkutan umum naik dari Rp 1.000 menjadi Rp 2.500. Harga sembako pun naik cukup 
tajam seperti beras dari Rp 3.000 jadi Rp 6.000/kg.

Barang  Harga 2005      Harga 2008      Kenaikan
Premium 1.810   6.000   231%
Beras   3.000   6.000   100%
Angkutan Umum   1.000   2.500   150%
Minyak Goreng   4.500   13.000  189%
UMR     635.000 972.000 53%

Dalam kurun waktu 3 tahun besar rata-rata kenaikan harga barang 168%. Ini 
sangat memberatkan masyarakat karena UMR dari tahun 2005 hingga 2008 hanya naik 
dari Rp 635.000 jadi Rp 972.000. Cuma 53%. Itu pun banyak pekerja yang tidak 
menikmati upah UMR misalnya guru sekolah swasta (terutama SD dan TK), 
pramuniaga di pertokoan atau pelayan di warung makan. Petani pun sulit karena 
meski harga beras di pasar naik tajam namun harga beli gabah dari petani sangat 
rendah. Para nelayan dan supir angkot sangat terpukul karena mereka banyak 
memakai BBM. Di media massa diberitakan banyak nelayan tidak melaut pasca 
kenaikan harga BBM.

Terjadi proses pemiskinan masal karena rata-rata kenaikan harga barang 3 kali 
lipat lebih besar daripada kenaikan penghasilan masyarakat.

Setelah kenaikan harga BBM ketiga kali yang dilakukan oleh rezim SBY-Kalla 
dalam 3 tahun terakhir, berat rasanya untuk memilih SBY sebagai presiden. 
Bahkan Amien Rais menyatakan SBY tak layak dipilih jadi presiden.

Tahun 2005 SBY menaikan harga BBM sampai 125%. Ini adalah program pemiskinan 
massal yang tidak memikirkan kepentingan rakyat. Yang ketiga kali sampai 28,7%. 
Ini pun diwarnai dengan rasa khawatir nanti tidak populer pada pemilihan 
presiden tahun 2009. Jika sudah terpilih kembali, bukan tidak mungkin SBY-Kalla 
tega menaikannya lebih besar lagi. 

Kepala Bappenas, Paskah Suzetta bahkan menyarankan agar harga minyak di 
Indonesia mengikuti harga pasar yang sekarang disebut harga “Keekonomian”. 
Harga minyak di Indonesia yang UMRnya kurang dari Rp 1 juta/bulan mau disamakan 
dengan harga minyak di New York yang UMRnya Rp 11 juta/bulan (US$ 7,15/jam).

Yang mampu dilakukan SBY-Kalla hanyalah menaikan harga BBM dan harga-harga 
lainnya mengikuti harga Internasional. Harga minyak goreng naik dari Rp 
6.000/kg menjadi Rp 16.000/kg. Harga kedelai naik dari Rp 4.000 menjadi Rp 
8.000/kg. Namun SBY-Kalla gagal menaikan pendapatan rakyatnya. Kenaikan UMR 
jauh di bawah kenaikan harga barang. Contohnya keluarga Basse yang mati 
kelaparan penghasilannya hanya sekitar Rp 225 ribu/bulan atau kurang dari US$ 
25/bulan. 

Pertumbuhan ekonomi yang katanya 6% tidak sejalan dengan turunnya nilai rupiah 
(dari Rp 8000-an per dollar menjadi 9000-an per dollar) dan besarnya penderita 
kurang gizi/gizi buruk yang mencapai 5 juta jiwa karena kelaparan. Dari Aceh, 
NTT, Sulawesi, hingga Papua rakyat mati kelaparan. Bisakah rakyat Indonesia 
bertahan jika SBY terpilih kembali?

Rezim SBY-Kalla sepertinya sangat dipengaruhi oleh ekonom Neoliberalis yang 
lebih memikirkan kepentingan kapitalis/pengusaha dibanding mayoritas rakyat 
Indonesia. Lebih dari 90% sumber kekayaan alam Indonesia seperti minyak, gas, 
emas, perak, dan sebagainya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan asing seperti 
Exxon Mobil, Chevron, BP, Freeport, dan sebagainya. 

Meski Indonesia katanya sudah lepas dari IMF, tapi mantan Direktur IMF justru 
menjabat jadi Menko Perekonomian kabinet SBY. Berbagai program IMF seperti 
privatisasi BUMN, penghapusan subsidi BBM, privatisasi Perguruan Tinggi Negeri, 
terus berjalan tanpa henti.

Lebih dari separuh produksi minyak yang saat ini kurang dari 1 juta bph 
diekspor ke luar negeri (500 ribu bph). Indonesia mengekspor begitu banyak gas 
sehingga menjadi negara eksportir LNG terbesar kedua di dunia (baru tahun 2006 
posisi Indonesia sebagai eksportir LNG terbesar disusul oleh Qatar). Indonesia 
juga mengekspor 70% batubara ke luar negeri. Sementara rakyatnya justru 
kekurangan energi. 

Listrik sering padam di berbagai tempat karena PLN harus membeli minyak dan gas 
Indonesia dari perusahaan MNC dengan harga Internasional. Jika tidak bisa, MNC 
tersebut memilih menjual migas Indonesia ke luar negeri. Kita tidak punya 
kedaulatan atas migas milik kita. Akibatnya industri sulit berkembang. BBM 
sulit didapat sehingga rakyat tidak bisa berusaha. Rakyat tidak dapat berusaha 
karena mereka harus menghabiskan waktu berjam-jam untuk antre minyak tanah, 
gas, minyak goreng, beras raskin, dan sebagainya karena langka dan mahalnya 
barang-barang kebutuhan yang ada.

Kelompok Ekonom Neoliberalis berusaha melakukan privatisasi/penjualan 
BUMN-BUMN. Mereka juga berusaha melucuti pelayanan masyarakat yang diberikan 
oleh pemerintah sambil berusaha mengurangi pajak yang harus dibayar oleh 
pengusaha-pengusaha kaya/spekulan pasar. Sebagai contoh kalau untuk barang 
sehari-hari yang dibeli oleh rakyat besar PPN 10%, maka untuk barang yang 
dipermainkan spekulan pasar seperti saham pajaknya hanya 0,1%! Pajak barang 
mewah seperti mobil mewah pun turun sangat drastis.

Pemberantasan hukum pun meski kelihatannya menggembirakan namun skalanya masih 
kelas teri. Kelas milyar, belum trilyun. Belum lagi pengembalian harta korupsi 
yang nyaris tidak ada. Contohnya kasus dirugikannya uang negara hingga Rp 600 
trilyun dalam kasus KLBI/BLBI hingga kini uang negara belum bisa dikembalikan 
meski hanya separuh.

Kriteria Calon Presiden Ideal

1.      Tidak menganut sistem Ekonomi Neoliberalisme yang lebih mengutamakan 
kepentingan perusahaan Multi National Company ketimbang rakyat Indonesia
2.      Tidak menjalankan agenda Neoliberalisme IMF, World Bank, dan WTO yang 
memaksakan Privatisasi BUMN, Rumah Sakit Pemerintah, dan PTN, Deregulasi
3.      Melakukan Nasionalisasi Perusahaan Tambang atau minimal mendapatkan 
bagi hasil yang wajar
4.      Menyediakan PTN dengan harga terjangkau bagi rakyat miskin
5.      Memiliki program Berdikari. Secara mandiri mengolah Kekayaan Alam demi 
kemakmuran rakyat. Tidak memakai kebijakan pengemis yang bergantung pada 
“Investor Asing”
6.      Memberi petani lahan minimal seluas 2 hektar per KK
7.      Tidak menaikan harga bensin lebih dari 10% per tahunnya (apalagi sampai 
125%!)
8.      Tidak memakai kaum Neoliberalis (mis: ex direktur Bank Dunia atau IMF) 
sebagai menteri.

Lalu siapa yang pantas jadi presiden?

Pilihan pertama saya pada Hidayat Nur Wahid – Deddy Mizwar. Kenapa saya memilih 
HNW? Pertama dia orangnya relatif sederhana. Ini penting sebab orang yang boros 
dan mewah gaya hidupnya cenderung korupsi agar bisa boros dan mewah.

Kedua HNW hingga saat ini relatif bersih. Sebagai Ketua MPR relatif dikenal 
meski dari kharisma agak kurang ketimbang SBY yang gagah dan ganteng. Kharisma 
bagi rakyat Indonesia yang mayoritas tidak terdidik jauh lebih penting 
ketimbang yang lain. Sebagai contoh rakyat Indonesia lebih memilih orang yang 
pendidikannya rendah, prestasi dan pengalaman kurang ketimbang profesor Doktor 
yang mampu meredam anjloknya nilai rupiah dari Rp 11.600/USD 1 menjadi Rp 
6.700/USD 1.

Hidayat orangnya tenang dan tidak emosional. Ini adalah satu modal untuk jadi 
seorang pemimpin.

Lalu kenapa saya memilih Deddy Mizwar sebagai wakil presiden? Karena sebagai 
artis/public figure Deddy Mizwar sangat populer di mata rakyat. Tanpa 
mengeluarkan biaya kampanye trilyunan rupiah dan kampanye di berbagai daerah, 
rakyat di TPS juga sudah tahu siapa Deddy Mizwar. Umumnya orang beranggapan 
Deddy Mizwar baik.

Tidak semua artis bisa menang pemilu. Contohnya Marissa Haque dan Rieke Dyah 
Pitaloka gagal. Selain popularitas, rakyat juga masih memikirkan kematangan 
artis tersebut. Bisa apa mereka?

Rano Karno dan Dede Yusuf menang karena mereka memiliki citra yang baik. Kalau 
dipilih artis yang muncul di acara Gossip Show karena rumah tangganya 
berantakan bisa jadi justru tidak terpilih. Rano Karno sebagai artis 
berkualitas sangat tinggi. Sebagai pemimpin dia mampu memimpin perusahaannya 
membuat produk yang berkualitas dan mensejahterakan karyawannya. Rumah 
Tangganya juga jarang diterpa gosip. Ini adalah modal yang bagus. 

Demikian pula Dede Yusuf yang selain populer juga imagenya cukup baik. Jarang 
jadi sasaran gosip. Aktifnya di Partai Politik dan juga DPR jadi bekal baginya 
untuk jadi pemimpin. Meski dana kampanye sangat minim, tapi rakyat yang memilih 
sudah tahu siapa Dede Yusuf.

Jadi untuk melawan kandidat Pilpres yang punya banyak dana kampanye dari para 
Pelaku Pasar diperlukan pasangan artis yang populer di masyarakat, memiliki 
image yang baik, dan kematangan dalam memimpin (minimal perusahaannya sendiri). 
Deddy Mizwar punya semua itu meski untuk kegagahan dan tampang memang masih 
kalah dengan Rano Karno dan Dede Yusuf. Sepele tapi ini penting bagi rakyat 
Indonesia....

Pertanyaannya adalah, beranikah PKS mencalonkan pak Hidayat Nur Wahid sebagai 
capres mereka? Apa tetap bermain aman sebagai oportunis mencalonkan capres lain 
yang lebih besar kemungkinan menangnya meski mungkin orangnya tidak begitu 
bersih?

Selain HNW, di acara Republik Mimpi ditampilkan mantan Bupati Kutai, Awang, 
yang saat ini diduga korupsi. Tim Republik Mimpi menampilkannya dengan asumsi 
Awang difitnah dan meminta jika ada yang memiliki bukti Awang korupsi untuk 
menghubungi mereka hingga bisa ditampilkan.

Tapi seandainya Awang bersih, dia cukup potensial sebagai pemimpin karena 
ketika memimpin dia bisa menggratiskan dan memberi beasiswa rakyatnya dari TK 
hingga universitas. Kebijakannya untuk mengadakan pendidikan yang sesuai dengan 
kebutuhan daerahnya seperti industri perminyakan, gas, dan pertanian sangat 
bagus. Begitu pula dengan visinya untuk memberi tiap petani tanah seluas 5 
hektar. Jika presiden Indonesia bervisi seperti ini, maka Indonesia akan makmur!

Jika Awang memang tidak korupsi maka Awang layak dijadikan alternatif calon 
presiden bersama Deddy Mizwar. Selain Deddy Mizwar bisa juga dipakai Igo Ilham. 
Tapi popularitas Igo nampaknya masih jauh di bawah Deddy Mizwar.

Alternatif calon presiden lain adalah Gamawan Fauzi yang saat ini menjabat 
gubernur Sumatera Barat. Dia juga dikenal cukup bersih meski dari segi prestasi 
saya belum melihatnya. Tapi bersih adalah satu modal yang sangat penting untuk 
memimpin negeri ini.

Menteri Pertanian Anton Apriantono saya lihat juga cukup baik dalam memimpin. 
Terbukti dia berhasil membuat Indonesia swasembada beras sehingga muncul wacana 
ekspor beras. Memang harga beras naik dan juga harga beras dari petani turun. 
Tapi itu tak lepas dari kebijakan bersama dengan Menko Perekonomian, Mentri 
Keuangan, dan Mentri Perdagangan serta Bulog dalam menetapkan kebijakan harga.

Anton juga berani menolak impor beras yang bisa menghancurkan para petani di 
Indonesia. Dia juga sederhana dan bersih. Yang jadi masalah, beranikah dia 
sebagai anak buah SBY maju jadi penantang SBY sebagai calon presiden 
alternatif? Modal untuk jadi Presiden selain jujur, bersih, dan mampu juga 
harus berani atau ”sedikit ambisius” sebab rakyat negeri ini jarang mau 
mencalonkan dan mendukung pemimpin yang jujur dan amanah. Biasanya justru 
pemimpin yang ambisius yang maju dan mengucurkan uang agar rakyat mau 
memilihnya.

Selain itu ada juga Sarwono Kusuma Atmaja dan Ibu Muba yang diam-diam berhasil 
membuat perusahaan Taxi Putra (sebelumnya Citra, dan Kosti) yang mampu 
mensejahterakan para sopirnya. Dengan setoran lebih rendah dari Taxi lainnya, 
para pengemudi Taxi bisa memiliki mobil Taxi tersebut dalam waktu 4-7 tahun. 
Setelah itu selama 2 tahun mereka menikmati sebagian besar hasil setorannya. 
Pada saat yang sama, tarifnya memakai tarif lama yang murah sehingga 
meringankan masyarakat. Informasi ini saya dapat dari para supir taxi tersebut 
karena saya biasanya naik taxi tersebut.

Orang seperti itulah yang meski tanpa jabatan, namun bisa memakmurkan 
orang-orang di sekitarnya yang layak jadi presiden. Mereka sudah membuktikan 
pengabdian mereka di lapangan. Bukan sekedar janji kosong.

Itulah beberapa alternatif calon presiden yang ada dipikiran saya. Meski tidak 
sempurna, namun saya melihat SBY-Kalla tidak layak dipilih kembali.

Calon Presiden lain seperti Megawati dan Gus Dur adalah stok lama yang pernah 
jadi presiden. Tak ada perubahan berarti ketika mereka memimpin. Jadi Indonesia 
perlu stok pemimpin baru. Bukan barang “lama” yang prestasinya biasa-biasa saja.

Ada pun Wiranto dan Sutiyoso saya melihat harta mereka terlalu banyak untuk 
ukuran pejabat. Sementara saya belum melihat mereka memberi sumbangan untuk 
orang miskin. Wiranto pernah memberi Warung Wiranto pada pedagang Warteg, tapi 
baru sebatas masa Pemilu 2004. Sutiyoso saya lihat prestasinya dalam 
mensejahterakan warga DKI Jakarta belum terlihat meski dia menjabat beberapa 
periode. Tapi kedua calon ini tetap lebih baik ketimbang SBY-Kalla yang gagal 
mengendalikan kenaikan harga barang sehingga akhirnya memiskinkan masyarakat.

Amien Rais bisa jadi satu kandidat ideal. Namun Amien Rais sudah 2 kali 
mengikuti Pilpres dan 2 kali gagal. Amien Rais sendiri menyatakan tidak akan 
mengikuti Pilpres lagi. Bisa saja berpendapat bahwa saingan Amien seperti Mega, 
Gus Dur, SBY sudah memimpin dan hasilnya mengecewakan, mungkin Amien saat ini 
punya kesempatan.

Tapirakyat Indonesia lebih suka pemimpin yang tidak banyak bicara. Rakyat 
Indonesia juga tidak suka pemimpin yang fisiknya kecil. Terbukti Habibie yang 
bagus dari sisi kinerja tidak dipilih. Amien juga lebih banyak didukung 
kelompok Muslim. Non Muslim kurang mendukung. Tapi dengan masuknya Amien ke 
dalam AKKBB, bisa jadi dukungan ummat Islam jauh berkurang. Secara politik dan 
ekonomi Amien adalah Nasionalis dan tidak tunduk pada AS. Namun secara agama 
Amien agak liberal.

Saat ini ada begitu banyak kandidat calon presiden, yaitu: SBY, Megawati, 
Wiranto, Gus Dur, Sutiyoso, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prabowo, dsb. 
Harusnya rakyat Indonesia cukup memilih satu atau dua pemimpin yang bersih dan 
bijak sehingga suara tidak terpecah.

Yang jelas rakyat harus cerdas dan tidak mau disuap. Jangan mau disuap dengan 
BLT atau uang lainnya untuk memilih calon tertentu. Jika rakyat mau disuap uang 
Rp 100 ribu untuk memilih pemimpin tertentu, jangan heran jika pemimpinnya juga 
korup. Rakyat korup akan menghasilkan pemimpin yang korup. 

Jangan pilih pejabat dan parpol yang mendukung kenaikan harga BBM, penjualan 
BUMN, tunduk kepada Pasar, dsb.


===
Syiar Islam. Ayo belajar Islam melalui SMS

Untuk berlangganan ketik: REG SI ke 3252

Untuk berhenti ketik: UNREG SI kirim ke 3252. Sementara hanya dari Telkomsel 
Informasi selengkapnya ada di http://www.media-islam.or.id atau 
http://syiarislam.wordpress.com

===
Syiar Islam. Ayo belajar Islam melalui SMS

Untuk berlangganan ketik: REG SI ke 3252

Untuk berhenti ketik: UNREG SI kirim ke 3252. Sementara hanya dari Telkomsel 
Informasi selengkapnya ada di http://www.media-islam.or.id atau 
http://syiarislam.wordpress.com


      

Kirim email ke