http://www.harianbatampos.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&artid=14219


     
     

      Child Sex Tourism: Hallo Batam 
      Oleh redaksi 
            Selasa, 13-September-2005, 09:06:36    
     
     
            Oleh: Muhammad Joni 
     
     
      Versi sebuah laporan, di muka bumi ini terhampar ratusan ribu anak-anak 
tereksploitasi dalam prostitusi. Sumbernya sangat beraneka ragam, misalnya, 
anak-anak yang hidup di jalanan di Brazil, Kamboja atau Rusia. Ataupun, "beach 
boys" ("anak pantai") di Srilanka, Jamaika atau Kenya. Anak-anak jalanan yang 
lari dari rumah (run away children) atau anak-anak yang mempergunakan narkoba 
di Eropa Barat, Australia atau Afrika dan Eropa Timur. Di Asia Tenggara dan 
Asia Selatan, Amerika Latin dan Pasifik, anak-anak menjadi target eksploitasi 
seksual komersial anak (ESKA) dalam pariwisata pada dekade lalu. 

      Estimasi Unicef (badan PBB untuk Dana Anak) dan ECPAT (NGO internasional 
yang memerangi ESKA), tahun 1996 saja anak yang masuk ke dalam Child Sex 
Tourism (CST) lebih dari 1 juta. Rinciannya: China lebih 200 ribu, Dominika (25 
ribu), India (300-400 ribu), Pakistan (20-40 ribu), Filipina (100 ribu), Sri 
Lanka (20-30 ribu), Taiwan (60 ribu), Thailand (100-250 ribu), Venezuela (40 
ribu). Di kawasan Asia Tenggara dan Asia Selatan, dan juga di Amerika Latin dan 
Pasifik, anak-anak sudah menjadi target CST pada satu dekade lalu. 

      Bagaimana dengan Indonesia? Data mengenai CST belum terkumpul utuh. Yang 
dimiliki hanya informasi kasus dan beraneka versi data yang sporadis, dan hanya 
perkiraan kuantitatif-makro. Yang kerap dipakai hanyalah perkiraan spekulatif 
usang: sekitar 30 persen dari sekitar 40.000-70.0000 adalah anak-anak 
dilacurkan (prostituted children). 

      Padahal, fakta di lapangan banyak yang belum terdata. Menurut laporan 
rapid assessment versi peneliti ILO/ IPEC, Andri Y Utami, yang sempat 
teridentifikasi masih 146 titik pelacuran di kawasan Jakarta. Di Jawa Barat 
misalnya, Andri memverifikasi masih 68 titik pelacuran, yang terkonsentrasi di 
kawasan Pantura, khususnya Indramayu. Lokasinya? Ditemukan di perkotaan, 
pedesaan, dan pinggiran. Tipe wilayahnya juga beragam: wilayah transit, daerah 
perbatasan, daerah wisata, pusat keramaian dan pusat hiburan. Baik dengan tipe 
terbuka dan terselubung bahkan sangat terselubung. 

      Hubungan dengan pengelola? Ada yang terikat bekerja dengan "bos" atau 
"mami" dan ada pula yang freelance, tanpa dimanajemeni mucikari. Korban ESKA 
yang terikat, lebih eksploitatif dibanding freelancer. Sebab, freelancer tidak 
terikat waktu kerja yang ketat, penjagaan kaki tangan bos, dan lepas dari 
dependensi keuangan ataupun jeratan utang dari bos yang merekrutnya. Untuk 
menutupi utang itu, anak-anak bekerja sebagai pekerja seksual dalam waktu yang 
tidak sebentar, bahkan sampai bertahun-tahun. Persis bak perbudakan moderen! 

      Kita patut menyadari bahwa masalah ini belum teratasi secara efektif, dan 
tentunya memerlukan kolaborasi vertikal dan horizontal. Padahal, Indonesia 
sudah mengikatkan diri pada beberapa instrumen internasional baik yang 
diratifikasi atau hanya baru ditandatangani saja, seperti Konvensi ILO No 182, 
Konvensi Hak Anak (CRC), dan Optional Protocol of CRC on Sale of Children, 
Child Prostitution, and Child Pornography dan Protocol to Prevent, Supresh and 
Punish Trafficking in Person Especially Woman and Children. 

      Realitas buruk yang dialami anak-anak Indonesia semestinya dapat 
diantisipasi mulai dari hulu perumusan kebijakan, dan regulasi termasuk gerakan 
membebaskan daerah tujuan wisata dari kejahatan CST. Realitas ini, dalam jangka 
panjang sangat mungkin bisa merusak citra dan prospek industri pariwisata di 
Indonesia, utamanya pada tujuan wisata utama dan pintu masuk utama wisatawan 
manca negara ke Indonesia, yang kemudian akan dianggap sebagai daerah yang 
"membolehkan" sex tourism. 

      Rasionalitas perlindungan anak dari eksploitasi seksual dalam pariwisata, 
berada pada tiga konteks. Pertama, perlindungan anak dari eksploitasi seksual 
dalam pariwisata ini relevan dengan konsep World Tourism Organization (WTO) 
mengenai defenisi sustainable tourism. Menurut WTO, Sustainable tourism 
development meets the needs of present tourists and host regions, while 
protecting and enhancing opportunities for the future. It is envisaged as 
leading to management of all resources in such a way that economic, social and 
aesthetic needs be fulfilled while maintaining cultural integrity, essential 
ecological process, biological diversity and life support systems. 

      Kedua, perlindungan anak dari eksploitasi seksual dalam pariwisata adalah 
wujud dari keterikatan terhadap tanggung jawab pariwisata untuk melaksanakan 
global code of ethics for tourism. Ketiga, perlindungan anak dari eksploitasi 
seksual adalah wujud kepatuhan terhadap instrumen hukum nasional dan kebudayaan 
nasional. 

      Untuk mengembangkan kebijakan Pencanangan Kampanye Penghapusan Anak dari 
ESKA di lingkungan pariwisata, kita patut mendukung langkah strategis dan 
langsung dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama-sama dengan 
komponen non pemerintah, yakni Komnas Perlindungan Anak untuk melakukan 
kampanye semenjak tahun 2003 lalu. Atas advokasi Komnas Perlindungan Anak, 
Presiden Megawati Soekarnoputri pada Hari Anak Nasional, 23 Juli 2003, sudah 
mencanangkan pembebasan Bali dan Batam dari ESKA dalam lingkungan pariwisata. 

      Kendatipun langkah yang meluas dan komprehensif perlu dilanjutkan dan 
berkolaborasi dengan industri pariwisata. Apalagi, dimensi masalah CST ini 
meliputi lingkup dan skala transnasional, sehingga hampir mustahil lepas dari 
kerja sama berskala transnasional pula. Berbagai kebijakan dan program yang 
sudah dan akan dikembangkan nantinya, bakal melibatkan masyarakat luas, 
organisasi internasional dan sektor usaha (pelaku usaha) khsusnya dalam 
pariwisata. 

      Sebagai perbandingan, Pemerintah Indonesia dapat menduplikasi model dan 
strategi atau kebijakan yang sudah dilakukan oleh negara-negara lain. Sejak 
tahun 1997, WTO membentuk Task Force to Protect Children form Sexual 
Exploitation in Tourism. Badan pariwisata sedunia ini berusaha menghapuskan 
ESKA dengan membangun jaringan yang efektif dan membangun kerja sama dengan 
sektor privat dan masyarakat. 

      Sebagai instrumen pengelolaan pariwisata, tahun 1999 negara-negara 
anggota WTO menyetujui the global code of ethics for tourism. Instrumen ini 
sudah di endorsed Majelis Umum PBB pada Desember 2001. Sejak akhir 2000, WTO 
juga sudah menjalankan program aksi dengan dukungan masyarakat Eropa (UE) untuk 
mendukung program awareness rising dan capacity building, untuk International 
Campaign Against Sexual Exploitation of Children in Tourism. Bukan tidak 
mungkin, sosialisasi dan kampanye mengenai isi the global code of etichs for 
tourism dapat pula dikembangkan pemerintah, sektor privat dan masyarakat luas 
dalam menyelenggarakan program kampanya anti sex tourism pada anak ini. 

      Untuk mencapai hal dimaksud, kita perlu mengembangkan berbagai hal antara 
lain: Pertama, terus-menerus melakukan kampanye guna membangun kesadaran 
permanen dari kalangan masyarakat, sektor industri pariwisata, dan komitmen 
pemerintah serta penegak hukum guna mendukung perlindungan anak dari 
eksploitasi seksual di lingkungan pariwisata. Kedua, terwujudnya mekanisme 
kerja sama dan aksi dalam segenap institusi masyarakat dan lembaga 
penyelenggara jasa pariwisata, yang bisa bersinergi untuk memberikan 
perlindungan anak dari eksploitasi seksual. Ketiga, tersedianya mekanisme 
nasional dan mekanisme di daerah - antara lain dengan cara bersinergi dalam 
bentuk task force (kelompok kerja) yang bisa langsung bekerja di lapangan 
secara komprehensif, dan terus menerus mengawal/ menjaga pariwisata yang pro 
anak. 

      Melindungi anak hari ini, adalah investasi bagi masa depan bangsa. Selain 
alasan itu, pemihakan pada anak sudah menjadi esensi kemanusiaan itu sendiri. 
Karenanya, tindakan paradoks yang mengesploitasi anak, secara ekonomi maupun 
seksual - berada di luar konteks kemanusiaan yang hakiki.*** 

      *) Muhammad Joni. Anggota Komisi Nasional Perlindungan Anak. Dosen FISIP 
Universitas Nasional, Jakarta. 


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help save the life of a child. Support St. Jude Children's Research Hospital.
http://us.click.yahoo.com/ons1pC/lbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to