Ada komentar yang menarik dari milis Mediacare, terkait kasus pemecatan Bambang 
Wisudo. Lumayan buat bahan diskusi.....
Satrio
===================================
----- Original Message ----
From: semar mendem <[EMAIL PROTECTED]>
To: mediacare@yahoogroups.com
Sent: Friday, December 15, 2006 10:03:20 AM
Subject: [mediacare] De-Jakobisasi- di KKG?

Kasus yang menimpa wartawan senior Kompas, Paulus Bambang Wisudo sebenarnya 
hanya puncak dari sebuah gunung es yang tenggelam di dasar laut Kelompok Kompas 
Gramedia (KKG).  TIndakan ini diperkirakan akan berdampak luas pada etos kerja 
karyawan kelompok yang pernah sangat berjaya ini.
 
Sejak soko-guru KKG, Bp Jakob Oetama  (JO) memutuskan lengser karena usianya 
yang sudah lanjut, perubahan drastis memang terjadi di kelompok ini. Duet Agung 
Adiprasetya- Suryopratomo yang dipercaya mengemudikan kapal besar ini sejak 
awal sudah mencanangkan akan ada perubahan, terutama dari kultur.
 
Gaya kepemimpinan JO  sebagai "bapak yang baik dan mengayomi " serta "pemilik 
perusahaan kaya raya yang rendah hati"  dianggap sudah tidak cocok lagi dengan 
jamannya yang makin keras dengan persaingan yang ketat. Diperlukan gaya 
kepemimpinan yang lugas  dan tegas kepada karyawan namun bernai biacara keras 
dan high-profile kepada publik.
 
Tidak heran salah satu pimpinan teras KKG dari kelompok BOLA mengembangkan 
prinsip  "jangan rendah hati" tapi arogan dan high-profile tapi memiliki 
prestasi." Prinsip ini dianggap lebih cocok daripada gaya low profile,high 
profit dari Pak JO.
 
Manajemen baru KKG ini agaknya menganggap kultur "guyub dan kekeluargaan" yang 
terkenal dari KKG harus segera berganti. Dan prinsip ini sayangnya 
diterjemahkan oleh para pimpinan di lapis kedua dan ketiga sebagai penyingkiran 
orang-orang lama yang telah belasan atau puluhan tahun mengabdi KKG notabene 
dengan figur JO-nya.
 
Karena itulah, KKG sekarang banyak merekrut tenaga baru, muda dan profesional 
untuk menduduki posisi-posisi strategis. Mereka tidak lagi memandang proses 
jenjang karir dan pengalaman sebagai sesuatu yang penting. Mereka juga 
mengharap orang-orang baru ini secara perlahan dapat mengubah  etos kerja KKG 
yang lama yang lamban dan guyub menjadi lebih kompetitif.
 
Tenaga lama KKG ini diharapkan "tahu diri" dan memberi jalan buat tenaga-tenaga 
baru yang dianggap lebih prospektif.
 
Usaha "penyingkiran" orang-orang yang masih menganut faham Pak JO ini dilakukan 
dengan berbagai cara, antara lain:
1. Tidak adanya kesempatan pengembangan individual karyawan
Di berbagai kebijakan, usia maksimal bagi karyawan untuk mengikuti pelatihan 
adalah 35 tahun.
2.  Pergeseran posisi
Jabatan-jabatan strategis di banyak unit mulai diberikan kepada  karyawan 
rekrutan baru atau mereka yang berusia muda. Karyawan lama atau berusia tidak 
produktif lagi dijadikan karyawan biasa.
3. Penghilangan renumerasi
Bagi karyawan lama yang mendekati usia pensiun, besaran penghasilan menjadi hal 
utama. Belakangan dihembuskan isu tentang penghapusan beberapa hak karyawan 
seperti dana pensiun, uang terimakasih saat pensiun, sampai tunjangan cuti.
4. Pembuangan
Beberapa karywan terancam dengan "pembuangan" dengan pemidnahan ke daerah, 
seperti yang dialami Paulus Bambang Wisudo yang akan dipindah ke Ambon serta 
Syahnan Rangkuti yang dipindah ke Padang. Bagi wartawan muda Kompas ini adalah 
konsekuensi yang harus dijalani karena pernah menandatangani klausul, "Bersedia 
ditempatkan di mana saja." Bahkan disebutkan ini semacam "kawah Candradimuka" 
sebelum yang bersangkutan ditarik kembali sebagai pimpinan di jajaran redaksi.
 
Namun banyak kasus memperlihatkan tindakan tersebut semata-mata pembuangan dari 
yang bersangkutan. Seperti yang dialami oleh fotografer kawakan Arbain Rambey 
dan wartawati senior Brigitta Isworo yang pernah "digodok" di Medan, Denpasar 
serta Surabaya. Atau seperti fotografer favorit saya Eddy Hasby yang kini 
dibuang di Jawa Tengah. Toh, setelah kembali mereka bahkan hanya  menjadi 
wartawan biasa dan mulai dilupakan orang.
 
Namun kalau dilihat siapa jajaran pimpinan Kompas saat ini yang pernah 
"digodok" di kawah Candradimuka di daerah  tersebut?  Bahkan pemimpin redaksi 
Suryopratomo pun tidak pernah.  Begitu pun jajaran lapis kedua.  Belum lagi 
beberapa kasus penolakan penempatan seperti ke Ujungpandang oleh seorang 
wartawan.
 
Bagi karyawan KKG yang berjumlah belasan ribu tersebut, tindak kekerasan dan 
tegas terhadap  Paulus Bambang Wisudo menimbulkan banyak kekhawatiran bahwa 
tindakan ini dapat menjadi presden buat karyawan lain yang dianggap bandel. 
Mitos bahwa manajemen selalu bersikap persuasif dan dialogis kepada karyawan 
yang bermasalah langsung sirna.
 
Tindakan ini dikhawatirkan pula menjadi pembenaran buat pihak-pihak untuk 
melampiaskan dendam sesama karyawan. Tidak dapat dipungkiri, manajemen KKG  
pimpinan duet AA-Tom masih sarat dengan orang-orang dengan paradigma lama yang  
suka menjilat, oportunistis, mencari kesempatan namun kini memiliki legitimasi 
dan kekuasaan penuh untuk melakukan tindakan apa pun terhadap karyawan yang 
tidak mereka sukai termasuk tindak pemecatan.
 
Dengan situasi ketidakpatian dan ketidaknyamanan ini, secara perlahan-lahan 
kultur KKG yang  guyub, solid, kuat yang melahirkan sikap social-concern 
seperrti diletakkan founding fathers Bpk PK Ojong dan Bpk. Jakob Oetama atau 
pun senior-senior lainnya seperti Bp P. Swantoro akan berganti menjadi  kultur 
oportunistis, economic-animals  dan bahkan homo homini lupus... Quo vadis?

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke