http://www.suarapembaruan.com/News/2004/10/29/Nusantar/nusa04.htm

SUARA PEMBARUAN DAILY 
--------------------------------------------------------------------------------

Demo Antimiliter Memprotes Penembakan Pendeta Tabuni 

Mempertahankan NKRI, Bukan dengan Menembak, tetapi Hargai Harkat dan Martabat Manusia

 

PEMBARUAN/ROBERTH ISODORUS 

TOLAK MILITERISME - Sejumlah mahasiswa yang menamakan diri Front Rakyat Papua 
Antimiliter menggelar aksi demo menolak militerisme, di depan kantor DPRD Provinsi 
Papua, Jayapura, Kamis (28/10). 




JAYAPURA - Sekitar 500-an mahasiswa yang menamakan diri Front Rakyat Papua 
Antimilterisme itu, Kamis (28/10), menggelar aksi unjuk rasa mendatangi gedung DPRD 
Papua. Mereka meminta agar Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) Trikora, Mayjen 
TNI Nurdin Zainal dan jajarannya meminta maaf atas kasus tertembaknya Pendeta Elita 
Tabuni di Puncak Jaya, 14 September 2004 lalu. 

Mereka menilai, Pangdam harus bertanggung jawab atas kasus tersebut, sebab kuat dugaan 
yang melakukan penembakan adalah anggota Komando Pasukan Stategis (Kopassus). Para 
mahasiswa tersebut juga menilai, penembakan sejumlah warga dengan alasan dicurigai 
sebagai anggota Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) hanya 
rekayasa militer di Tanah Papua. 

Aksi mahasiswa tersebut diawali dengan mencegat mobil angkutan yang hendak menuju 
kampus baru Universitas Cenderawasih, Waena Perumnas II. Setelah berkumpul, mereka 
dengan 15 buah angkutan menuju kantor DPRD Papua dan menggelar aksi unjuk rasa sambil 
berorasi dengan berbagai yel-yel. "Militer harus segera angkat kaki dari Papua," 
demikian antara lain teriakan mereka. 

Sementara aksi berlangsung, 20 orang perwakilan mahasiswa tersebut berdialog dengan 
Pangdam XVII Trikora Mayjen Nurdin Zainal beserta perwira tingginya di ruang rapat 
DPRD Papua. Dialog tersebut dipandu Ketua DPRD Provinsi Papua, Jhon Ibo didampingi 
wakilnya, Komarudin Watubun dan disaksikan sebagian anggota DPRD yang baru. 

Dalam dialog itu, para mahasiswa yang didampingi Pendeta Socrates Sofyan Nyoman, 
mereka menyampaikan kronologis tertembaknya Pendeta Elita Tabuni di Puncak Jaya. 
Disebutkan, peristiwa yang juga menyebabkan dua anggota Guliat Tabuni tewas dan 
seorang anggota TNI, adalah rekayasa TNI sendiri. 

Menurut Ketua Front Rakyat Papua Anti militer, Jefrison Pagawak, kedatangan Guliat 
Tabuni ke Puncak Jaya hari tu sudah minta izin kepada pemerintah daerah setempat. 
Disebutkan, Pendeta Elita Tabuni yang sebagai Ketua Badan Wilayah/Klasis Gurage 
ditembak mati Kopassus saat sedang berdoa, sedangkan anaknya Wekes Tabuni selamat 
karena sempat melarikan diri. 

Sementara itu Pendeta Socrates Sofyan Nyoman yang mendampingi 20 orang utusan, dalam 
dialog itu mengatakan, mempunyai data yang akurat siapa yang membunuh Pendeta Elita 
Tabuni. "Walaupun saya punya data akurat siapa yang membunuh pendeta, saya belum 
memberi tahu. Karena masih ada tim lain yang sedang menyelidiki kasus ini, "ujarnya. 

Ia juga dengan tegas, meminta kepada Pangdam agar meminta maaf kepada seluruh 
masyarakat di Papua. "Karena yang meninggal itu seorang Pendeta (gembala umat), bukan 
penggembala ternak,"" tegasnya. 

Ditambahkannya, sejak kejadian itu, ada 22 gereja di sana tak ada yang datang 
beribadah karena takut. "Sampai hari ini gereja kosong, mereka pada lari ke hutan 
karena takut dengan intimidasi tentara, "katanya prihatin. 

Nyoman menegaskan, untuk mempertahankan integritas keutuhan Negara Kesatuan Republik 
Indonesia (NKRI) bukan dengan tembak menembak orang. "Itu tidak mempan, membuat stigma 
GPK/OPM tidak mempan sekarang. Tapi yang paling cocok adalah menghargai harkat dan 
martabat manusia," katanya. 


Tak Segan Bunuh 

Mayjen TNI Nurdin Zainal, Panglima ke 22 Kodam/ XVII Trikora yang hampir satu jam 
lebih menerima kritikan pedas tampak tenang, raut wajahnya serius mengatakan, dirinya 
sangat menghargai pertemuan ini. 

"Saya juga punya kronologis, mari kita lihat. Kalaupun nanti ada tim independen 
silakan, mari kita cari seperti apa sebenarnya. Kronologis ini saya dapatkan dari 
anggota saya sendiri maupun surat menyurat yang saya dapatkan dari Bupati dan Ketua 
DPRD Puncak Jaya tentang kejadian yang sebenarnya, ini pun telah saya sampaikan kepada 
Ketua Dewan dan Wakil Ketua Dewan, " kata Nurdin 

Nurdin mengklarifikasi, meninggalnya Pendeta Elita Tabuni (14/9). Disebutkan, sekitar 
pukul 7.30 WIT anggota Kodam Trikora di bawah pimpinan Kapt (Inf) Eri Nasuria 
melakukan pengamanan, sudah mendapatkan informasi adanya kelompok TPN/OPM di Munia dan 
Tinggi Nambut. 

Menurutnya, Undang-undang menyebutkan kalau mereka gerombolan separatis senjata TNI 
punya tugas untuk menghadapi mereka. Menurut Pangdam, anggotanya juga melakukan 
penyelidikan apakah TPN/OPM berada disitu dan pada saat itu ada orang yang melintas 
dan mengaku seorang gembala (Pendeta). 

Komandan Kompi (Danki) memerintahkan anggotanya untuk menangkap gembala tersebut 
karena gerak-geriknya mencurigakan, karena sudah berada dekat dengan kedudukan Guliat 
Tabuni. Ia ditangkap dan diamankan bukan dibunuh. Pada saat bersamaan juga ditangkap 
seorang pemuda yang membawa buku tentang kemerdekaan Papua. Pada pukul 08.00 WIT, 
Danki memerintahkan mundur. Pada saat itulah terjadi kontak senjata, dan Pendeta 
tertembak, anggota saya tidak dapat mengevakuasinya," ujarnya. 

Nurdin Zainal, juga membacakan surat Bupati Puncak Jaya No 170/55/SET Tentang 
Persetujuan DPRD Puncak Jaya untuk TNI/Polri mengevakuasi korban. Dalam surat yang 
dibacakan Panglima. Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya sudah berkali-kali mengajak 
kepada Guliat Tabuni untuk bergabung kembali dengan NKRI dan bersama-sama membangun 
daerah Puncak Jaya, tapi tak pernah ditanggapi. 

Pangdam pun meminta bila ada saksi yang bisa memberikan kesaksian anggota Kopassus 
yang menembak mati Pendeta Elita Tabuni ia tak segan membunuh anak buahnya. "Saya 
tidak segan-segan membunuh anak buah saya kalau memang dia yang melakukan, " tegasnya. 


Tim Investigasi 

Sementara itu, Ketua DPRD Papua, Drs Jhon Ibo, sebagai fasilitator pertemuan kepada 
Pangdam dan para utusan Front Rakyat Anti Militerisme, memberikan solusi agar dibentuk 
tim independen untuk menyelidiki kasus-kasus ini. "Ini untuk mencari kebenaran," kata 
Jhon Ibo. 

Widjangge salah seorang utusan Front Rakyat Antimiliter pun memberikan usulan yang 
sama agar ada tim independen untuk kasus yang selama ini terjadi di Puncak Jaya. Dan 
usul itu pun akhirnya disetujui pula oleh Pangdam Trikora, dengan maksud mencari 
kebenaran. (ROB/GAB/M-15) 



--------------------------------------------------------------------------------
Last modified: 29/10/04 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
$9.95 domain names from Yahoo!. Register anything.
http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih 
Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Posting: [EMAIL PROTECTED]
5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke