http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=255109&kat_id=16&kat_id1=&kat_id2=
  Dialektika Palsu Dua Wajah Islam 




  Zaim Saidi
Pengamat Politik
  IBelakangan ini di tengah kita muncul suatu gambaran seolah ada dua wajah 
Islam: radikal versus liberal. Mengikuti dialektika ini, umat Islam dibagi 
menjadi dua: Muslim baik dan Muslim jahat. Gambaran ini merupakan sebuah 
dialektika yang ditampilkan oleh media massa Barat, sejak 1980-an dan terutama 
pasca peristiwa 9/11 (2001). 
  ITapi kemudian gambaran ini seolah dibenarkan sebagai sebuah realitas, bahkan 
oleh kalangan umat Islam sendiri. Akibatnya, setidaknya dalam kesan, 
berlangsunglah konflik sesama umat Islam sendiri. Tulisan ini ingin menunjukkan 
bahwa dialektika Islam fundamental dan Islam liberal tersebut bukan saja suatu 
dialektika palsu, tapi bahkan memperlihatkan motif-motif tertentu di baliknya. 
Dalam kenyataan yang benar, tentu saja, Islam adalah dien yang cuma satu 
sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, melalui Alquran dan Sunnah. 
Syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji, adalah pilar-pilar Islam yang berada 
dalam realitas sosial, yang dapat dilakukan hanya dengan dasar legalitas 
(syariah).
  IDalam pandangan legal, tentu tidak ada sesuatu hal yang radikal atau 
liberal. Yang ada hanya yang benar (legal) atau yang salah (ilegal). Berpuasa 
Ramadhan hanya dapat dilakukan secara benar yaitu sebulan penuh, tidak bisa 
menjadi radikal, lalu dilakukan dua bulan, misalnya, atau secara liberalistik, 
menjadi setengah bulan saja.
  IMotif ganda
Seperti telah disingggung sebelumnya dialektika dua wajah Islam di atas 
merupakan bagian dari upaya untuk mendefinisikan Muslim sebagai Muslim jahat 
(radikal, teroris) dan Muslim baik (liberal, moderat). Dalam kenyataannya, 
terorisme yang dilakukan hanya oleh satu-dua pihak, walaupun pelakunya Muslim, 
tidak bisa dikategorikan sebagai (tindakan) Islam.
  IIslam berakar pada kata salam yang berarti damai. Maka Islam radikal adalah 
sebuah contradictio in terminis. Dalam Islam, tindakan kekerasan, terorisme, 
apalagi melalui teknik (bom) bunuh diri, merupakan perbuatan ilegal dan haram 
hukumnya. Sebab, dalam hukum Islam, untuk berjihad pun ada batasan-batasannya, 
bukan merupakan tindakan individual anarkis. Sebaliknya Islam liberal, 
merupakan bagian dari fenomena pembaruan Islam, dengan tujuan untuk 
mengasimilasikannya dalam ideologi kapitalisme.
  IYang patut dipahami umat Islam, dialektika dua wajah Islam ini pada akhirnya 
berimplikasi ganda bagi kaum Muslim. Keduanya diperlukan bagi keberlangsungan 
kapitalisme itu sendiri. Pertama, dengan agak menyederhanakan masalah, dapat 
dikatakan bahwa wajah 'Islam jahat' ditampilkan untuk menimbulkan psikologi 
'bersalah dan malu' di kalangan Muslim. Ini kemudian akan bermuara pada 
pembenaran bagi kalangan Muslim untuk menjadi 'Muslim baik'. Ini berarti kaum 
Muslim didorong semakin pragmatis, mengasimilasikan Islam dalam sistem 
kapitalis, sebagai bayaran dari 'rasa malu dan bersalah'.
  IKedua, sasaran sebaliknya yang dibidik dari kalangan 'Muslim jahat' adalah 
suatu pembenaran yang teramat kuat bagi kapitalisme untuk secara represif 
mendesakkan dominasinya. Untuk dapat lebih memahami strategi dialektika palsu 
ini penting kiranya dimengerti perkembangan termutakhir dari kapitalisme. 
Kapitalisme mutakhir telah muncul sebagai kekuatan totaliter, di balik retorika 
liberalisme. Demokrasi, sebagai front politiknya pun, makin menjadi terminologi 
kosong dan menunjukkan jati dirinya sebagai bagian dari totalitarianisme 
tersebut.
  IAkhir kapitalisme
Meminjam teori Carl Schmitt, pemikir hukum Jerman, kapitalisme akhir dapat 
dideskripsikan sebagai tercapainya nihilisme, yang bermakna 'dipisahkanya 
pemerintahan dari lokasi' (the separation of order and location). Yakni 
lepasnya otoritas yang kini berada di tangan kapitalis global dari lokasi 
negara-bangsa demokratis. Dengan dominasi kapitalisme global ini, kedaulatan 
nasional telah jadi tak relevan.
  ISchmitt lebih jauh merumuskan otoritas (kewenangan) sebagai 'pihak yang 
dapat memutuskan dalam keadaan darurat' (state of emergency), yang sebagai 
konsekuensi dari nihilismesepenuhnya di luar domain negara-bangsa. Nihilisme 
juga berarti matinya demokrasi. Gambaran tentang telah berakhirnya demokrasi 
sebagai paradoks dari paham liberalisme yang mendasarinya, diuraikan dengan 
gamblang oleh Giorgio Agamben, pemikir Italia. Ia menyatakan tujuan akhir 
kekuasaan politik modern bukan lagi kedaulatan negara nasional, melainkan rumah 
tahanan (concentration camp). Hal ini dapat dikaitkan persis dengan rentetan 
legalisasi gerakan antiterorisme.
  IYang kini telah terjadi adalah lengkapnya transisi hukum dari 'keadaan 
normal ke keadaan darurat'. Kekuasaan totaliter kapitalisme atas kehidupan 
menjadi sempurna. Seseorang yang disekap dalam sebuah kamp adalah seseorang 
yang kehilangan hak dan dicerabut segala kehormatannya. Ia menjadi bukan-orang 
(non-person).
  IPuncak kekuasaan dan kedaulatan politik yang sebenarnya akan terungkap dalam 
realitas kamp konsentrasi ini. Inilah tempat ketika keputusan dengan sesukanya 
dapat dijatuhkan untuk mengenyahkan hak bicara, hukum, dan ruang gerak 
seseorang, dan meninggalkannya dalam 'kehidupan telanjang' (bare life). Semua 
yang dikatakan oleh Agamben di awal tahun 1990-an, kini telah terwujudkan di 
Guantanamao dan tempat-tempat lain di sudut-sudut 'negara dunia' yang muncul di 
tengah kita. Bagi Agamben, sebuah kamp merupakan bagian integral dari 
eksistensi nomos global (kapitalisme). Dalam kamp, kewarganegaraan seseorang 
sebagai cermin kedaulatan nasional suatu negara telah sepenuhnya kehilangan 
makna. Kamp adalah lokasi tanpa otoritas.
  IKesejatian Islam
Butir penting dari kaitan dua pengertian di atas nihilisme dan kedaulatan dalam 
konteks realitas saat ini adalah bahwa fenomena global kapitalisme demokratis 
telah memberikan toleransi atas keadaan darurat yang permanen dan atas fenomena 
kamp. Paradigma 'keamanan total' kini telah menjadi norma umum sebagai teknik 
untuk menguasai, menggantikan 'keadaan darurat' yang semula merupakan tindak 
perkecualian. Fenomena terorisme, dengan demikian, adalah fenomena yang 
diperlukan dan menguntungkan kapitalisme itu sendiri.
  IDalam konteks dialektika palsu di atas, tindakan otoritarian atas nama 
antiterorisme yang ditampilkan oleh kekuatan kapital saat ini, telah 
mendapatkan legitimasinya dari suatu 'keadaan darurat' yang terus-menerus dan 
kini menjadi permanen, akibat aktivisme 'Muslim jahat'. Sebaliknya, di sisi 
lain, penampilan 'Islam moderat, baik', ditawarkan sebagai jalan keluar atas 
'Islam jahat' tersebut. Kapitalisme, tentu saja sangat akomodatif terhadap 
'wajah kedua Islam' ini. 
  ISebab, 'Islam moderat' adalah 'Islam modern' yang selama lebih dari satu 
abad berhasil mendorong proses asimilasi Islam pada kapitalisme. Bentuk-bentuk 
keberhasilan dan produk 'Islam modern' ini adalah tidak dapat dibedakannya lagi 
antara yang Islam dan yang bukan Islam. Kesimpulannya adalah sangat penting 
bagi umat Islam untuk memastikan kesejatian Islam itu sendiri, sebagaimana 
diajarkan oleh Rasulallah SAW. Dialektika 'fundamentalime versus liberalisme' 
adalah jebakan mematikan. Radikalisme dan liberalisme Islam adalah proyek yang 
sama dari kapitalisme.
  Islam sepatutnya dipandang semata dalam perspektif legal, dalam arti 
mengikuti amal yang dipraktikkan oleh komunitas awal Islam, di Madinah al 
Munawarah. Islam adalah Islam, tidak radikal, tidak liberal.


The great job makes a great man
  pustaka tani 
  nuraulia

 __________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Something is new at Yahoo! Groups.  Check out the enhanced email design.
http://us.click.yahoo.com/SISQkA/gOaOAA/yQLSAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to