http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/12/index.html
SUARA PEMBARUAN DAILY Dinamika Diplomasi Luar Negeri Internasional KENDATI sejak awal kemerdekaan sudah menggariskan kebijakan politik luar negeri yang bebas dan aktif, pada kenyataannya politik luar negeri Indonesia mengalami perubahan secara substansial dari masa ke masa. Hal ini terkait dengan orientasi politik yang dikembangkan pemerintahan yang sedang berkuasa. Di zaman Soekarno, misalnya, Indonesia condong untuk bersahabat dengan Uni Soviet dan Cina. Di era Soeharto, diplomasi bebas aktif Indonesia agak pro ke Amerika dan Jepang. Dan, kini di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, politik luar negeri bebas dan aktif dicoba dijalankan sebagaimana mestinya, dengan memperkuat peranan dalam diplomasi di tingkat regional dan internasional. Bagaimana perkembangan diplomasi Indonesia di usianya yang segera menginjak 60 tahun diulas oleh wartawan Pembaruan Heri Soba dan Yohanna Ririhena dalam sorotan kali ini. Perkuat Mekanisme Regional dan Bilateral Dok Pembaruan SOEHARTO DAN CLINTON - Presiden RI Soeharto menyambut Presiden Amerika Serikat Bill Clinton di Istana Bogor, pada pertemuan APEC 1994. DIPLOMASI internasional Indonesia mempunyai warna yang berbeda-beda sesuai dengan semangat zaman sejak perjuangan kemerdekaan hingga kini. Beberapa hal dalam isu-isu ketimpangan antara negara maju dan berkembang tentu masih relevan saat ini. Dalam kaitan itu, kebijakan politik Indonesia harus menentukan skala prioritas. Di antaranya adalah prioritas dalam mekanisme multilateral, regional, ataukah bilateral yang masing-masing dengan pendekatan yang berbeda. Indonesia juga dituntut untuk menyelaraskan kemampuan dan kapasitasnya sendiri dan mendefinisikan kepentingan nasionalnya dengan jelas. Belakangan berbagai negara mendorong kawasan perdagangan bebas (free trade area/FTA) terutama antarnegara, yang membuktikan bahwa negara-negara tersebut memahami kepentingan nasionalnya. FTA tersebut menunjukkan masih ada kepentingan nasional yang lebih besar dibandingkan regional maupun multikultural. Menurut pakar hubungan internasional dari Universitas Indonesia (UI), Makmur Keliat, Indonesia sebenarnya tidak banyak berperan dalam mekanisme multilateral, tetapi akan dapat berperan lebih banyak dalam mekanisme regional dan bilateral yang secara langsung berdampak pada kepentingan nasional. Dalam kawasan regional perlu difokuskan pada penguatan kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur lalu Asia Selatan dan Pasifik Selatan. Sedangkan bilateral yang sangat penting dikembangkan pada empat entitas, yaitu hubungan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS), Cina, Jepang, dan Uni Eropa (UE). Hal itu karena empat entitas tersebut yang menguasai dunia baik secara ekonomi, politik, maupun militer. Prinsipnya, kebijakan diplomasi internasional pada akhirnya harus memberikan kontribusi dalam memecahkan persoalan atau mengurangi beban-beban domestik. Peningkatan peran diplomasi mau tak mau bertalian erat dengan apa terjadi dan berkembang di dalam negeri. India mendapat tempat di politik internasional karena dalam kurun 50 tahun negara tersebut tidak pernah mengalami perubahan sistem politik yang substansial dan mampu mengembangkan demokrasi. Perubahan-perubahan yang terjadi di dalam negeri termasuk sistem demokrasi belum memampukan Indonesia untuk mempunyai kekuatan seperti India. Untuk itulah, kata Makmur, pentingnya membangun state building dan nation building. State building yang dimaksud adalah bagaimana membuat kebijakan dan peraturan pemerintah yang tidak berubah-ubah. Sedangkan nation building bertujuan untuk menciptakan perasaan sebagai satu bangsa. "Tapi harus disadari bahwa kita sedang belajar sehingga jangan sampai berkecil hati dan merasa rendah diri karena tidak ada satu model pun di luar Indonesia yang bisa dipakai dan cocok dengan Indonesia yang kompleks ini," katanya. Solidaritas Makmur mengatakan, hal yang cukup penting dalam membangun nation building adalah solidaritas komponen-komponen domestik agar pamor Indonesia di luar negeri bisa disegani. Ia melihat hal ini terkait dengan nasionalisme yang terus menurun. Padahal kemerdekaan diperoleh dengan rasa nasionalisme yang sangat tinggi. Sebaliknya Malaysia yang kemerdekaannya hanyalah sebuah pemberian justru nasionalismenya terus meningkat. Hal ini harus dimulai dari kredibilitas pemimpin dalam pernyataan yang sejalan dengan perbuatan. Jika tidak maka rakyat menafsirkan yang berbeda dan melemahkan solidaritas. Di sisi lain, Makmur menjelaskan bahwa hal penting dalam meningkatkan kebijakan luar negeri adalah kuatnya konstituensi domestik dan koordinasi antarperumus kebijakan antardepartemen. Secara formal, perlunya dukungan DPR dan lebih luas dari publik. Untuk itu diperlukan diplomasi terbuka yang melibatkan berbagai pihak sehingga tidak terjadi konsultasi setelah keputusan dibuat (consultation post decision). Padahal seharusnya keputusan perlu didiskusikan terlebih dahulu (pre decision consultation). Dalam hal koordinasi dibutuhkan keterkaitan dengan departemen-departemen lainnya. Koordinasi tersebut membutuhkan keterkaitan kebijakan (policy linkage) karena tidak ada lagi isu yang sangat terpisah dengan kebijakan luar negeri. Saat ini, kata Makmur, apa yang dirintis oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menunjukkan tanda-tanda yang baik dalam kebijakan internasional. Persoalannya adalah bagaimana mengawasi dan mengevaluasi apa yang dilakukan pemerintah. Sebagai contoh, ketika berkunjung ke Jepang, Yudhoyono mengatakan bahwa dalam lima tahun ke depan ditargetkan investasi Jepang meningkat dua kali lipat. Demikian juga dengan Cina, akan dilipatgandakan volume perdagangan dengan Indonesia. Ini menandakan pendekatan bilateral masih sangat relevan. Namun, pemerintah juga harus menjelaskan sejauh mana dampak kebijakan itu bagi kepentingan domestik dan rakyat. Makmur juga mengungkapkan bahwa di masa mendatang penting sekali mendorong hubungan diplomasi antarmasyarakat (people to people/P to P). Sekadar contoh, ASEAN pun masih gamang ditempatkan sebagai organisasi regional. Sampai saat ini ASEAN hanya menjadi instrumen negara anggota daripada menjadi organisasi yang mengarahkan negara anggota. Seharusnya, jika kita sepakat sebagai organisasi regional maka sebagian dari otoritas nasional diserahkan kepada organisasi itu. Akibatnya, ASEAN sulit untuk mengangkat hubungan P to P. Belum terbangun fasilitasi yang efektif untuk mengembangkan hubungan antarkomunitas di ASEAN. Walau pun disadari hal ini terus dilakukan tetapi kesan seremoni tahunan masih terasa kuat. Sementara keikutsertaan rakyat masih minim. * Last modified: 12/8/ -------------------------------------------------------------------------------- http://www.suarapembaruan.com/News/2005/08/12/index.html SUARA PEMBARUAN DAILY Diplomasi Indonesia dari Masa ke Masa Pembaruan/Jurnasyanto Sukarno JALAN BERSEJARAH - Para pemimpin negara peserta peringatan ke-50 Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-50 melakukan "Jalan Bersejarah" sebagai napak tilas KAA pertama tahun 1955 di Jalan Asia Afrika, Bandung, Minggu (24/4). Kegiatan ini menempuh jarak lebih kurang 200 meter dengan rute dari Hotel Savoy Homan menuju Gedung Merdeka. DI hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 2 September 1948, Wakil Presiden Mohammad Hatta untuk pertama kalinya mengemukakan prinsip politik luar negeri (LN) bebas dan aktif. Dalam pidatonya yang bersejarah, "Mendayung Antara Dua Karang", Bung Hatta mengatakan,"...mestikah kita bangsa Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan bangsa dan negara kita, hanya harus memilih antara pro-Rusia atau pro-Amerika." Haluan politik LN yang digariskan Proklamator RI pada prinsipnya tidak ingin menjadi obyek dalam percaturan internasional. Indonesia harus dapat menjadi subyek yang dapat menentukan kebijakannya sendiri. Prinsip bebas dan aktif dipilih untuk menolak tuntutan sayap kiri agar Indonesia berkiblat ke Uni Soviet dan di sisi lain untuk membuat jarak dengan Amerika Serikat (AS). Sikap bebas dan aktif ini juga mendefinisikan peranan yang tepat bagi Indonesia dalam konflik antara dua negara adi kuasa tersebut. "Tidak peduli betapa pun tampak lemahnya kita sebagai bangsa yang baru memenangkan kemerdekaan, jika dibandingkan dengan dua raksasa dalam konflik AS dan Uni Soviet-pandangan pemerintah ialah bahwa kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita atas prinsip bahwa kita harus percaya kepada diri sendiri, dan bahwa kita harus berjuang dengan kekuatan dan kemampuan sendiri." Sejak kemerdekaan, eksistensi negeri yang masih belia ini mendapat tantangan dari Belanda. Memperjuangkan pengakuan internasional atas kemerdekaan dan upaya mencegah kembalinya kekuasaan kolonial telah menjadi ciri pelaksanaan politik LN pada masa awal berdirinya RI. Kiprah Indonesia di dunia internasional pun semakin dikukuhkan dengan masuk menjadi anggota PBB tanggal 28 September 1950 (tapi pada 7 Januari 1965, Indonesia memutuskan keluar dari PBB). Pada tahun-tahun selanjutnya dunia semakin hangat dalam suasana Perang Dingin. Sementara di dalam negeri diwarnai gonta-ganti pemerintahan. Pada masa demokrasi parlementer (1950-1959) ini lingkungan strategis semakin terpolarisasi. Dua blok kekuatan yang bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, Blok Barat dipimpin AS dan Blok Timur di bawah Uni Soviet, menciptakan suasana permusuhan. PM Ali Sastroamidjojo dalam pertemuan di Kolombo 1954 melontarkan pertanyaan, "Di mana kita berdiri sekarang, kita bangsa Asia, di tengah-tengah persaingan dunia ini?" Pernyataan Sastroamidjojo itu dipandang sebagai pemberi arah bagi lahirnya Konferensi Asia Afrika (KAA). Sebetulnya sikap dan visi para pemimpin Indonesia tentang Asia Afrika telah terjejak pada beberapa tahun sebelumnya. Indonesia pada akhirnya berhasil menggelar KAA pada tahun 1955. Pada periode ini, politik LN dan keamanan Indonesia tetap ideologis dan jelas semakin ke kiri. Ini mencerminkan pertarungan politik dalam negeri. Dalam suasana perjuangan mengembalikan Irian Barat, Indonesia membeli peralatan militer dari Soviet dan berakibat makin menjauh dari Barat. Perjuangan meraih Irian Barat ini menjadi prioritas politik LN. Menurut catatan mantan Duta Besar RI untuk Australia, S Wirjono, pada periode selanjutnya terlihat pergeseran ideologi ke kiri dengan anti-Nekolim. Di tingkat politik internasional, sikap itu terlihat dan memuncak pada periode demokrasi terpimpin. Ini semakin tampak dalam periode Nefos-Oldefos dan Poros Jakarta-Phnom Penh-Beijing-Pyongyang. "Dengan konsep ini sebenarnya politik bebas aktif boleh dikata sudah ditinggalkan," komentar Wirjono dalam seminar di Centre for Strategic and International Studies. Peristiwa 30 September 1965 mengubah orientasi politik dengan naiknya Soeharto. Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto menggariskan politik LN bebas dan aktif, yang diabdikan kepada kepentingan nasional, yakni pembangunan ekonomi. Kalau dilihat pada periode awal kemerdekaan, pemerintah berusaha keras menampilkan citra politik luar negeri "bebas dan aktif" tetapi condong ke negara-negara Barat. Pada periode demokrasi terpimpin, Soekarno mempererat hubungan dengan negara-negara komunis sambil mengorbankan hubungannya dengan negara-negara Barat. Pertama, ia mempererat hubungan dengan Uni Soviet lalu Cina. Pemerintahan Soeharto kembali berorientasi ke Barat, khususnya AS dan Jepang, dan pada waktu yang sama mengejar tujuan-tujuan regionalisasi sekuat tenaga. Berbagai prakarsa kerja sama internasional dikukuhkan, dengan terbentuknya ASEAN, Indonesia menjadi jangkar stabilitas di Asia Tenggara. Pada tahun 1975, militer Indonesia menginvasi dan mengambil alih Timor Timur yang di kemudian hari membuahkan banyak masalah untuk politik LN. Selain ASEAN, peran aktif Indonesia juga diupayakan melalui Gerakan Non Blok (GNB), Kelompok 77 dan Organisasi Konferensi Islam (OKI), dan kembali bergiat di PBB. Pada tahun 1992, Indonesia menjadi tuan rumah KTT Non Blok. Reformasi Pergantian rezim Orde Baru mendorong penataan kembali politik LN. Era reformasi diiringi dengan krisis finansial yang berimbas ke segala bidang. Selama krisis finansial yang diikuti dengan perubahan politik dan keamanan di dalam negeri, pengaruh Indonesia di ASEAN banyak terganggu. Tapi disadari hal itu jangan sampai mengecilkan peranan Indonesia dalam mengembangkan suatu ASEAN yang lebih tertib, kuat, dan maju. Indonesia berusaha untuk kembali mengarahkan ASEAN, yang menjadi soko guru politik LN, ke arah cita-cita yang telah dirintis oleh para pendirinya. Indonesia berusaha memelopori kerja sama ASEAN dari asosiasi ke arah komunitas, sebuah babak historis dalam perjalanan ASEAN. Dalam pengembangan menuju integrasi ASEAN 2020, bertumpu pada tiga pilar Komunitas Keamanan ASEAN, Komunitas Sosial Budaya dan Komunitas Ekonomi. Selain itu, Indonesia juga menggagas Komunitas Keamanan ASEAN yang diharapkan dapat memampukan ASEAN menjawab tantangan-tantangan dalam dunia yang berubah. Diharapkan pula, di tingkat domestik keberadaan komunitas ini dirasakan manfaatnya oleh rakyat di kawasan ASEAN sehingga kepemilikan ASEAN tidak lagi hanya dirasakan oleh pejabat pemerintah, tetapi diperluas menjangkau rakyat. Dengan demikian dapat memperkuat rasa kebersamaan atau we feeling antara anggota ASEAN. Selain itu, kerja sama ASEAN plus 3 (Cina, Jepang, dan Korea Selatan) semakin diintensifkan. Demikian pula untuk Komunitas Asia Timur. Indonesia juga membangun struktur hubungan dengan negara tetangga di sebelah timur. Bersama Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina, Indonesia menjalin South West Pacific Dialogue. Dok Perserikatan Bangsa-Bangsa BERSAMA PESERTA SU PBB - Presiden RI pertama Ir Soekarno bersama Presiden Ghana Kwame Nkruman dan PM India Jawaharlal Nehru pada Sidang Umum (SU) Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 4 Oktober 1960 di New York. Unilateralisme Peristiwa 11 September membawa perubahan dalam tatanan global. Posisi Indonesia dalam percaturan politik internasional menjadi sangat penting. Indonesia berusaha mentransformasikan diri menjadi bagian dari solusi masalah regional dan internasional. Yang nyata dalam upaya memerangi terorisme adalah menguatnya prinsip unilateralisme. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menggambarkan, pada masa Perang Dingin kebijakan politik luar negeri Indonesia adalah mendayung di antara dua batu karang. Sekarang kita menghadapi satu batu karang besar, yang bisa-bisa membuat biduk siapa pun terbalik. Ketika Perang Afghanistan dan Irak meletus, Indonesia menolak cara unilateral menginvasi negara lain. Di dalam negeri, penggalangan suara bersama yang solid dilakukan dengan membangun dialog lintas agama untuk menjaga agar apa yang terjadi di luar tidak berimbas terhadap kemajukan masyarakat Indonesia. Menggalang suara bersama yang solid bukan pekerjaan yang mudah. Misalnya, serangan militer AS ke Irak dibaca oleh sebagian orang sebagai serangan terhadap peradaban Islam. Lebih spesifik lagi sebagai serangan Kristen terhadap Islam. Pandangan tersebut sangat berbahaya untuk masyarakat Indonesia yang majemuk. Untuk jangka menengah dan panjang, kemampuan memerangi terorisme tergantung pada kemampuan kita mengembangkan dua hal yakni kelompok Islam moderat dan demokrasi. Inilah aset nasional yang menjadi jualan politik luar negeri kita mendatang. Agenda lain dalam politik LN pada era reformasi ini berkaitan dengan pemeliharaan persatuan dan kesatuan bangsa, pemulihan ekonomi dan penyelenggaraan politik LN yang bebas dan aktif. Penggalangan dukungan komunitas internasional untuk mengakui keutuhan NKRI terus dilakukan. Walaupun sebagian besar negara termasuk AS, Uni Eropa dan Australia menolak pemisahan Aceh dan Papua dari RI, tetapi hal ini harus terus diwaspadai. Kerja sama dengan negara-negara tetangga diintensifkan untuk mencegah kasus penyelundupan senjata, penyelundupan manusia dan barang untuk keperluan kelompok-kelompok separatis. Upaya Indonesia memainkan peran di kawasan juga tercermin dari penyelenggaraan 50 tahun Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika (KTT AA) dan Peringatan 50 Tahun KAA yang dihadiri oleh 104 negara. Dalam tekad politik baru itu para pemimpin Asia dan Afrika menyatakan bahwa Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (The New Asian-African Strategic Partnership) menjadi kerangka kerja untuk membangun jembatan antara Asia dan Afrika. Tiga bidang kerja sama yang akan digencarkan adalah solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial budaya disusun. Sebagai tindak lanjut KTT akan diadakan KTT Asia Afrika setiap empat tahun sekali dan dua tahun sekali pertemuan tingkat menteri. Implementasi dari kerja sama ini yang masih menjadi pertanyaan. Seperti telah dipahami, pelaksanaan politik LN tidak akan berarti apa-apa selama masalah di dalam negeri tidak diselesaikan. Aceh memang telah menunjukkan titik terang, tetapi kita masih akan menghadapi masalah belum selesainya pelanggaran HAM di Timor Leste dan belakangan ini masalah Papua makin mencuat terkait RUU di Kongres AS. * -------------------------------------------------------------------------------- Last modified: 12/8/05 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> <font face=arial size=-1><a href="http://us.ard.yahoo.com/SIG=12h4tte8o/M=362343.6886681.7839642.3022212/D=groups/S=1705329729:TM/Y=YAHOO/EXP=1123894658/A=2894350/R=0/SIG=10tj5mr8v/*http://www.globalgiving.com">Make a difference. Find and fund world-changing projects at GlobalGiving</a>.</font> --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/