http://sains.kompas.com/read/xml/2009/06/13/17402078/ditemukan.batu.darah.kristus.dan.artefak.neolitikum.di.purbalingga

Ditemukan Batu Darah Kristus dan Artefak Neolitikum di Purbalingga

Sabtu, 13 Juni 2009 | 17:40 WIB

Laporan wartawan KOMPAS Madina Nusrat

PURBALINGGA, KOMPAS.com - Batu mulia darah Kristus yang cukup langka, ditemukan 
di sekitar aliran Sungai Gintung yang merupakan salah satu anak Sungai Klawing, 
di Kabupaten Purbalingga. Batu yang cukup diincar kalangan bangsawan Prancis 
itu ditemukan oleh ahli geologi Institut Teknologi Bandung Budi Brahmantyo dan 
Sekretaris Jenderal Masyarakat Batu Mulia Indonesia , Sujatmiko, dengan dibantu 
puluhan mahasiswa Geologi Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Sabtu 
(13/6).

Di sekitar aliran Sungai Gintung juga ditemukan banyak batu bertekstur pipih 
pada satu sisi dan tebal di sisi lain seperti kapak genggam. Diduga batu-batu 
itu adalah hasil buatan manusia masa pra-sejarah zaman neolitikum antara 5.000 
sampai 10.000 tahun yang lalu.

Menurut Sujatmiko, temuan batu darah Kristus yang dikenal sebagai l e sang du 
Christ di Prancis, merupakan temuan yang paling menarik. Selama ini, batu itu 
baru ditemukan di India, dan belum ditemukan di daerah lain di Indonesia.

Batu tersebut, lanjutnya, memiliki ikatan emosional dengan umat Kristiani 
karena bercak merah pada batu jasper berwarna dasar hijau itu diyakini tetesan 
darah Yesus Kristus saat disalib. Karenanya bagi kalangan bangsawan Prancis, 
batu itu digunakan sebagai cap kebangsawanan.  

"Saya pernah diminta oleh seorang bangsawan Prancis mencari batu darah Kristus 
itu. Tapi saat itu, saya tidak punya dan tak tahu mau dicari di mana," ucapnya.

Batu darah Kristus, menurut Sujatmiko, juga digunakan oleh ilmuwan kuno untuk 
mempelajari siklus matahari. Karenanya, batu itu dikenal sebagai heliotrop. 
Sementara bagi warga sekitar aliran Sungai Gintung di Desa Arenan, Kecamatan 
Kaligondang, batu darah Kristus dikenal sebagai nogo sui karena warnanya yang 
menarik.

Di kalangan pecinta batu mulai, menurut Sujatmiko, batu darah Kristus 
sebetulnya sudah menjadi buah bibir sejak tahun 1985 denga nama populernya batu 
klawing. "Tetapi karena baru sebatas buah bibir, kami pun tidak tahu pasti 
seperti apa batu klawing itu. Baru kali ini, ternyata batu klawing itu adalah 
batu darah Kristus," terangnya.  

Selain menyimpan batu mulai yang cukup langka, menurut ahli geologi ITB Budi 
Brahmantyo, Sungai Gintung juga menyimpan bebatuan hasil budaya neolitikum 
berupa kapak genggam untuk menetak maupun memukul.

"Namun untuk membuktikan aliran sungai itu merupakan situs budaya manusia masa 
pra-sejarah , harus didukung oleh pencarian kerangka manusia purba. Kalau 
memang ada, aliran sungai itu harus dikonservasi sebagai situs arkeologi," kata 
Budi yang juga Kepala Pusat Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata ITB.

Sementara, di sepanjang aliran Sungai Gintung hingga kawasan muaranya di Sungai 
Klawing, cukup banyak ditemukan penggalian batu dan pasir. Hal itu pun 
dilegalkan oleh pemerintah daerah setempat. "Jangan sampai batu-batu berharga 
ini ikut diambil oleh para penggali batu dan pasir. Temuan ini harus segera 
ditindaklanjuti," kata Budi.

Setelah memperoleh laporan temuan tersebut, Bupati Triyono Budi Sasongko 
mengaku, sama sekali tidak mengetahui kalau Sungai Gintung menyimpan batu-batu 
mulia dan artefak neolitikum cukup berharga. "Masalahnya, kami kan tidak tahu 
macam-macam batu sungai. Tetapi d engan adanya hasil laporan temuan ini, tentu 
akan kami dukung untuk eksplorasi selanjutnya, termasuk untuk pembuatan 
museumnya," jelasnya.


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke