)(*)(%@)(*#@)(*@)(*()@*)(@@)
Pusing deh bacanya..  Bagaimana awalnya perjanjian ekstradisi dibangga"kan,
tahunya seperti itu.. :-(

Wassalam,

Irwan.K

http://www.media-indonesia.com/editorial.asp?id=2007052322473206

Kamis, 24 Mei 2007
EDITORIAL
 Dua Perjanjian yang Merugikan Republik

PEMERINTAH kini mendapat pelajaran penting dari DPR. Yaitu sangat dominannya
suara wakil rakyat yang menolak dua perjanjian Indonesia-Singapura yang
ditandatangani pemerintah, yang isinya dikecam luas telah merugikan Republik
ini.

Tidak hanya merugikan, tetapi lebih parah daripada itu. Perjanjian mengenai
pertahanan dihajar habis-habisan sebagai perjanjian tolol. Tolol karena
dengan perjanjian itu, Negara Kesatuan Republik Indonesia telah kehilangan
kedaulatan wilayahnya, dikuasai secara resmi oleh Singapura untuk keperluan
latihan membangun keperkasaan angkatan perang.

Berdasarkan perjanjian itu, Angkatan Bersenjata Singapura diizinkan
menggunakan wilayah laut dan udara Indonesia untuk latihan menembak dengan
peluru kendali (rudal) empat kali setahun.

Perjanjian yang lain mengenai ekstradisi juga cuma kulit luarnya
menguntungkan Indonesia. Perjanjian ekstradisi itu tidak akan membuat
Singapura menyerahkan aset yang dibawa koruptor Indonesia kabur ke
Singapura.

Sebabnya sangat sederhana, tetapi sangat mendasar. Yaitu perbedaan hukum
kedua negara. Di negeri ini pemerintah bisa mengambil keputusan ekstradisi.
Tetapi di Singapura, itu harus keputusan peradilan ekstradisi.

Kesimpulannya ekstradisi itu gampang dilakukan pemerintah Indonesia, tetapi
sangat sulit bahkan mustahil dilakukan pemerintah Singapura tanpa melalui
proses pengadilan.

Permintaan ekstradisi itu pun menjadi sia-sia jika ternyata sang koruptor
yang telah melarikan diri ke Singapura itu telah berganti warga negara
menjadi warga negara Singapura.

Yang lebih ironis ialah orangnya mungkin dapat diekstradisi, tetapi harta
hasil korupsinya yang telah diparkir di Singapura tidak otomatis juga ikut
diekstradisi. Orangnya kembali, tetapi uang negara ini tetap di sana. Lalu,
untuk apa Republik ini mendapatkan sang koruptor, tetapi harta hasil
jarahannya tetap di Singapura?

Itulah sebabnya banyak suara yang menyimpulkan perjanjian ekstradisi itu
cuma menghasilkan pepesan kosong bagi Indonesia. Sebaliknya, Singapura
meraih keuntungan yang tak ternilai harganya karena bisa menggunakan wilayah
laut dan udara Indonesia untuk latihan perang.

Kedua perjanjian itu (pertahanan dan ekstradisi) memang dibuat dalam satu
paket, ditandatangani pada hari yang sama, di tempat yang sama, tetapi
dengan kekalahan fatal di pihak Indonesia. Kedua perjanjian itu sesungguhnya
mirip barter kepentingan. Indonesia berkepentingan dengan ekstradisi dan
kembalinya hasil korupsi, Singapura berkepentingan mendapatkan wilayah laut
dan udara Indonesia untuk latihan perang.

Tetapi itulah barter antara si bodoh dan si pintar. Indonesia telah
'dikadali' terang-terangan oleh kecerdasan Singapura. Itulah fakta yang amat
menyakitkan yang mestinya membuka mata rakyat.

Dalam hal ini kita mesti mengapresiasi DPR yang sangat responsif sebagai
wakil rakyat. Sebaliknya, bisa juga itu berarti pemerintah yang sudah tidak
lagi sejalan dengan aspirasi rakyat. Hal itu mestinya merupakan tamparan
untuk pemerintah. Bahkan, ditinjau dari bobot kerugian bangsa dan negara,
kasus dua perjanjian Indonesia-Singapura itu lebih layak dijadikan sebagai
alasan bagi DPR untuk menggunakan hak interpelasinya. Panggil pemerintah,
tanya apa tujuan pemerintah menandatangani dua perjanjian yang merugikan
bangsa dan negara itu.

Dua perjanjian itu jelas menunjukkan kegagalan pemerintah menangani
masalah-masalah hari ini. Pemerintah hanya sibuk dan hiruk pikuk dengan
mencari-cari berbagai masalah yang terjadi di masa lalu. Sibuk menangkap dan
mengadili perkara masa lalu, yang hanya akan menimbulkan dendam pembalasan
ketika pemerintah yang sekarang tidak berkuasa lagi.

Dua perjanjian yang merugikan Republik dan orientasi kepada masa lalu itu
jelas menimbulkan pesimisme. Dalam satu kata bahasa Hokian, *bo-huat*, alias
*hopeless*....
------------
On 5/23/07, HINU E. SAYONO <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Pada awal tahun 1990-an, ketika berada di provinsi Riau, saya melihat
> banyak pilot dari angkatan Udara Republik Singapura berada di satu tempat di
> sana. Kebetulan saya ditemani seorang Kepala Kanwil satu Departemen yang
> kebetulan adalah adalah seorang perwira TNI-AD berpangkat Kolonel.
>
> Ketia saya bertanya tentang keberadaan para pilot AU Republik SIngapura
> tersebut kepada temanku, dia menjawab dengan entengnya bahwa RI menyewakan
> satu daerah di provinsi Riau kepada AU negara tetangga tersebut untuk
> latihan menembak.
>
> "Lho?", saya kaget bukan alang kepalang.
>
> Ternyata sekarang hal itu ditingkatkan oleh Pemerintahan SBY-MJK dengan
> memberikan kesempatan kepada AU negara tetangga itu untuk latihan
> menembakkan peluru kendali.
>
> Ditambah dengan "kelihaian" para pejabat Pemerintah dan para pedagang,
> pasir Indonesia dijual pula kepada Singapura, yang tentu saja menambah
> wilayah kedaulatan Republik Singapura dan, tentu saja, mengurangi wilayah
> kedaulatan RI. Konyolnya, bisnis pasir itu diizinkan oleh Pemerintah Pusat
> dan Pemda.
>
>
>
>
> *Singapura dan Hilangnya Kedaulatan Wilayah NKRI*
>
> Media Indonesia Online  - EDITORIAL
> Rabu, 23 Mei 2007
>
>
> SINGAPURA hanyalah sebuah negara kota. Wilayahnya kecil, terbatas, sangat
> terbatas baik udara, darat, maupun laut.
>
> Namun, Singapura punya akal yang panjang dan cerdik sehingga bisa membuat
> yang mustahil menjadi berhasil, yang *impossible* menjadi *possible*, yang
> bulus menjadi mulus. Misalnya, daratannya yang terbatas menjadi bertambah
> luas berkat pasir dari Indonesia.
>
> Bukan hanya itu. Yang lebih fantastik adalah untuk kepentingan Angkatan
> Bersenjata Singapura, wilayah laut dan udaranya pun bertambah luas, sangat
> luas, karena mencakup pula wilayah laut dan udara Indonesia. Kok bisa?
>
> Alkisah, adalah sebuah dokumen yang diterima *Media Indonesia* tentang
> perjanjian pertahanan (*defence cooperation agreement*)
> Indonesia-Singapura. Perjanjian itu ditandatangani Menteri Pertahanan RI
> Juwono Sudarsono dan Menteri Pertahanan Singapura Teo Chee Hean di Tampak
> Siring, Bali, 27 April 2007 lalu.
>
> Isinya sangat mengejutkan, sangat mengganggu patriotisme dan heroisme anak
> bangsa. Yaitu, Angkatan Bersenjata Singapura diizinkan menggunakan wilayah
> laut dan udara Indonesia untuk latihan menembak dengan peluru kendali
> (rudal) empat kali setahun.
>
> Jadi, berdasarkan perjanjian pertahanan itu, secara sah, resmi, mengikat,
> empat kali setahun, wilayah laut dan udara Singapura praktis bertambah luas
> karena termasuk pula wilayah laut dan udara Indonesia. Dalam bahasa yang
> lebih lugas, empat kali setahun, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
> telah kehilangan kedaulatan wilayahnya, dikuasai secara resmi oleh Singapura
> untuk keperluan latihan membangun keperkasaan angkatan perangnya.
>
> Meminjam bahasa Medan dalam film *Nagabonar 2*, "*Bengak* kali kau
> Indonesia." *Bengak*, alias tolol, bodoh, goblok. Bukan cuma *bengak*kali, 
> melainkan juga sekaligus sangat memalukan
> .
>
> Memalukan, karena bangsa ini kehilangan kemampuan mengatakan tidak kepada
> negara tetangga yang kecil. Memalukan, karena dengan sadar, negara besar
> yang kemerdekaannya direbut dengan patriotisme dan heroisme dari penjajah
> ini bertekuk lutut dengan gampangnya kepada negara kecil melalui perjanjian
> pertahanan yang bodoh itu.
>
> Perjanjian pertahanan yang tolol itu harus segera dibatalkan. DPR harus
> menggunakan kekuasaannya untuk menekan pemerintah agar segera mencabut
> perjanjian pertahanan yang goblok itu.
>
> Seperti diketahui, konstitusi Republik Indonesia tegas mengatakan bahwa
> presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat membuat perjanjian
> dengan negara lain. Jadi, DPR bisa membatalkan perjanjian pertahanan
> Indonesia-Singapura itu.
>
> Setelah mendapat banyak kritik dan kecaman, Menteri Pertahanan Juwono
> Sudarsono akhirnya mengatakan perjanjian pertahanan itu akan direvisi dan
> perbaikan ditekankan pada tingkat implementasi. Revisi itu akan dibicarakan
> dalam rapat kerja dengan Komisi I DPR pada 28 Mei 2007.
>
> Revisi adalah satu hal, tetapi bahwa Menteri Pertahanan Republik 
> Indonesiadengan sadar telah menyerahkan kedaulatan wilayah NKRI kepada 
> Singapura
> tetaplah perkara yang bodoh dan memalukan. Itu menunjukkan semakin buruknya
> rasa cinta Tanah Air, semakin dangkalnya patriotisme dan heroisme, dan yang
> menyedihkan ialah hal itu dilakukan pejabat negara dengan kapasitas Menteri
> Pertahanan.
>
> Singapura rupanya tidak hanya unggul secara ekonomi daripada Indonesia,
> tetapi juga lebih pintar mengakali, sehingga Indonesia dengan rela
> menyerahkan kedaulatan wilayahnya dipakai untuk latihan berperang.
>
> Hal yang sangat sulit dimengerti dan dimaafkan mengapa sampai terjadi.
>
> Ah, *bengak* kali kau Indonesia....
>
>
>
> ------------------------------
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to