REPUBLIKA
Senin, 27 Juni 2005

Ekonom Terjajah 

Oleh : Revrisond Baswir 


Baru-baru ini saya membaca dua buku kecil yang sangat menarik mengenai 
pemikiran ekonomi dan perekonomian Indonesia. Buku pertama, ditulis oleh 
Sri-Edi Swasono, berjudul Ekspose Ekonomika: Mewaspadai Globalisme dan Pasar 
Bebas. Sedangkan buku kedua, ditulis oleh Mubyarto (almarhum), berjudul Ekonomi 
Terjajah.

Buku Ekspose Ekonomika (Pusat Studi Ekonomi Pancasila UGM, 2005), berisi 
gugatan terhadap kompetensi para ekonom Indonesia. Sebagaimana dikupas secara 
panjang lebar dalam buku ini, setidak-tidaknya terdapat tiga alasan pokok 
mengapa kompetensi para ekonom Indonesia perlu digugat. 

Pertama, para ekonom Indonesia disinyalir telah terkungkung oleh ajaran ekonomi 
neoklasik. Keterkungkungan terhadap ajaran ekonomi neoklasik yang bersifat 
liberal-kapitalistik dan individualistik itu, tentu sangat berbahaya bagi 
kelangsungan cita-cita proklamasi, ideologi negara, dan masa depan perekonomian 
Indonesia.

Sesuai dengan cita-cita proklamasi, perekonomian Indonesia merdeka seharusnya 
dibangun sebagai koreksi terhadap struktur perekonomian kolonial. Dalam bahasa 
konstitusi, perekonomian Indonesia merdeka seharusnya dibangun berdasarkan 
demokrasi ekonomi, yaitu dengan meletakkan kemakmuran bersama di atas 
kemakmuran orang seorang. 

Tetapi para ekonom Indonesia, karena terkungkung oleh ajaran ekonomi neoklasik, 
kehilangan kepekaan dan kemampuan mereka untuk melakukan koreksi. Alih-alih 
melakukan koreksi, mereka justru cenderung menjadi kaki tangan neokolonialisme 
untuk melestarikan struktur ekonomi kolonial di negeri mereka sendiri.

Kedua, para ekonom Indonesia diduga terlalu terpesona oleh globalisasi. 
Keterpesonaan yang berlebihan terhadap globalisasi itu tentu sangat berbahaya 
bagi masa depan perekonomian rakyat, ketahanan ekonomi nasional, dan bahkan 
bagi keutuhan Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Sebagai sebuah bangsa merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia sangat mendukung 
pergaulan dunia. Tetapi sesuai dengan amanat Pembukaan UUD 1945 yang menentang 
segala bentuk penjajahan, setiap warga negara Indonesia, termasuk para ekonom, 
seharusnya dengan sadar membangun sikap kritis dalam memandang globalisasi. 

Tetapi alih-alih bersikap kritis, kebanyakan ekonom Indonesia lebih suka 
menutup mata dan mata hati mereka terhadap bahaya neoimperialisme tersebut. 
Bahkan, ''karya Nobel Laureate seperti Stiglitz pun, yang secara khusus 
menguraikan mengenai globalisation and its discontents secara panjang lebar, 
tidak menyentak para pengagum globalisasi dari kelengahan akademnis-kulturalnya 
ini'' (hlm 119).

Ketiga, karena terkungkung oleh ajaran ekonomi neoklasik dan terpesona oleh 
globalisasi, para ekonom Indonesia juga diduga telah kehilangan kepekaan mereka 
terhadap makna kemandirian ekonomi dan kesejahteraan sosial. Ketidakmampuan 
para ekonom Indonesia dalam memahami makna kedua hal tersebut, tentu sangat 
berbahaya bagi tegaknya martabat Indonesia sebagai sebuah bangsa. 

Padahal, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 33 UUD 1945, pelaksanaan 
pembangunan ekonomi Indonesia mustahil dapat dipisahkan dari tujuan untuk 
menciptakan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan sosial. Sebab itu, 
pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia mustahil dilakukan tanpa pemihakan 
yang jelas terhadap penguatan ekonomi rakyat. 

Tetapi alih-alih berusaha membangun dan memperkuat ekonomi rakyat, kebanyakan 
ekonom Indonesia lebih suka berdebat mengenai makna kata ''rakyat''. Dengan 
sikap seperti itu, mudah dimengerti bila kebanyakan ekonom Indonesia juga 
mengalami kesulitan dalam memahami makna kata ''merdeka''. 

Menyimak ketiga kelemahan tersebut, dapat disaksikan betapa buku Ekspose 
Ekonomika telah menghunjam langsung ke jantung permasalahan yang sedang 
dihadapi bangsa ini. Kekurangan buku Ekspose Ekonomika, terletak pada tidak 
adanya penjelasan mengenai penyebab keterpurukan para ekonom Indonesia itu. 
Artinya, secara struktural, faktor apakah yang memicu terjadinya kelengahan 
akademis-kultural para ekonom Indonesia tersebut?

Tetapi persis pada titik itulah buku Ekonomi Terjajah (Pusat Studi Ekonomi 
Pancasila UGM, 2005), yang terbit sepekan setelah kepergian Mubyarto, muncul 
memberi jawaban. Dalam buku yang dipersiapkannya untuk menyongsong hari 
kelahiran Pancasila tersebut, Mubyarto secara gamblang memaparkan kelengahan 
pelaksanaan pembangunan ekonomi Indonesia dalam era Orde Baru.

Dalam ungkapan Mubyarto, pelaksanaan pembangunan ekonomi Orde Baru, walaupun 
ditandai oleh tingkat pertumbuhan yang tinggi, ternyata sama sekali gagal dalam 
mematuhi amanat Pembukaan UUD 1945 untuk mengisi kemerdekaan dengan menegakkan 
keadilan. Alih-alih mematuhi amanat Pembukaan UUD 1945, pelaksanaan pembangunan 
ekonomi Orde Baru justru bermuara pada penjerumusan perekonomian Indonesia ke 
dalam perangkap neokolonialisme.

Mengutip Perkins, seorang ''preman ekonomi'' Amerika yang membuat pengakuan 
dosa mengenai peranannya dalam menjerumuskan negara-negara sedang berkembang ke 
dalam perangkap utang, Mubyarto secara jelas menyatakan betapa pelaksanaan 
pembangunan Orde Baru dijebak oleh corporatocracy untuk lebih mengutamakan 
kepentingan global empire daripada mengoreksi struktur ekonomi kolonial (hlm 
28). 

Akibatnya, setelah 60 tahun merdeka, kondisi perekonomian rakyat Indonesia 
tidak banyak berubah. Bahkan, jika dibandingkan dengan Belanda, secara relatif, 
PDB per kapita Indonesia cenderung merosot. Pada 1820, PDB per kapita Indonesia 
terhadap Belanda meliputi 39 persen. Pada 1950 merosot menjadi 15 persen. Pada 
1992, setelah 47 merdeka, hanya meningkat sedikit menjadi 16 persen. Apa 
kesimpulan yang dapat kita tarik dari kedua buku kecil yang saling melengkapi 
tersebut? Hemat saya, jangan-jangan yang terjajah selama ini tidak hanya 
perekonomian Indonesia, tetapi termasuk di dalamnya para ekonom Indonesia?




[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke