http://www.sinarharapan.co.id/berita/0505/14/opi02.html
Enam Pilar Pemberantasan Korupsi Oleh Sugiarto R Korupsi di Indonesia telah melampaui batas luar biasa dan logikanya pasti hanya dapat diberantas dengan menggunakan cara-cara yang juga luar biasa. Penulis melalui tulisan di sini mengusulkan untuk menebas koruptor dengan cara menegakkan Enam Pilar Pemberantasan Korupsi yang diharapkan dapat memadamkan api korupsi dan sekaligus memutus mata rantai siklus pertumbuhan kandidat koruptor baru. Berikut disampaikan gambaran garis besar pilar-pilar dimaksud. Pilar pertama. Kita tidak boleh meremehkan terjadinya efek domino pada kejahatan korupsi yang berdampak luar biasa negatif pada kesejahteraan rakyat Indonesia. Apabila pejabat Indonesia bekerja dengan fokus penuh pada tugasnya dan tidak berpikir sedetikpun untuk memperkaya diri, dipastikan keadaan ekonomi Indonesia akan jauh lebih baik dari yang kita alami sekarang. Apabila Gubernur Aceh tidak memikirkan hal yang bukan-bukan, maka perhatiannya akan sepenuhnya tercurah pada pengembangan daerahnya dan Aceh seharusnya sudah jauh lebih baik dari yang sekarang. Karena fokus perhatian gubernur tidak pada usaha perbaikan daerahnya, tetapi terpecah pada hal-hal yang tidak produktif, maka rakyat Aceh telah ditelantarkan dan bangsa Indonesia secara keseluruhan ikut menderita kerugian. Masih banyak contoh lain yang menggambarkan bahwa efek domino kejahatan korupsi dapat berskala nasional dan bahkan dapat menghentikan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Presiden dalam acara pencanangan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM membuat UU pemberantasan korupsi. Penulis menyarankan untuk memasukkan ke UU itu tindak korupsi besar sebagai tindakan subversif, dan pelakunya dapat dijerat dengan UU Antiterorisme. Seseorang yang melakukan korupsi besar sebenarnya harus dianggap usaha untuk menghentikan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan ini harus dilihat sebagai tindakan teror ekonomi yang menyengsarakan rakyat Indonesia. "Shock Therapy" Pilar kedua. Menurut penulis, cukup fair apabila kita meminta pemerintah untuk menurunkan peringkat korupsi yang dibuat Transparency International (TI) untuk Indonesia menjadi sedikit di bawah 100 di tahun 2005. Untuk mencapainya, penulis menyarankan menggunakan rating seperti dilakukan TI setiap tiga bulan untuk setiap departemen dan lembaga non-departemen. Peringkat tiga bulanan dipublikasikan secara luas dan intensif di setiap media masa Indonesia. Sebagai shock therapy, dimulai tahun 2006, memberhentikan menteri atau kepala badan pemerintah yang selama tiga kali terus-menerus menduduki peringkat korupsi paling tinggi. Hal yang sama juga harus diterapkan pada para Kepala Daerah di seluruh Indonesia. Pilar ketiga. Prinsip 'tidak ada pejabat yang kebal hukum' harus diberlakukan secara universal di Indonesia. Penulis menyarankan dibuat UU atau peraturan yang meskipun satu pejabat diangkat oleh presiden akan tetapi dengan bukti nyata terlibat korupsi, maka pejabat tersebut dapat langsung dilakukan penyidikan lanjutan tanpa harus ada izin tertulis presiden dan semua jabatannya otomatis dibekukan sementara apabila statusnya menjadi tersangka. UU atau peraturan sejenis juga harus dibuat untuk para anggota DPR dan DPRD. Untuk mendorong masyarakat secara aktif ikut memberantas korupsi, maka UU Perlindungan Saksi harus segera diselesaikan. Dengan UU ini diharapkan masyarakat yang melapor tindak korupsi, dengan menyerahkan bukti adanya dugaan korupsi, tidak takut melapor karena akan dilindungi hukum. Pilar keempat. Konstruksi pemerintah Orde Baru bentuknya menyuburkan korupsi, karena beberapa kementerian/departemen dalam kabinet Orde Baru sebenarnya tidak perlu diadakan. Sebagai contoh, hanya karena departemen satu dengan departemen lainnya tidak dapat berkoordinasi baik, maka diadakan menteri koordinator (Menko). Hanya karena departemen-departemen tidak dapat memberdayakan aparatnya, maka dibentuk menteri pendayagunaan aparatur negara (menpan). Menjadi keharusan mutlak setiap departemen untuk dapat berkoordinasi dengan departemen lainnya dan adalah tugas mutlak setiap departemen menata aparaturnya sendiri dengan baik, apabila tidak, menterinya harus diganti. Duplikasi lembaga-lembaga menjadikan bentuk konstruksi administrasi pemerintahan Indonesia dari atas sampai ke kelurahan menjadi terlalu panjang dan terlalu lebar. Konstruksi tersebut selain menyuburkan korupsi juga akan menghambat pelayanan kepada masyarakat. Penulis mengusulkan dilakukan perampingan birokrasi yang dimulai dari atas. "Nation Building" Pilar kelima. Presiden SBY ketika mencanangkan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi menginstruksikan Menteri Negara Komunikasi dan Informasi untuk menyosialisasikan pendidikan antikorupsi. Sejalan dengan instruksi tersebut, maka gerakan pemberantasan korupsi harus menjadi program pembangunan kebangsaan (nation building). Media masa khususnya televisi memiliki peran sangat penting dalam pembangunan moral dan mental bangsa. Pilar keenam. Masyarakat luas termasuk media masa harus didorong dalam mengkondisikan tumbuhnya pemimpin sejati Indonesia. Caranya dengan memberikan jalan bagi calon-calon pemimpin sejati dan menghambat jalan pemimpin karbitan. Mereka yang memiliki potensi untuk menjadi pemimpin diusahakan untuk lebih tampak transparan di masyarakat. Ketransparanan sangat penting bagi khalayak umum karena hal ini akan mereka dalam menilai dan menentukan pilihan pemimpin di kemudian hari, yaitu saat mereka melakukan pemilihan anggota DPR, kepala daerah maupun kepala negara. Dalam mengkondisikan terbentuknya pemimpin sejati Indonesia, kita harus memiliki gambaran profil pemimpin sejati Indonesia yang benar. Profil pemimpin yang ada di benak masyarakat umum sekarang ini adalah profil hasil pembinaan pemimpin Orde Baru. Profil pemimpin gaya Orde Baru sebagai contoh dapat dilihat dari penampilan yang selalu ingin menjadi pusat perhatian dan sok kuasa , ingin selalu dilayani dan tutur katanya yang dominan di masyarakat. Paradigma profil pemimpin seperti disebutkan di atas harus segera dihilangkan. Seorang pemimpin sejati tidak ragu untuk memecat bawahannya yang berbuat salah dan dia akan mengatakan secara terus terang alasan pemecatan tersebut. Indonesia saat ini sangat memerlukan pemimpin yang berani bertindak tegas. Oleh karena itu masyarakat harus memberikan dorongan bagi pejabat yang demi meyelamatkan sistem atau kepentingan umum berani bertindak tegas pada satu kasus. Penulis adalah mantan Executive Director AIG Lippo Insurance, anggota Indonesian Senior Executive Association. [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Give underprivileged students the materials they need to learn. Bring education to life by funding a specific classroom project. http://us.click.yahoo.com/4F6XtA/_WnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/