semoga kita tak lupa istilah "jas merah".

salam, heri latief



        
http://progind.net/
kolektif info coup d'etat 65: kebenaran untuk keadilan
http://herilatief.wordpress.com/
http://akarrumputliar.wordpress.com/




--- On Fri, 1/2/09, Mira Wijaya Kusuma <la_l...@yahoo.com> wrote:
From: Mira Wijaya Kusuma <la_l...@yahoo.com>
Subject: [Dok. Tercecer 1965/1966]: REVOLUSI ADALAH MENDJEBOL DAN MEMBANGUN
To: herilat...@yahoo.com, "A.Alham" <a.al...@kpnplanet.nl>, "Setiwan 2007" 
<bintangtimu...@yahoo.com>, "K.Prawira" <k.praw...@wanadoo.nl>, "Chalik Hamid" 
<chalik.ha...@yahoo.co.id>, "A.Supardi" <assupa...@yahoo.com>, "Magili" 
<ma_g...@t-online.de>
Date: Friday, January 2, 2009, 1:33 AM


REVOLUSI ADALAH MENDJEBOL DAN MEMBANGUN

PIDATO BUNG KARNO DI DEPAN GMNI, 3 DESEMBER 1966

Saudara-saudara,
Di kalanganmu itu aku melihat tadi Pak Mukarto. Tapi kok sekarang
nyisih ya. Aku melihat Pak Adam Malik, belakang. Aku melihat Pak
Tjokro. Dan di hadapanmu, engkau melihat aku.

Baik Pak Mukarto, maupun Pak Tjokro, maupun Pak Adam Malik, maupun
aku, dulu, muda, dulu ikut-ikut muda. Sekarang saja sudah ada yang
sudah ubanan rambutnya seperti Pak Mukarto. Yang tadi aku ceritakan
waktu physical revolution mulai, beliau adalah, kita, penyeludup,
smokkelaar untuk mendapatkan senjata. Physical revolution untuk
mendapat pembiayaan, uang buat perwakilan kita di luar
 negeri.
Kemudian pula bapak-bapak itu di waktu muda ikut-ikut giat di dalam
pergerakan nasional ataupun di dalam physical revolution.

Demikian pula aku.

Engkau telah sering mendengar mengenai diriku, bahwa aku ini sejak
umur 16 tahun, 16 tahun, telah mencemplungkan diri dalam gerakan
untuk tanah air, bangsa, cita-cita. Pada waktu aku umur 16 tahun,
aku adalah siswa daripada sekolah menengah Belanda di Surabaya HBS,
Hogere Burger School. Siswa. Pada waktu itu aku karena telah ikut
bercita-cita, menjadi anggota daripada satu organisasi pemuda Jawa,
pemuda dan pemudi Jawa. Namanya Trikoro Darmo. Trikoro Darmo.

Demikian pula bapak-bapak tua sekarang ini dulu semuanya, pada waktu
masih muda telah ikut berkecimpung di dalam gerakan-gerakan. Ada
yang seperti Bapak menjadi anggota Trikoro Darmo. Pak Leimena yang
duduk di sana, dedengkot tua Pak Leimena, dulu pun menjadi anggota
daripada satu gerakan
 pemuda Ambon.

Bung Hatta juga pada waktu masih muda menjadi anggota daripada satu
serikat siswa Sumatera, Jong Sumatranen Bond.

Pak Leimena punya organisasi namanya Jong Ambon.

Nah, kita sekarang dedengkot-dedengkot tua. Sejak dari muda kita
telah bukan saja ikut, ya nak, jangan lihat itu, lihat hidungnya
Bapak. Bapak itu kalau pidato dilihat mata anak anggota GMNI itu
lantas Bapak ikut menyala-nyala.

Ha, dedengkot-dedengkot itu sekarang ada, ada lo, di kalangan
mahasiswa yang waduh, memaki-maki kepada kami, mencerca kami. Sampai
tempo hari itu, sampai Bapak itu setengah menangis.

Pak Leimena yang sejak dari mudanya telah berkecimpung
mencemplungkan diri dalam gerakan untuk kepentingan bangsa dan tanah
air, cita-cita. Sekarang di kalangan mahasiswa ada yang waduh,
bahkan mengucapkan kata-kata yang tidak baik: Kami tidak sudi
orang "cap", atau "cap Leimena", "semacam Leimena". Masya
 Allah,
pemuda-pemuda zaman sekarang ini bagaimana. Dan engkau tahu Bapak
sendiri sekarang ini ada yang waduh sudah habis-habisan lah, habis-
habisan.

Padahal, padahal, Bapak, Pak Leimena, Pak Mukarto, Pak Adam Malik,
Pak Tjokro, dan macam-macam banyak sekali Pak, Pak, Pak itu, sedari
mudanya boleh dikatakan menyerahkan diri, bahkan mengorbankan
kebahagiaan hidup untuk kepentingan tanah air, bangsa dan cita-cita.

Nah, sekarang engkau pemuda-pemuda. Bukan saja engkau jangan ikut
pemuda-pemuda yang begitu itu tadi, yang mencerca kepada Pak
Leimena, Pak Mukarto, dan lain-lain sebagainya, tetapi aku
menghendaki supaya engkau pun mengetahui tugas dan kewajiban sebagai
pemuda. Tugas kewajibanmu sebagai mahasiswa.

Pernah kukatakan, menjadi mahasiswa zaman sekarang ini tugasnya
adalah dua, tugasnya dua. Satu, untuk terus ikut menjadi pelopor
daripada revolusi kita sekarang ini. Kan menjadi pelopor
 itu
berarti, bukan saja berjalan di muka, tetapi yaitu sebagai kukatakan
berulang-ulang, jangan meninggalkan sumber daripada revolusi, jangan
menyeleweng daripada riilnya revolusi. itu satu.

Kedua, untuk menjadi unsur mutlak di dalam pembinaan. Sebab,
revolusi kataku, kemarin pun diterangkan panjang lebar dihadapan
anggota MPP PNI, revolusi adalah di satu pihak menjebol, di lain
pihak membina. Menjebol kepada imperialisme, menjebol kepada sistem
yang tidak sesuai dengan revolusi, sistem sosial yang tidak sesuai
dengan revolusi. Tegasnya menjebol sistem feodalisme, menjebol
sistem kapitalisme. Di samping itu membina, membina, membangun satu
barang baru yang memberi kebahagiaan kepada rakyat Indonesia
seluruhnya. Dus di satu pihak menjebol, di lain pihak membina.
Karena itu aku, sejak daripada pecahnya revolusi fisik kita, telah
kuterangkan, revolusi adalah satu simfoni. Simfoni itu adalah lagu
yang merdu
 dikeluarkan oleh rombongan bersama. Ada yang memegang
biola, ada yang memegang gitar, ada yang memegang drek, dek, dek,
dek, dek, tambur, ada yang memegang macam-macam pesawat. Tetapi
bersama-sama mengeluarkan satu simfoni yang merdu. Dan aku berkata,
revolusi adalah simfoni daripada destructie dan constructie.
Destructie yaitu menghancurkan, atau dengan perkataan yang baru tadi
kuucapkan menjebol. Constructie, membangun, membina, mencipta, to
create, scheppen, kata orang Belanda.

Nah, ini untuk to create, kamu orang semuanya mahasiswa mengerti
perkataan create. Scheppen, itu tidak semua kamu mengerti, yaitu
bahasa Belanda, tapi artinya sama dengan create, membina, membangun,
mencipta. Created itu kita memerlukan pengetahuan, memerlukan skill.
Sebab, tujuan revolusi adalah, sebagai kukatakan berulang-ulang dan
engkau katakan berulang-ulang, satu masyarakat adil dan makmur tanpa
exploitaion de l'homme par
 l'homme, tanpa exploitation de nation par
nation. Pendek kata, tujuan revolusi adalah Ampera. Ampera di dalam
arti aksi Ampera, arti aksi Ampera. Jangan Ampera sebagai
diterangkan atau dikatakan oleh satu golongan mahasiswa zaman
sekarang. Nanti aku terangkan.

Dan aku mengucap syukur terhadap kepada Tuhan bahwa akulah
fabrikant. Fabrikant, pembuat kata Ampera itu, Amanat Penderitaan
Rakyat, bersama-sama dengan yang kau katakan pada waktu melantik
Akabri, Akademi Angkatan Bersenjata, bersama-sama dengan Bapak
Sukarni. Kita ciptakan satu perkataan untuk menjadi slogan daripada
perjuangan kami berdua, Soekarno-Soekarni membuat kata baru Ampera,
Amanat Penderitaan Rakyat. Bagaimana? Nah, inilah yang aku akan
terangkan kepadaku lebih dahulu. Umur 16 tahun, aku menjadi anggota
Trikoro Dharmo. Itu kumpulan mahasiswa Jawa. Perkataannya saja sudah
Jawa, Trikoro Dharmo.

Aku pada waktu itu diindekoskan. Apa
 perkataan indekos zaman
sekarang di pondokkan, ditumpangkan. Diindekoskan, ditumpangkan atau
di pondokkan, diindekoskan kepada rumahnya pemimpin ulung Umar Said
Tjokroaminoto, yang kemudian menjadi haji, Haji Oemar Said
Tjokroaminoto. Aku diindekoskan di situ.

Nah, ini belakangan, Saudara-saudara, syukur aku mengucapkan kepada
Tuhan, kok aku diindekoskan di situ oleh orang tuaku. Tidak
diindekoskan ke rumah orang lain, kok diindekoskan di rumahnya
seorang pemimpin.

Apa sebab? Bukan saja aku di rumah Tjokroaminoto itu sering bicara
dan mendapat pengajaran dari Tjokroaminoto almarhum. Tetapi di rumah
Pak Tjokro itu aku berjumpa dan bercakap-cakap lama, kadang jauh
malam, sampai kadang hampir fajar pagi, dengan pemimpin-pemimpin
lain yang bertamu kepada Pak Tjokro atau yang beberapa hari logger-
kan di rumahnya Pak Tjokro itu. Antara lain siapa? Antara lain
almarhum Haji Agus Salim. Antara lain siapa?
 Almarhum Soerjopranoto.
Antara lain siapa? Sosrokardono. Andara lain siapa? Semaoen. Antara
lain siapa? Tjipto Mangoenkoesoemo. Antara lain siapa? Douwes
Dekker. Yang kemudian ganti nama Setiabudi. Aku dus bicara dengan
politisi, politikus dari segala aliran. Bahkan aku bicara dengan
pendiri daripada gerakan agama yang bernama Kiai Haji Dahlan. Bukan
saja bicara sebentar, tidak. Wong mereka itu logger di rumahnya
Tjokroaminoto. Itu rupanya sudah jamak, kebiasaan. Lumrah.

Dulu itu kalau pemimpin pergerakan datang di suatu tempat, ya logger-
nya di tempat seseorang pemimpin gerakan lain, meskipun bukan dari
partainya.

Nah, rumah Pak Tjokro itu seperti hotel, Saudara-saudara, sering
kedatangan pemimpin-pemimpin itu. Dan aku sebagai orang yang indekos
di situ, waduh, sebentar bicara dengan Pak Haji Agus Salim, sebentar
bicara dengan Pak Soerjopranoto. Kamu barangkali sudah tidak tahu
lagi Pak
 Soerjopranoto itu. Soerjopranoto itu adalah dulu pemimpin
kaum buruh pabrik gula. Tanah Jawa dulu banyak sekali pabrik gula.
Oleh karena memang imperialisme Belanda di tanah Jawa itu terutama
sekali mengambil hasil banyak dari gula, pabrik gula. Pemimpin
daripada kaum buruh pabrik-pabrik gula ini adalah Soerjopranoto. PFB
morat-marit, sebetulnya namanya PFB ini ialah Personeel Fabriek
Bond. Kalau bahasa Belanda yang betul mustinya ya Bond van Fabriek
Personeel begitu. PFB, Personeel Fabriek Bond. PFB. Malahan kaum
buruh gula ini pernah mengadakan mogok besar. Mogok untuk
mendapatkan gaji lebih tinggi, jam kerja kurang. Dan Pak
Soerjopranoto dinobatkan oleh kongres daripada PFB ini menjadi,
pakai bahasa Belanda lagi Staking Koning, Raja Pemogokan. Hebat itu,
hebatnya perjuangan, Saudara-saudara, pada waktu itu menentang
imperialisme. Mogok! Seluruh kaum buruh pabrik-pabrik gula mogok.
Disusul oleh Semaoen,
 komunis. Dulunya yaitu Sarekat Islam.

Kemudian Sarekat Islam dengan kepalanya bernama PKI, Partai Komunis
Indonesia. Semaoen, dia pun sering datang di rumahnya Pak Tjokro.
Saya pun sering bicara dengan Semaoen. Sebagaimana, saya tanya,
sebagaimana orang muda lo, banyak maguru, aguru itu bahasa Kawi
Sansekerta, maguru, berguru, belajar menjadi murid daripada Pak
Tjokro. Maguru kepada Semaoen. Bagaimana, bagaimana, bagaimana? Dia
kasih pengajaran.

Demikian pula aku maguru kepada Tjipto Mangoenkoesoemo, yang namanya
kita agungkan sampai sekarang. Misalnya, barangkali ada mahasiswa
sekolah dokter, tahu rumah sakit yang di sini kita namakan Rumah
Sakit Tjipto Mangoenkoesoemo. Aku maguru kepada Douwes Dekker,
Setiabudi. Aku maguru kepada Soeryaningrat, yang kemudian ganti nama
menjadi Ki Hadjar Dewantara. Maguru. Dengan perkataan yang sering
kukatakan, aku ini nglésot di bawah kakinya Ki Hadjar, di
 bawah
kakinya Tjokroaminoto, di bawah kakinya Tjipto, di bawah kakinya
Douwes Dekker, di bawah kakinya Semaoen, di bawah kakinya
Soerjopranoto, di bawah kakinya Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiah.
Jadi aku dapat, dari semua pikiran dan aliran, aku dapat bahan. Nah,
ini semua menjadi satu simfoni bagiku, Saudara-saudara. Aku tidak
hanya maguru kepada viool, aku tidak hanya maguru kepada piano, aku
tidak hanya maguru kepada gitar, aku tidak hanya maguru kepada
saksofon, aku tidak hanya maguru kepada tromp, yaitu tambur, tidak.
Aku maguru dari masing-masing itu dan aku maguru kepada simfoni
daripada ini semua.

Karena itu kalau aku sekarang ini berjumpa dengan pemimpin-pemimpin
yang sekarang oo, oo, oo. Ada lo, pemimpin-pemimpin yang petita-
petiti. Hh, aku ini dulu maguru kepada waduh pemimpin-pemimpin
Indonesia dari golongan Islam, maupun golongan nasionalis, maupun
dari golongan komunis. Bahkan aku maguru
 juga daripada pemimpin-
pemimpin Belanda yang dulu ada di sini, pemimpin sosialis.

Ini semua menjadi bahan bagiku.

Nah, oleh karena itulah maka sesudah aku menjadi anggota daripada
Trikoro Dharmo, aku meluaskan gerakan pemudaku menjadi Jong Java.
Lebih jelas lagi Jong Java daripada Trikoro Dharmo. Sebab, Trikoro
Dharmo itu dulu maksudnya ya studie tok. Kalau Jong Java sudah tegas
dengan cita-cita, lebih tinggi daripada Trikoro Dharmo.

Tidak lama di Jong Java saya jelaskan dan saya lebarkan lagi menjadi
Jong Indonesia. Indonesia Muda. Bukan sendiri, bersama-sama dengan
pemimpin-pemimpin, dedengkot-dedengkot yang lain. Indonesia Muda
tahun 1923, Saudara-saudara, 1923 lo, lima tahun sebelum Sumpah
Pemuda. Lima tahun sebelum ada sumpah yang berbunyi: satu tanah air,
satu bahasa, satu bangsa. Dedengkot itu bernama Soekarno, dedengkot
tua yang bernama Soediono, dedengkot tua yang bernama Mohammad
Hatta,
 dedengkot tua yang bernama Soebardjo, dedengkot tua yang
bernama Adam Malik, dan lain-lain sebagainya. Dedengkot tua-
dedengkot tua ini telah mengumandangkan ide persatuan Indonesia.

Dan aku mengumandangkan itu. Aku, Saudara-saudara, karena itu tadi
aku dapat bahan dari macam-macam aliran. Bahanku bukan hanya
nasionalisme, bukan hanya agama yang aku dapat dari Pak Tjokro, dari
Pak Dahlan. Bahanku juga dari marxisme, yang aku dapat dari Semaoen,
yang aku dapat daripada pemimpin-pemimpin Belanda sebagai Hartoh,
Sneevliet. Pak Leimena kenal sama Sneevliet itu? Sneevliet itu elek-
elek dia menulis satu buku tebal tentang Indonesia lo, Saudara-
saudara. Kalau engkau masih suka, betul-betul suka membaca, mbok
cari buku Sneevliet itu bibliotek museum. Sneevliet menulis buku
perjuangan rakyat Indonesia, dan bagaimana seharusnya kita
menghancur-leburkan imperialisme di Indonesia ini. Sneevliet itu
orang Belanda.
 Barangkali Pak Leimena punya itu buku?

Lo, pinjamkan.

Aku punya buku sudah diserobot orang lain. Sneevliet. Aku dapat juga
daripada guru sekolahku yang bernama Hertog. Belanda, tapi dia
adalah sosialis, memberi tahu kepadaku sosialisme itu apa. Karena
aku dapat banyak, banyak, banyak bahan, karena aku mendapat simfoni
itu tadi lantas aku juga sebagai mahasiswa, wah, aku lantas gemar
sekali belajar, gemar membaca. Sampai, boleh dikatakan, aku kadang-
kadang meninggalkan pelajaran-pelajaran di sekolah untuk, waktunya
aku pakai untuk, membaca buku-buku politik, yang tidak diajarkan di
sekolah kepada saya.

Aku membaca sejarah dunia, aku membaca sejarah bangsa-bangsa, aku
membaca kitab-kitab tentang gerakan kaum buruh, aku membaca tentang
gerakan Islam. Sampai-sampai aku tahun yang lalu, tahun yang lalu,
jadi 1965 ini, aku perintahkan untuk menyalin misalnya kitabnya
Lothrop Stoddard, Lothrop Stoddrad,
 The New World of Islam. Sekarang
sedang diterjemahkan. Tempo hari sudah sampai tercetak.

Jadi, aku ini gemar membaca, oleh karena aku anggap perlu untuk
mengisi otakku, mengisi pikiranku, mengisi semangatku selebar-lebar
mungkin. Jendela terbuka, ide-ide itu masuk di dalam ingatanku,
pikiranku itu.

Ini aku ajarkan kepadamu. Jangan kamu itu ya mahasiswa, mahasiswa,
mahasiswa, mahasiswa, tetapi cuma diam, tidak. Apalagi, nah ini,
engkau ini berjuang di atas front dua macam, destructie,
constructie, menjebol, membina. Dalam hal pembina ini, tidak bisa
kita membina tanpa orang yang tahu, tidak bisa kita membina tanpa
apa yang kukatakan, kader. Dengan gampangnya saja, sosialisme,
Saudara-saudara, yang harus kita bina itu. Sosialisme itu, aku
katakan berulang-ulang, tidak seperti air embun jatuh pada waktu
malam, tes. Tidak. Sosialisme harus dibina, didirikan,
diperjuangkan, dengan segala keuletan. Dan di
 dalam pembangunan
pembinaan sosialisme itu, saya tidak cukup hanya dengan semangat.
Bahkan sumber semangat sebetulnya haruslah pikiran. Sumber semangat
adalah pengetahuan. Orang yang kurang pengetahuan, semangatnya ya
semangat yang sekedar he put… mati lagi. Oo kobar-kobar… put… mati
lagi. Tetapi semangat yang timbul daripada pengetahuan yang betul-
betul lantas paku di otak. Semangat yang demikian itu tidak bisa
mati, Saudara-saudara.

Semangat yang demikian itu adalah semangat sebagai yang dikatakan
oleh Thomas Carlyle; orang bisa dikerangkeng, orangnya bisa
dikerangkeng, dimasukkan kerangkeng, tetapi semangatnya keluar dari
kerangkeng. Semangat yang demikian itu adalah apa yang dimaksud oleh
Mahatma Gandhi, yang dia berkata, semangat yang bisa brake prisson
wall, memecahkan tembok-temboknya penjara. Ia tidak bisa semangatnya
dikurung. Semangat yang betul-betul sudah timbul daripada alam
pikiran
 yang yakin, semangat yang demikian itu brake prisson wall,
memecahkan tembok-temboknya penjara. Sebagaimana aku boleh memakai
contohku, apa hasil Belanda memasukkan aku di dalam sel. Umpamanya
aku mati di dalam sel, toh semangatku diambil oper oleh orang lain,
diteruskan oleh orang lain.

Maka, Saudara-saudara, benar pula ucapan seorang pemimpin yang
berkata idea have lage. Idea have lage, ide mempunyai kaki. Ide
mempunyai kaki. Orangnya dimasukkan bui di dalam penjara, diikat,
dikerangkeng, dirantai, tetapi dia punya ide berjalan terus. Idea
have lage. Idea brake prisson wall.

Nah, Saudara-saudara, karena itu maka aku anjurkan engkau membaca
banyak, supaya semangat. Tapi semangat saja didalam pembinaan
sosialisme juga tidaklah cukup. Pengetahuan, bolak-baliknya itu.
Pengetahuan membangunkan semangat. Semangat harus didasarkan atas
pengetahuan. Pembinaan sosialisme harus dijalankan dengan semangat
dan
 dengan pengetahuan. Karena itu di dalam pembinaan sosialisme
diperlukan lebih daripada pembinaan lain-lain, kader, kader, kader.
Dan engkau pemuda-pemuda, mahasiswa-mahasiswa, kita harapkan menjadi
kader di dalam dua front ini; kader di dalam desctructie,
menghantam, hancur leburkan kepada imperialisme, kapitalisme,
feodalisme, dan lain-lain, kader di dalam constructie, membangun
masyarakat baru. Karena cita-cita kita tentang masyarakat baru itu
cita-cita tinggi, bukan sebagai cita-cita yang dikemukakan,
katakanlah Mahatma Gandhi.

Gandhi itu sebetulnya, Saudara-saudara, orang pemimpin besar sekali,
tetapi dia punya cita-cita lain daripada kita. Gandhi tidak
mempunyai cita-cita politik. Sebab, aku tanya sama Gandhi, Gandhi
atau Mahatma, Mahatmadji, dji itu yaitu ucapan tambahan
menggambarkan kecintaan: Mahatmadji, apakah cita-cita politik kita.
Mustinya Gandhi menjawab, India lepas sama sekali daripada
 Inggris.
India disusun sebagai republik. En toh barangkali dia senang kepada
monarki. Atau kalau republik, apakah republik federal, ataukah
republik unitaristis. Gandhi tidak pernah menjawab pertanyaan ini.
Tidak pernah. Saya belum pernah menjumpai satu kalimat yang Gandhi
ini nyata republiken, atau Gandhi ini nyata India merdeka penuh
lepas daripada Inggris, India federalistis atau India unitaristis.
Tidak. Gandhi paling-paling berkata home rule, home rule. Home rule
itu artinya pemerintah sendiri, self government. Yang self
government itu apa? Apakah bebas dari 100% daripada dominition
imperialisme. Ataukah ya masih terkungkung di dalam ikatan daripada
imperialisme itu. Gandhi tidak pernah. Dia selalu self government,
seft government, home rule, home rule. Dus Gandhi sebenarnya tidak
mempunyai cita-cita politik.

Kita sebenarnya telah mempunyai cita-cita politik: Indonesia bebas
merdeka, 100% merdeka
 daripada imperialisme. Indonesia republik.
Tidak raja-rajaan. Indonesia sama dengan unitaristis, republik
kesatuan. Bukan republik federal. Jelas kita punya cita-cita. Di
kalangan pemimpin-pemimpin kita sekarang ini sebetulnya ya, Saudara-
saudara, ada yang federalis. Ya asal tahu saja. Kita tidak,
unitaris, tidak federal-federalan.

Gandhi mempunyai cita-cita sosial. Tetapi cita-cita sosialnya lain
lagi daripada cita-cita sosial kita. Sosial itu dari perkataan
societas. Societas artinya masyarakat. Cita-cita sosial adalah cita-
cita mengenai susunan masyarakat. Bagaimana masyarakat ini
susunannya? Ada exploitation de l'homme par l'homme apa tidak? Ada
sistem penghisapan oleh gerombolan manusia pada manusia lain apa
tidak? Apakah cita-citanya itu adalah yaitu sama rasa sama rata tiap-
tiap manusia. Itu adalah cita-cita sosial.

Aku berkata, Gandhi mempunyai cita-cita sosial, tapi lain lagi dari
kita.
 Coba kau baca tulisan Gandhi, are you not tired sending there?
Please take a chair. Hh, take a chair, please. Ada kursi? Ha. Where
are you come? Ha! Australia. Kadang-kadang kalau bicara sama
Australia itu susah. Artinya begini, kita bilang Austrélier. Kalau
orang Australia tulen bilang Austrélier. I come, I come here today.
What you say, todeé or today.

Nah, Gandhi mempunyai cita-cita sosial. Tetapi cita-cita sosial yang
kolot sekali. Cita-cita sosial yang retrogesif. Baca dia punya
kitab. Kitab yang termasyur. Misalnya dia punya kitab My
Autobiography. Itu Gandhi, dia menerangkan, dia punya cita-cita
sosial, yaitu masyarakat supaya sederhana, sederhana. Tiap-tiap
orang mempunyai rumah sendiri. Tiap-tiap orang menenun sendiri ia
punya bahan pakaian. Tiap-tiap orang mempunyai, ia punya sapi
sendiri untuk ambil susu. Gandhi paling benci sama mesin-mesin.
Bahkan benci sama pabrik-pabrik. Gandhi berkata,
 kalau dia dengar
kapal udara itu, dia punya jiwa seperti waduh, tidak bisa tidur dia,
tidak senang. Malahan dia berkata, pabrik-pabrik, mesin-mesin, di
dalam dia punya buku lo, ditulisnya this all devil work. All devil
work, semua bikinan setan: pabrik-pabrik, mesin-mesin. Dia bilang
tentrem, adem, tentrem. Kalau Pak Mardanus di dalam pedalangan
bilangnya, adem tentrem kadio siniram banju waju sewindu lawase.
Dingin adem tentrem seperti disiram air waju, air yang sudah lama
dalam gentong, air disimpan di dalam gentong satu windu lamanya,
delapan tahun. Nah, itu air itu sejuk sekali. Nah, kalau disiramkan
di atas dirimu, sejuk sekali, adem tentrem kadio siniram banju waju
sewindu lawase.

Kita punya cita-cita sosial lain daripada itu. Kita malahan
menghendaki supaya Indonesia ini mempunyai kapal udara yang banyak,
kapal udara untuk rakyat. Mempunyai jalan aspal yang banyak, jalan
aspal untuk rakyat.
 Mempunyai kereta api yang banyak, kereta api
untuk rakyat. Pabrik-pabrik yang hebat yang membuat segala apa yang
kita perlukan, untuk rakyat. Itu kita punya cita-cita sosial,
modern. Bukan cita-cita kolot seperti Gandhi.

Nah, untuk mengadakan masyarakat yang banyak pabriknya, again, lagi,
pabrik untuk rakyat lo, bukan pabrik untuk kapitalisme. Mesin adalah
memang jahat kalau digunakan untuk bikin gendutnya kantong kapitalis
saja. Tapi mesin adalah satu rahmat, nikmat dari Tuhan, kalau
dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Membuat tekstil misalnya,
Saudara-saudara, untuk rakyat. Nah, itu mesin lantas menjadi satu.
Wah, nikmat, rahmat. Jangan kita sebagai Gandhi. Kita memerlukan
tekstil, nah sudahlah, tiap orang harus ada mesin pintal di rumah.
Tanam kapas sendiri, petik kapasnya, giling kapasnya dengan mesin
pintal itu menjadi tali dan benang. Kemudian tenun, jeglek, jeglek,
jeglek, jeglek. Wah, itu bukan
 cita-cita kita.

Kita punya cita-cita ialah bahwa kita itu mempunyai pabrik-pabrik
tekstil yang besar, yang hasilnya tekstil jutaan meter untuk rakyat,
untuk kepentingan rakyat seluruhnya. Bukan untuk membikin gendutnya
sang kapitalis tekstil saja.

Kita menghendaki, kita pergi ke Bogor, kemana-mana naik auto. Kalau
Gandhi tidak. Naik gerobak, teklik, teklik, teklik, naik gerobak.
Kita menghendaki kapal udara untuk rakyat. Dus cita-cita sosial kita
tinggi. Dan ingin yang aku mau peringatkan kepadamu, penyelenggaraan
daripada cita-cita sosial yang tinggi itu tidak bisa, tidak mungkin
tanpa kader. Kader perlu sekali. Kita menghendaki air sungai kita
semuanya menjadi air irigasi, untuk memberi kesuburan kepada tanah
kita yang sudah subur. Tapi untuk mengadakan irigasi, Saudara-
saudara, perlu insinyur-insinyur irigasi, perlu arsitek-arsitek
irigasi.

Kader untuk membikin tekstil, seperti tadi itu,
 kader. Untuk
membikin jalan-jalan aspal yang beribu-ribu kilometer, kader.

Masak, Saudara-saudara, saya datang di lain negeri, misalnya
Afghanistan, negeri kecil Afghanistan itu, adih saya melongo.
Afghanistan itu satu negeri ya, tapi negeri seperti terbelah dua.
Sini satu bagian, sini pegunungan, sini bagian nomor dua. Jadi, dua
bagian yang terpisah satu sama lain oleh gunung. Hh, coba, hampir-
hampir seperti kita terpisah, mana ada gunung yang memisah.
Afghanistan, Saudara-saudara, berkata, tidak jadi apa. Kita bikin
tunnel menembus gunung itu. Tunnel berkilo-kilo meter. Biar ada
gunung, …

Kader untuk membuat hal yang demikian itu. Kan aku sering berkata,
jadilah kader, karena kader mutlak perlu. Jangan seperti dulu. Mula-
mula, di dalam revolusi Soviet. Mula-mula, pemimpin-pemimpin Soviet,
mula-mula mengira, oo untuk membangun sosialisme kita perlu banyak
mesin, banyak lokomotif, banyak pabrik,
 dan perkara uang untuk
membeli itu bukan soal. Kita beli saja lokomotif sebanyak-banyaknya
di Jerman. Sebab, kata pemimpin Soviet itu, yang saya baca dalam
salinan bahasa Inggris, machines devide everything. Machines devide
everything, mesin lah yang menentukan segala hal. Tapi apa jadinya,
Saudara-saudara, sekadar hanya ada mesin saja, sosialisme tidak bisa
terbina, bahkan mesin-mesin itu banyak menjadi rusak dan bobrok.

Sama saja dengan kita, Saudara-saudara, kita beli traktor banyak-
banyak. Darimana Pak Leimena? Ha? Cekoslovakia. Ha, traktornya itu
banyak yang terlantar, banyak yang rusak. Karena apa? Kekurangan
kader dan kekurangan kemauan untuk menggerakkan traktor-traktor.

Karena itu Soviet Uni, sesudah pengalaman yang pahit dengan mesin-
mesin ini saja, lantas sadar, nomor satu penting, kader. Kemudian
diadakan slogan baru untuk, terutama sekali, gerakan pemuda. Gerakan
pemuda yang di Soviet
 dinamakan Komsomol. Pernah dengar itu?
Komsomol. Wanitanya, Komsomolka. Slogan yang dulu berbunyi, machines
devide everything diganti dengan kader devide everything. Kader lah
yang menentukan segala hal. Kalau ada kader, lo mbok mesinnya itu
sudah bobrok, sekrupnya sudah dol semua, bisa sang kader membuat
sekrup baru, jalan.

Nah, kader devide everything.

Karena itu aku mengharap kepadamu untuk menjadi kader. Belajar,
membaca sebanyaknya. Belajar dengan tekun menjadi mahasiswa untuk
menjadi kader, kader daripada revolusi kita.

Saya tahu kamu orang banyak yang tidak bisa masuk kuliah karena, ada
hal-hal, tidak boleh, tidak boleh, GMNI tidak boleh kuliah.

Nah, ketawa itu. Ya, apa tidak?

Asal tahu aja.

Ini memang yang menghalangi kamu masuk universitas ini, menghalang-
halangi kamu berkuliah ini, mereka itu semuanya, semuanya ngladrah.
Ia, itu yang ngladrah itu, artinya sudah tidak
 benar mereka punya
pikiran. Bagaimana mau membentuk satu negara, bagaimana mau
membentuk satu masyarakat sosialis tanpa kader, tanpa pemuda-pemudi
masuk kuliah. Hh, mereka itu ngladrah. Apa bahasa Indonesia
ngladrah? Ha, tidak benar itu lo.

Ha, Bu Hardi, apa ngladra itu?

Tidak beres. Ngawur.

Tapi toh aku minta kepadamu, tekun engkau cari pengetahuan.
Sebagaimana bapak-bapak Saudara telah berbuat, dengan diriku
sendiri, dulu itu cari pengetahuan. Bisa di sekolahku, ya
disekolahku, tidak bisa, aku cari sendiri, agar supaya kita bisa
menjadi kader daripada revolusi ini.

Memang revolusi itu ya tentu, sebagai Saudara-saudara kemarin
kuterangkan panjang lebar, kalau revolusi benar-benar revolusi, dan
bukan sekadar insurectie. Ada beda antara revolusi dengan
insurectie. Revolution and insurection. Insurection itu apa? Ya,
sekadar ada semacam pemberontakan bersenjata daripada suatu
golongan.
 Angkat senjata mengadakan pemberontakan dengan senjata,
itu adalah insurectie. Kalau golongan yang kecil-kecilan itu namanya
coup. Coup de ta. Coup de ta itu bukan revolusi. Insurectie bukan
revolusi. Itu gendeng-gendengan.

Revolusi sejati ialah sebagai kukatakan tadi, suatu proses, satu
proses masyarakat yang berisikan, berintikan penjebolan dan
penanaman, satu proses masyarakat untuk membongkar sistem masyarakat
itu sampai ke akar-akarnya. Sistem masyarakat, sistemnya, Saudara-
saudara.

Karena itu aku selalu berkata, orde, dalam pengertianku, orde itu
adalah satu social political system. Itu orde. Ada orde kapitalis.
Ada orde feodalis. Itu orde. Nah, ini revolusi adalah satu proses
masyarakat untuk mengubah sama sekali social political system yang
berjalan di masyarakat itu. Bukan sekadar mengubah mental thinking,
neen, neen, neen. Social political system, susunan masyarakat,
susunan politik
 masyarakat. Masyarakat. Susunan ini harus kita ubah.
Sebagai kukatakan tadi, ada orde kapitalis, ada orde sosialis. Nah,
kita berjuang untuk orde sosialis ini. Dan jikalau kita membongkar
orde kapitalis untuk menjadi orde sosialis, itulah revolusi.

Revolusi menurut ucapan yang aku citeer dalam pidatoku Indonesia
Mengugat. He pemuda-pemudi baca-o, baca-o, baca, baca Indonesia
Mengugat. Baca Sarinah. Hh, mahasiswa-mahasiswi baca Di Bawah
Bendera Revolusi dan lain-lain. di situ aku citeer ucapan seorang
profesor, Blunschli. Kamu di dalam kuliah barangkali pernah
mendengar nama Prof Dr Blunschli, yang dia berkata, revolution ist
apa? Eine Ungestaltung von Grund aus, revolusi adalah satu
perubahan. Ungestaltung, bukan supervisel, bukan di kulit, tetapi
von Grund aus. Eine Ungestaltung von Grund aus.

Nah, jikalau engkau tidak mengadakan Ungestaltung von Grund aus,
engkau bukan revolusioner. Revolution ist
 eine, Revolution ist eine
Ungestaltung von Grund aus[1]. Dan kita ini revolusioner, oleh
karena kita mau mengadakan social political system yang
imperialistis, yang feodalistis, yang kapitalistis. Yang tidak
sosialistis menjadi satu social political system yang sosialistis.
Itu sebabnya kita ini bernama revolusioner dan menamakan diri kita
revolusioner, dan hanya jikalau mengejar political system yang
sosialistis itu, baru kita mempunyai hak untuk berkata, kita ini
progresif revolusioner.

Yang tidak menghendaki satu social political system sosialistis,
yang tidak menghendaki hancurnya kapitalisme dari luar maupun
kapitalisme di dalam negeri sendiri, yang tidak menghendaki hancur-
leburnya kapitalisme luar dan dalam itu, yang tidak menuju kepada
sosialisme itu, dia tidak mempunyai hak untuk berkata bahwa dia
adalah progresif. Perkataan progresif itu kan sekarang dikecapkan.

Semua orang berkata
 progresif revolusioner, progresif revolusioner,
progresif revolusioner. Tanpa sebetulnya mengetahui apa arti
perkataan progresif revolusioner. Kita menamakan diri progresif
revolusioner oleh karena kita anti kapitalisme, anti imperialisme,
anti feodalisme, pro sosialisme, mati-matian berjuang untuk
sosialisme. Itulah sebabnya kita namakan diri kita progresif.
Siapa yang menentang datangnya sosialisme, menghalang-halangi
datangnya sosialisme, oo lo mbok dia itu lari-lari tiap hari dengan
bom dan dinamit, dia tidak progresif. Malahan aku berkata, dia itu
sebetulnya retrogresif.

Progresif adalah yang menurut progresnya masyarakat. Retrogresif
yaitu yang menentang, bahkan beraliran anti daripada aliran
masyarakat ini.

Jadi kalau kau betul-betul progresif revolusioner, engkau harus
diehartenieren engkau punya pikiran, engkau punya hati, engkau punya
rambut, engkau punya urat syaraf, semuanya sosialistis.
 Kalau engkau
tidak sosialistis sampai engkau punya pucuk rambut, sampai engkau
punya pucuk urat syaraf, engkau tidak progresif. Apakah ada di
kalanganmu yang tidak demikian, artinya revolusioner, revolusioner,
tetapi tidak berjuang untuk datangnya sosialisme. Memberi
pengetahuan saya, GMNI berdiri di atas dasar ini; menjalankan
revolusi, membantu kepada revolusi, riilnya revolusi yang benar,
yaitu di atas riil Ampera.

Aku tadi berkata bahwa perkataan Ampera itu, ciptaan perkataannya
lo, the word itself, the word Ampera itself, ciptaanku bersama-sama
dengan Pak Karni. Aku menyaksikan lahirnya, bukan the word sekarang
ini, lahirnya penderitaan rakyat untuk, untuk, untuk ini. Sebab aku
ini dari umur 16 tahun, kataku tadi, telah berkecimpung di kalangan
pergerakan. Mula gerakan pemuda, Trikoro Dharmo, Jong Java, kemudian
dijadikan Jong Indonesia bersama-sama dengan pemuda-pemuda lain. dan
aku menyaksikan dan
 ikut-ikut pertumbuhan daripada gerakan itu.

Dulu tatkala aku umur 16 tahun, aku hanya mendengar dan mempelajari
gerakan tahun 1908, yaitu Pak Soedirohoesodo. Soedirohoesodo, tahun
1908, mengadakan pergerakan, gerakan, rintis, rintisan, perintis
daripada gerakan nasional kita. Soedirohoesodo punya pergerakan
belum nasional. Kalau nasional itu sudah meliputi seluruh natie, itu
asal perkataan nasional. Soedirohoesodo tidak. Gerakannya boleh
dikatakan gerakan kejawaan. Aku menyaksikan.

Kemudian waktu itu aku belum menyaksikan oleh karena aku ya, baru
umur 7 tahun. Tidak tahu bagaimana. Kau umur berapa? Setidak-
tidaknya bukan 7 tahun. Saya umur 7 tahun, belum mengerti apa-apa?
Tapi pada waktu aku masuk rumah Tjokroaminoto, aku sudah berumur 16
tahun, aku sudah tahu gerakan kaum 1908 dari Pak Soedirohoesodo. Dan
aku menyaksikan satu pertumbuhan baru daripada gerakan ini. Dulu
gerakan Pak Soedirohoesodo,
 kecuali kejawaan, hanya dijalankan kaum
terpelajar. Satu gerakan daripada kaum inteligensia, kaum
terpelajar, yang dulu itu dinamakan ndoro, ndoro, dokter. Dokternya
pun dokter Jawa, yaitu belum dokter seperti keluaran sekarang,
tidak. Dokter Jawa. Pak Soedirohoesodo sendiri ialah dokter Jawa.
Gerakan kanjeng bupati, anggota daripada Budi Utomo. Ada bupati yang
anggota Budi Utomo. Bupati mana Pak Mardanus? Hayo, hh? Bupati
Karanganyar, anggota Budi Utomo. Gerakan daripada ndoro-ndoro.

Tapi waktu aku masuk rumahnya Tjokroaminoto, aku menyaksikan satu
fase baru. Bahwa bukan lagi itu ndoro-ndoro, kaum terpelajar, tapi
gerakan rakyat, rakyat jelata, yaitu Sarikat Islam. Sarikat Islam
adalah gerakan pertama yang bersifat gerakan rakyat. Ya dasarnya
lain daripada kita. Dasarnya dulu itu yaitu mula-mula Sarikat Dagang
Islam, hanya terdiri daripada pedagang-pedagang Islam saja. Kemudian
bertumbuh menjadi gerakan
 rakyat dengan tujuan Islam. Itu aku
saksikan. Malah aku baca, Tjokroaminoto itu saking pengikutnya bukan
puluhan, bukan ratusan, bukan ribuan, tapi jutaan, Tjokroaminoto
dinamakan di surat kabar Belanda de ongekroonde Koning van Java. De
ongekroonde Koning van Java, raja daripada tanah Jawa yang tidak
bermahkota, saking banyak pengikut. Hanya, ha hanya bedanya dengan
kita ialah bahwa gerakan rakyat Tjokroaminoto itu berdiri di atas
asas yang salah, untuk tanggapan saja. Yaitu dengan gerakan rakyat
ini Sarikat Islam Pak Tjokro selalu mencari kerjasama dengan
pemerintah Hindia Belanda, kerjasama. Yang belakangan menjadi
perkataan kooperasi.

Sedang kita waktu itu pemuda, belakangan, pemuda ini sadar, tidak
bisa, tidak bisa kita mengadakan perbaikan hanya degan kooperasi.
Benar kita harus mengadakan massa aksi ini bukan lagi harus meminta,
bukan lagi harus kerjasama degan pihak Belanda, tapi harus
menentang,
 bertempur di dalam arti yang luas terhadap kepada
kolonial Belanda. Perbedaan.

Nah, itu Saudara-saudara, saya formuleer di dalam tahun 1925-an.
Sesudah aku bersama-sama dengan pemuda lain mengadakan Indonesia
Muda, aku formuleer dengan perkataan pertentangan kebutuhan membuat
kita harus bertentangan di dalam kita punya perjuangan.

Tidak bisa kok kita dengan pertentangan kebutuhan ini berdiri di
satu platform kerjasama dengan pihak Belanda. Pertentangan
kebutuhan. Kita mau merdeka, situ mau meneruskan kolonialisme. Kita
mau hidup cukup, situ mau menghisap kita. Kita mau anak-anak kita
semuanya masuk sekolah, situ mau memberi sekolah hanya kepada anak-
anak orang dari golongan atas. Kita mau mengadakan satu sistem
perwakilan, situ mau mengadakan sistem yang hanya terdiri daripada
orang-orang terkemuka saja.

Pendek, selalu pertentangan kebutuhan. Dan di dalam seluruh sejarah
dunia, Saudara-saudara,
 seluruh sejarah dunia adalah satu cerita
daripada pertentangan kebutuhan. Seluruh sejarah dunia. Di dalam
tiap golongan, tiap-tiap bangsa, umat manusia itu selalu ada dua
golongan yang bertentangan kebutuhan.

Nah, maka oleh karena itu, Saudara-saudara, kita harus sadar bahwa
kita ini bertentangan kebutuhan dengan, apalagi sekarang lo, dengan
sistem yang kita menjebol luar-dalam, maupun di dalam hal lain-lain
banyak pertentangan kebutuhan. Nah, kita harus sadar pertentangan
kebutuhan. Berjuang terus. Kita harus berjuang menghancur-leburkan
golongan yang mau mempertahankan dirinya terhadap kepada kita punya
penjebolan itu. [*]

Sumber: http://www.marhaenis.org/article.php/20080215124932539
Information about KUDETA 65/ Coup d'etat '65, click: http://www.progind.net/   
http://geocities.com/lembaga_sastrapembebasan/ 


      


      

[Non-text portions of this message have been removed]


------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke