----- Original Message ----- 
From: "aghi" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Dalam Nostalgia dengan Mahasiswa Indonesia di Kairo
Menlu RI: Perlu Reformasi di Tubuh OKI dan DK PBB 

Auditorium Al-Azhar Conference Center di Nasr City, Cairo, menjadi 
saksi betapa kuatnya hubungan emosional mahasiswa Indonesia di Kairo 
(Masiko) dengan salah seorang mantan Dubesnya, Dr. Nur Hassan 
Wirajuda, yang kini menjabat Menteri Luar Negeri Kabinet Indonesia 
Bersatu. Beberapa saat setelah shalat maghrib, Sabtu (25/6) petang, 
mahasiswa berbondong-bondong memasuki auditorium yang cukup megah 
itu. Meski banyak yang harus berjalan kaki dari tempat jamuan makan 
di Wisma Nusantara, sekitar 1 km dari tempat acara, mahasiswa 
terlihat antusias untuk bertatap muka dengan salah seorang diplomat 
ulung asli Banten itu. Tepat pukul 21.00 waktu setempat, Menlu RI 
didampingi Dubes RI untuk Mesir Prof. Dr. H. Bachtiar Aly, MA., 
memasuki podium. 

Acara bertajuk "Dialog dan Silaturahmi Bersama Menlu RI Dr. Nur 
Hassan Wirajuda" itu pun segera dimulai. Pembawa acara yang sekaligus 
bertindak sebagai moderator mengajak hadirin membaca basmalah, lalu 
mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alquran. Sebelum acara inti, 
Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Mesir 
Suhartono TB., Lc. dan Dubes Bachtiar memberikan sambutan. Dalam 
sambutannya, Suhartono menyatakan bahwa meskipun Dr. Nur Hassan tidak 
pernah mengenyam pendidikan pesantren, namun terlihat betapa 
perhatian Menlu yang sudah menjabat di dua periode pemerintahan ini 
begitu besar terhadap kaum santri. "Terbukti, mahasiswa Indonesia di 
Kairo yang hampir semuanya berasal dari kalangan pesantren, dapat 
begitu melekat di hati Menlu," katanya.

Sementara Dubes Bachtiar menekankan, "Acara yang digelar khusus untuk 
menyambut kehadiran kembali Dr. Nur Hassan di tengah Masiko ini, 
bertujuan agar Masiko dapat bernostalgia kembali dengan doktor 
lulusan Amerika ini." Karena memang Menlu Dr. Nur Hassan Wirajuda 
pernah menjadi Duta Besar RI untuk Mesir, antara tahun 1997-1998. 
Meski hanya beberapa bulan menjadi Dubes di Mesir, namun karena 
perhatian yang besar Dr. Nur Hassan terhadap warga negara Indonesia 
di Mesir, maka ikatan yang terjalin pun begitu melekat di hati.

Menguatkan apa yang dinyatakan Dubes Bachtiar, Menlu Hassan pun 
membuka pembicaraannya dengan cerita semasa menjabat Dubes RI di 
Kairo. Ketika itu, negara Indonesia tengah hangat-hangatnya dihantam 
badai krisis moneter, sehingga banyak di antara mahasiswa, terutama 
yang mengandalkan kiriman dari orang tua, mengalamai kesulitan 
membiayai hidup dan belajar di Al-Azhar. Beberapa mahasiswa yang 
orang tuanya hanya berpenghasilan pas-pasan, tentu kalang kabut 
melihat harga dolar AS yang menjulang tinggi, sementara mata uang 
rupiah tentu tak laku untuk ditukar dengan pound Mesir (LE). "Pun, 
bagi mahasiswa yang orang tuanya cukup mampu meski di tengah krisis, 
merasa kesulitan juga karena banyak bank-bank yang sirkulasi 
keuangannya terhambat atau bahkan macet," kenang Menlu Nur Hassan.

Hal itulah yang mendorong Dubes Nur Hassan ketika itu, untuk memutar 
otak guna memberikan solusi bagi sebagian besar warga negara RI yang 
kebanyakan sedang menuntut ilmu. "Alternatif pertama dan yang menjadi 
target adalah pemulangan separuh jumlah mahasiswa Indonesia yang 
ketika itu mencapai 2500 orang," pikirnya ketika itu. Bahkan Dubes 
Nur Hassan sudah mengontak koleganya di Departemen Agama, meminta 
agar pesawat yang membawa jamaah haji ke Saudi, sebelum pulang 
dibelokkan dulu ke Kairo menjemput mahasiswa, daripada pulang ke 
tanah air kosong tak berpenumpang.

Cara lain juga ditempuh, yakni dengan pembentukan Tim Penanggulangan 
Krisi Mahasiswa (TPKM). Tema yang diangkat oleh tim ini 
adalah "kepedulian dan keberpihakan". Setelah sekitar dua bulan 
bekerja membanting tulang, tim ini pun membuahkan hasil. Sebagian 
besar mahasiswa Indonesia yang beberapa di antaranya sempat tak kuat 
membeli makanan, akhirnya mendapatkan cukup beasiswa. Dus, pada 
tanggal 3 Februari 1998, setelah yakin tak ada seorang pun mahasiswa 
yang kelaparan atau kebingungan karena tak ada biaya hidup, 
diselenggarakanlah tasyakuran. 

"Bertempat di Auditorium Fakultas Tarbiyah Universitas Al-Azhar yang 
sederhana, sekitar 1500 mahasiswa Indonesia berkumpul untuk 
menunjukkan kebahagiaan mereka, karena akhirnya tak ada satu pun 
teman mereka yang harus dipulangkan karena tak ada biaya hidup," 
sambungnya. 

Dalam hal ini, menurut Dubes Nur Hassan, kunci keberhasilan 
menghadapi krisis moneter ketika itu adalah kebersamaan dan 
kerjasama. Hal itu tidak hanya terkait antara Perwakilan Pemereintah 
RI dalam hal ini KBRI dengan mahasiswa, tapi juga dengan masyarakat 
Mesir. Seperti diketahui bersama, kuatnya hubungan RI-Mesir sudah 
berlangsung lama, dimana Mesir termasuk negara pertama yang mengakui 
kemerdekaan RI. "Kentalnya hubungan baik antara Indonesia dengan 
Mesir, baik antar masyarakat maupun pemerintahannya juga merupakan 
terjemahan dari ukhuwah Islamiyah," jelasnya.

Menlu Nur Hassan mengakui, pengalaman yang paling mengesankan selama 
berkarier di Departemen Luar Negeri adalah ketika menjadi Dubes di 
Kairo itu. Dr. Nur Hassan lalu menceritakan juga, betapa besarnya 
dana yang dapat terkumpul ketika itu, yang mencapai angka 40.000 
dolar AS. Yang lebih mengesankan dana sebesar itu tidak hanya didapat 
dari para dermawan Mesir yang kaya. Bahkan ada suatu ketika, seorang 
tua Mesir berpakaian lusuh datang ke KBRI di kawasan Garden City, 
menyumbangkan uang sebesar LE 143. Setelah ditelusuri ternyata orang 
itu datang jauh-jauh dari luar kota. Ada juga seorang Mesir yang tak 
mau menyebutkan jatidirinya, mengatakan akan memberikan beasiswa 
kepada 50 mahasiswa Indonesia dengan besaran LE 150 per bulan selama 
2 tahun. Setelah dicari identitasnya, ternyata dia seorang pemilik 
kios buah di salah satu pojok Kairo. Hal ini menunjukkan betapa 
kuatnya hubungan antara masyarakat Indonesia dengan Mesir. 

Saking suksesnya kinerja TPKM yang didukung penuh oleh segenap 
lapisan masyarakat Indonesia di Mesir, bahkan dapat menyumbang 
mahasiswa asal Malaysia dan Rusia, juga 50 mahasiswa Indonesia yang 
ada di Sudan. "Luar biasa, seperti mukjizat saja," Dubes Nur Hassan 
seperti tak percaya.

Merujuk keberhasilan penanggulangan selama krisis itu, Dr. Nur Hassan 
ketika awal menjabat Menlu RI pun mengusung tema "kepedulian dan 
keberpihakan" ini ke dalam departemen yang dipimpinnya. Maka semua 
perwakilan RI yang berada di seluruh penjuru dunia harus dapat 
menunjukkan dua tema ini untuk melindungi warga negara RI yang berada 
di luar negeri. 

Sebagai cerita flashback, Menlu Nur Hassan menyebutkan bahwa menjadi 
Dubes untuk Mesir pada tahun 1997-1998 itu adalah untuk yang kedua 
kalinya ia dinas di Kairo. Sebelumnya, pada November 1977 hingga 
Desember 1981, alumni 4 universitas di Eropa dan Amerika ini menjadi 
Konsuler, juga di KBRI Kairo. Bahkan ketika itu, adalah untuk pertama 
kalinya ia bertugas di luar negeri. Ketika itu, ia juga sudah sejak 
awal bertekad mempermudah segala urusan warga negara Indonesia di 
Kairo yang mayoritas mahasiswa. "Jangan sampai lebih dari 15 menit 
mahasiswa menunggu di kantor Konsuler," brifiengnya pada staf-stafnya 
ketika itu. Karena tahu juga warganya sebagian besar masih belajar, 
Kasubbid Konsuler Nur Hassan pun menekankan tidak bolehnya memungut 
uang dari para mahasiswa. 

Jadi, mengulangi pernyataannya, Menlu Nur Hassan mengatakan bahwa 
tema kepedulian dan keberpihakan yang kini dibawanya di Deplu, 
bukanlah basa-basi. Ia merupakan saripati pengalaman yang ada. 

Menjelaskan keadaan Indonesia sekarang, menurutnya, sebenarnya yang 
jadi permasalah kini adalah masalah psikologi. Dimana banyak di 
antara warga negara yang tidak percaya diri, merasa rendah di hadapan 
bangsa lain. Padahal, menurut catatan, sekarang ini devisa negara 
dapat mencapai 35 milyar dolar AS, jauh di atas angka yang rata-rata 
diperoleh ketika masa Orde Baru yang kurang dari 14,5 milyar dolar 
AS. "Jadi sebenarnya sekarang ini kita telah keluar dari krisis," 
jelasnya. Penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan kini juga 
bisa ditekan hingga 16 persen. "Bahkan sekarang kita sudah capek 
menerima hutang," tambahnya sembari melepaskan senyum. 

Menjelaskan lagi, Menlu Nur Hassan menunjukkan angka 5,13 persen 
untuk pertumbuhan ekonomi negara tahun 2004 lalu. Tahun 2005 ini, 
diharapkan target 5,5 persen dapat tercapai. Bahkan pada kwartal 
pertama tahun ini saja, justru angkanya mencapai 6,35 persen sehingga 
tidak mustahil pertumbuhan ekonomi nanti akan dapat melebihi target 
yang dipasang. 

Mengenai program pemerintah, Menlu Nur Hassan menjelaskan bahwa 
sekarang pemerintah tengah membedah diri. Introspeksi atas kesalahan 
yang terjadi di dalam tubuh pemerintahan. "Sebenarnya hal ini juga 
sudah dimulai sejak masa Mega-Hamzah," jelasnya. 

Seperti halnya rekonstruksi Aceh pasca bencana Tsunami, pemerintah 
tidak banyak campur tangan dalam bantuan asing. Banyak sumbangan 
asing yang tidak diterima pemerintah dalam bentuk cash. Bahkan 
berkenaan dengan bantuan Australia dan Jepang untuk Aceh, dibentuk 
badan bilateral yang anggotanya terdiri dari Indonesia-Australia dan 
Indonesia-Jepang untuk mengatur aliran dana bantuan. Jepang dan 
Australia, juga dapat menunjuk sendiri para pengambil tender atas 
proyek mereka untuk rekonstruksi Aceh. Semuanya dilakukan secara 
transparan dan nantinya diaudit oleh lembaga tersendiri. 

Seperti misalnya juga UNHCR, yang dapat dengan tangan mereka sendiri 
membangun 35.000 rumah, atau Amerika Serikat yang menyalurkan dana 
sebesar 245 juta dolar AS untuk pembangunan jalan sepanjang Aceh-
Meulabouh dengan menunjuk sendiri pelaksana proyeknya. Pemerintah RI 
dalam hal ini hanya menawarkan bentuk rekonstruksi Aceh. Terserah 
negara donor untuk memilih apa yang akan mereka bangun. 

Tak terasa, hampir satu jam Menlu Nur Hassan berpanjang lebar 
bernostalgia dan menjelaskan kondisi mutakhir tanah air. Beberapa 
hadirin mengaku sempat trenyuh bahkan ada yang menitikkan air mata 
mendengarkan cerita Dubes Nur Hassan yang mengharukan itu. 

Dalam sesi tanya jawab, hadirin nampak berebut mendapatkan kesempatan 
menyampaikan pertanyaan dan pernyataan. Karena keterbatasan waktu, 
moderator hanya mempersilakan 10 orang penanggap. 

Tak kalah menarik, Menlu Nur Hassan tampak antusias menjawab setiap 
tanggapan maupun pertanyaan dari hadirin. Sengaja tak dibatasi pada 
yang sudah dibicarakan, mahasiwa pun kritis menanggapi berbagai 
permasalahan. Mulai dari penerimaan PNS di Deplu, pulau Ambalat, 
Organisasi Konferensi Islam (OKI), diplomasi Indonesia di mata 
internasional, pandangan Menlu RI atas keanggotaan Dewan Keamanan 
(DK) PBB, bahkan hingga pertanyaan yang sifatnya pribadi seperti 
bagaimana Menlu Nur Hassan melewati masa mudanya. 

"OKI memang perlu direformasi," katanya mengenai keberadaan 
organisasi yang anggotanya terdiri dari negara-negara Islam itu. 
Selama ini, menurutnya, OKI kurang tersentuh angin demokrasi. Karena 
nyatanya negara-negara kaya (utamanya negara-negara Teluk Arab), yang 
memang sebagai penyumbang terbesar jalannya organisasi ini, selama 
ini terlihat mendominasi pengambilan setiap keputusan. "Bersyukurlah, 
karena tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 1977 OKI memilih 
seorang Sekretaris Jendral melalui voting," jelasnya atas memulainya 
demokrasi di tubuh OKI. Hal itu, diakuinya, juga karena keterlibatan 
aktif Indonesia atas reformasi di tubuh OKI. 

Sementara langkah lain yang ditempuh OKI dalam reformasi diri adalah 
membentuk sebuah badan, yang nantinya memikirkan bagaimana reformasi 
OKI. Badan ini, terdiri dari beberapa orang bijak di antara negara-
negara OKI. Tak ketinggalan, Indonesia menunjuk KH. Hasyim Muzadi, 
yang juga Ketua Umum PBNU, sebagai utusan pada badan ini. 

Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga sudah mempelopori untuk 
mengkampanyekan Islam yang rahmatan lil alamin, Islam yang sama 
sekali tak mentoleransi terorisme. "Salah satu bentuk konkretnya, 
pada Februari 2004, Deplu RI bekerjasama dengan PBNU menyelenggarakan 
konferensi International Conference of Islamic Scholars (ICIS), untuk 
meneguhkan citra Islam yang sejuk dan toleran," katanya. Dalam 
konferensi ini, sambungnya, hadir sekitar 200 orang intelektual 
Muslim dari berbagai belahan dunia. "Adanya ICIS ini, tentu semakin 
memperkuat diplomasi Indonesia di mata internasional," tambahnya.

Kini, Indonesia juga punya dua modal besar untuk menguatkan diplomasi 
di luar negeri, yaitu adanya demokrasi dan pencitraan Islam yang 
moderat. Pemilu 2004 yang cukup sukses pelaksanaannya tentu menjadi 
cukup bukti adanya demokrasi yang berjalan baik. Sementara meskipun 
terjadi bom-bom yang selama ini pelakunya dikaitkan dengan organisasi 
Islam, namun justru banyak tokoh-tokoh Islam di seluruh tanah air 
yang mengecamnya, menolak adanya ajaran terorisme dalam Islam. 

Mengenai pandangannya soal DK PBB, Menlu RI menyatakan perlunya 
keterwakilan dunia Islam untuk duduk dalam DK PBB. Selama ini, 
anggota DK PBB hanya diambil untuk mewakili kawasan. Kebetulan lima 
anggota tetap DK PBB tak ada satu pun yang berasal dari negara 
Islam. "Minggu lalu, saya sudah bertemu dengan Sekjen Liga Arab, Amr 
Mousa, di Doha Qatar, membicarakan hal ini," jelasnya. Keduanya 
sepakat untuk memperjuangkan adanya anggota DK PBB yang tidak hanya 
mewakili kawasan, tapi juga mewakili bentuk lintas budaya dan 
peradaban, termasuk juga agama.

Sementara ditanyakan mengenai pribadinya, Menlu Nur Hassan hanya 
menyebut sebagian kecil, untuk memberi semangat pada mahasiswa agar 
rajin belajar. "Saya ini anak Kepala Sekolah, jadi belajar sudah 
menjadi hal yang tidak aneh bagi keluarga saya," ceritanya. Ketika di 
sekolah menengah, Nur Hassan muda sebenarnya lebih condong ke ilmu 
eksakta, tapi oleh kepala sekolahnya dimasukkan pada jurusan sosial. 
Mulanya Nur Hassan menentang, tapi setelah mendapatkan penjelasan 
dari ayahnya, ia menerima.

"Bukan bermaksud sombong, selama empat tahun kuliah, saya dapat 
mebiayai diri sendiri, meski hanya bermodalkan ilmu yang didapat di 
SMP," kenangnya. Menurutnya, ilmu apapun, kalau ditekuni secara baik, 
pasti akan banyak manfaatnya. Di akhir pembicaraannya, Menlu Nur 
Hassan berpesan pada mahasiswa untuk menggunakan kesempatan yang ada 
dengan sebaik-baiknya. "Jangan buang waktu," sindirnya pada 
mahasiswa, dimana Menlu Nur Hassan tahu ada beberapa di antaranya 
yang sengaja berlama-lama belajar di Mesir. "Saya berharap banyak 
pada kalian," katanya mengakhiri pembicaraan. Acara pun ditutup oleh 
moderator sekitar pukul 23.30. (aghi)




Agus Hidayatulloh
503 El-Sya'rawy Bld., 27 Juni 2005





***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke