NU memiliki peranan cukup besar dalam kehidupan bernegara di negeri ini mengingat jumlah anggotanya yg cukup dapat mewarnai perkembangan politik tanah air. karena itu perkembangan dan dinamika interen NU selalu mendapat perhatian tidak hanya oleh kalangan fans NU sendiri, tapi juga oleh kalangan "luar" termasuk luar negeri.
Semoga tulisan di bawah ini mendapat respons dari rekan2 NU yg jadi member di milis ini. Khususnya rekan Guntur Romli yg tulisannya di Republika menjadi titik tolak dari tulisan di bawah. Guntur Romli, any opinion? salam, MG Selasa, 31 Agustus 2004 Gus Mus dan 'Tragedi' Kebudayaan NU Sulthan Fatoni Dosen STAI NU Jakarta dan Mahasiswa Pascasarjana FISIP UI Jakarta Saya tertarik menanggapi tulisan Sdr Muhammad Guntur Romli (selanjutnya disebut MGR) berjudul "Gus Mus dan Poros Khittah NU" yang dimuat Republika (23 Agustus 2004). Namun dalam kesempatan ini saya ingin memberikan pandangan yang berbeda, terutama peta politik elite NU dewasa ini, khususnya menjelang pilpres putaran kedua. Ada beberapa pendapat MGR yang perlu dikritisi. Pertama, ketidaktepatan MGR menempatkan beberapa tokoh-tokoh NU dalam kelompok NU politik dan NU Khittah. Menurut pengamatan saya, polarisasi elite NU sekarang ini dapat ditelusuri dari pertemuan antara Pelaksana Harian Ketua Umum PBNU Masdar Farid Mas'udi dan calon presiden dari Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di PBNU beberapa hari yang lalu. Imbas pertemuan tersebut kemudian melebar menjadi "perang statemen". Dalam sebuah pernyataannya di Jember, Jawa Timur, Masdar menceritakan bahwa menjelang dirinya akan menerima kunjungan SBY di PBNU beberapa hari yang lalu, ia ditelepon Andi Jamaro, salah satu ketua Tanfidziyah PBNU yang bertekad akan menemuinya di "lapangan" jika masih berkeras menerima SBY. Penuturan Masdar ini -- jika benar adanya -- merupakan preseden terburuk bagi dinamika perpolitikan internal NU. Masdar telah melakukan kreativitas subjektif yang berpotensi menghasilkan sesuatu ide yang disebut sosiolog George Simmel dengan "tragedi" kebudayaan (Doyle Paul Johnson: 1988). Apalagi beberapa saat setelah silaturahmi SBY-Masdar, Andi Jamaro berkomentar keras bahwa Masdar telah membelah keutuhan NU. Enam bulan terakhir, NU memang menjadi perbincangan cukup panjang dan menarik. Hal ini terkait dengan eksistensinya sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia yang sangat mempengaruhi peta politik di Tanah Air, khususnya pemilihan presiden secara langsung. Masa-masa pemilihan umum (baik memilih anggota legislatif maupun presiden dan wakil presiden), memang telah memposisikan NU sebagai "gadis cantik" yang diperebutkan semua pihak. Memasuki pemilihan presiden secara langsung yang akan dilaksanakan pada 20 September 2004, ke manakah suara warga nahdliyyin akan diarahkan? NU bukanlah sebuah organisasi yang mempunyai tingkat manajemen yang canggih. Roda organisasi NU terlihat solid bukan tecermin dari efektivitas struktur organisasi. Kekuatan besar NU justru terletak pada soliditas para kiai/ulama yang tersebar di pesantren-pesantren di seluruh Indonesia. Karena itu sudah menjadi tradisi di internal NU apabila struktur NU selalu aktif melakukan komunikasi secara intensif dan kontinyu dengan kiai-kiai pesantren non-struktural. Kelompok kiai pesantren inilah yang kemudian dijadikan landasan bagi tumbuh suburnya kekuatan kultural NU. Semakin intens kelompok struktural NU melakukan komunikasi dengan kiai-kiai pesantren maka semakin kuat posisinya dalam pentas yang lebih makro. Hal menarik dari NU menjelang pemilihan presiden (Pilpres) putaran kedua adalah polarisasi elite NU di tingkat pusat. Jika selama pilpres putaran pertama warga nahdliyyin hanya dihadapkan pada dua kubu yang saling berseberangan; Salahuddin Wahid versus Hasyim Muzadi, maka memasuki putaran kedua terjadi rekonstruksi peta politik warga nahdliyyin. Hal ini merupakan implikasi dari langkah politik Masdar menerima kunjungan SBY di Gedung PBNU beberapa hari yang lalu. Sebagaimana maklum, berdalih telah mendapat persetujuan Rois 'Aam PBNU KH A Sahal Mahfudz, Masdar telah melakukan pertemuan dengan SBY dengan agenda utama pengenalan visi masing-masing dalam memandang bangsa dan negara. Tak pelak, langkah Masdar ini telah memunculkan kelompok baru dalam tubuh perpolitikan NU. Masdar menyeruak sebagai sebuah komunitas baru yang berijtihad akan mengandalkan barisan LSM dan floating mass yang selama ini tidak memihak Salahuddin Wahid-Hasyim Muzadi. Sehingga menjelang Pilpres tahap kedua, ada beberapa kelompok di tubuh NU yang mencoba merebut simpati warga NU. Pertama, kelompok Hasyim Muzadi. Kelompok ini cukup potensial mendapatkan simpati warga NU mengingat posisi Hasyim Muzadi sebagai ketua umum PBNU. Dalam menggaet simpati warga NU, kelompok Hasyim mengoptimalkan dua instrumen; pertama, warga nahdliyyin yang aktif di kepengurusan NU di semua tingkatan. Para aktivis NU ini berperan sebagai mesin politik yang pada putaran pertama terbukti mampu memobilisasi massa grass root. Kedua, komunitas pesantren NU. Kelompok kiai pesantren pada putaran pertama juga terbukti cukup efektif mengkomunikasikan kepentingan politik mikro Hasyim Muzadi. Kombinasi dua kekuatan tersebut setidaknya telah memberikan sumbangan cukup signifikan bagi duet Megawati-Hasyim Muzadi. Penggerak utama kelompok ini di antaranya KH Idris Marzuki (Mustasyar PBNU), KH Said Aqiel Siradj, KH Hafidz Utsman (Syuriah PBNU), Ahmad Bagja (Tanfidziyah PBNU), Muhyiddin Arubusman (Sekjen PBNU), KH Noer Iskandar (tokoh pesantren), dan lainnya. Kedua, kelompok Gus Dur, yang pada putaran pertama mendukung duet Wiranto-Salahuddin Wahid. Dalam upaya mendapatkan simpati warga nahdliyyin, kubu Gus Dur mengandalkan kharisma dirinya di samping mengoptimalkan sayap politik PKB. Suntikan "darah baru" juga didapat dari beberapa fungsionaris PBNU yang masih satu visi dengan Gus Dur. Hanya saja dalam putaran pertama, kelompok Gus Dur yang direpresentasikan oleh Salahuddin Wahid harus tereleminasi. Faktor utama kekalahan kubu Gus Dur disinyalir adanya ketidakseriusan dukungan dari Partai Golkar serta sikap Gus Dur yang hingga detik terakhir lebih memilih golput. Tokoh utama kelompok ini adalah Prof Cecep Syarifuddin, Salahuddin Wahid (Tanfidziyah PBNU), dan lainnya. Menjelang putaran kedua pemilihan presiden, jagat NU semakin ramai dengan munculnya kelompok ketiga yang diusung oleh Masdar. 'Deklarasi' kelompok Masdar ditandai dengan langkah politiknya menerima SBY di PBNU. Geliat kelompok Masdar tergolong "unik", yaitu mengakomodasi kekuatan dengan memanfaatkan arus besar nahdliyyin yang pada putaran pertama mendukung SBY-JK, tanpa fasilitas elite NU. Dalam kalkulasi Masdar, pada putaran kedua nanti cukup sulit menarik dan mengendalikan warga nahdliyyin yang telah mendukung SBY-JK. Maka alternatifnya adalah melakukan langkah profesionalisasi dukungan dengan cara menghadirkan fasilitator NU di tingkat elite. Titik strategis inilah yang mendorong Masdar berani mengambil langkah politik. Sehingga pada saatnya nanti jika SBY-JK memenangkan Pilpres putaran kedua, secara tidak langsung juga mewujud pada image "kemenangan SBY-JK juga kemenangan warga nahdliyyin". Selanjutnya Masdar merapat ke SBY untuk mendapatkan dukungan kekuatan di arena Muktamar NU 2004 demi kepentingannya merebut posisi ketua umum PBNU. Dukungan SBY kepada Masdar dalam dunia politik adalah wajar sebagai bentuk "politik balas budi". Tokoh-tokoh yang berpotensi berada dalam barisan Masdar, di antaranya KH Subadar (Pasuruan), KH A Mustofa Bisri (Syuriah), Ulil Abshar-Abdalla (intelektual muda NU), dan lain-lain. Masdar juga masih mengharap mendapatkan suntikan kekuatan dari kelompok Gus Dur. Menjelang Pilpres II Memasuki putaran kedua Pilpres, warga nahdliyyin diprediksi masih tidak bisa melepaskan diri dari dinamika elite NU. Intensitas kubu Hasyim Muzadi mendekati Gus Dur sebagai representasi kelompok NU politik, jika berhasil dipastikan mampu merekonstruksi kekuatan NU untuk kepentingan Pilpres putaran II. Dalam konteks ini, tarik menarik di internal NU tidak lagi menghadapkan Hasyim Muzadi vis a vis Gus Dur, tetapi Hasyim Muzadi vis a vis SBY yang mendapat dukungan kelompok Masdar. Asumsi ini telah diyakini benar, dan kemudian kemungkinan besar akan terjadi formalisasi keterbelahan NU yang selama ini konflik laten tersebut berhasil diredam. Kemudian NU pun kembali berkutat dalam konflik periodik, sebuah pengulangan sejarah kelam yang menyesakkan. Sebagaimana kita ketahui, persinggungan dua kelompok di internal NU selalu menyisakan catatan sejarah yang kelabu. Kita masih ingat bagaimana akhir dari perseteruan Subhan ZE versus Syuriah, Idham Chalid versus Gus Dur, Ali Yafie versus Gus Dur, Abu Hasan versus Gus Dur, termasuk yang terbaru; Hasyim Muzadi versus Salahuddin Wahid. Dalam pengamatan Simmel, konflik yang menghadapkan orang yang sama cenderung menjadi lebih bermusuhan dan pahit. Pengkhianat biasanya dihukum lebih berat daripada musuh yang tidak pernah termasuk dalam kelompok tersebut (Simmel: 1955). Langkah politik Masdar memberikan dukungan kepada SBY secara pribadi memang menguntungkan dirinya tetapi kontraproduktif bagi penguatan civil society di kalangan warga nahdliyyin. Dukungan Masdar kepada SBY tanpa disadari telah mengaburkan konsepsi yang diyakininya tentang perubahan sosial yang harus dirangsang oleh bentuk-bentuk pengetahuan. Sehingga dalam konteks ini Masdar memperlemah kekuatan NU kultural. Padahal posisinya sebagai Pelaksana Harian Ketua Umum PBNU telah telanjur memunculkan harapan baru akan semakin menumbuhsuburkan gerakan kultural di kalangan nahdliyyin. Posisi Masdar sekarang persis sebagaimana yang dialami Hasyim Muzadi di awal pemerintahan Gus Dur. Jika saat itu Hasyim sibuk memperkuat posisi Gus Dur di singgasana kekuasaan, maka saat ini Masdar sibuk memperkuat perebutan kekuasaan. Kedua-duanya telah mempercayai bahwa kemajuan dalam kebudayaan materi merupakan sisi yang penting dari perubahan sosial. Menurut saya, gonjang-ganjing di "Republik NU" tidak akan pernah berakhir selama "konstitusi politik" NU masih menganut prinsip-prinsip tawassuth (keseimbangan), tasamuh (toleransi), dan i'tidal (jalan tengah). Prinsip-prinsip inilah yang memberi peluang elite NU -- meminjam istilah Gus Mus -- "menekuk-nekuk" konstitusi NU agar sesuai dengan kepentingannya. Untuk itu NU perlu mengkaji kembali prinsip-prinsip dasarnya dalam berpolitik. Di samping itu NU juga perlu melakukan kajian kembali tentang hakikat NU. Sejak Muktamar NU 1984 di Situbondo, NU tidak melakukan kajian apapun berkaitan dengan identitas dirinya dalam kancah perubahan sosial, politik, dan pemahaman keagamaan negeri ini yang semakin cepat dan pesat. Saya memprediksi, akan muncul kembali gelombang protes kepada NU yang menuntut sterilisasi NU dari kepentingan politik praktis. Mereka akan menawarkan tokoh alternatif seperti Tholhah Hasan dan Ali Maschan Moesa. Kekuatan keempat ini diprediksi akan membesar di arena Muktamar NU 2004 dengan dukungan moral KH M Sahal Mahfudz. ===== Mario Gagho Political Science, Agra University, India __________________________________ Do you Yahoo!? New and Improved Yahoo! Mail - 100MB free storage! http://promotions.yahoo.com/new_mail ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> $9.95 domain names from Yahoo!. Register anything. http://us.click.yahoo.com/J8kdrA/y20IAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi.4t.com *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/