Negara Indonesia Adalah Negara Hukum, bukan negara kekuasaan, begitulah
indahnya tulisan yang tercatat dalam Undang-undang kita, tapi sungguh
menyedihkan tentang Carut marutnya hukum yang ada di Indonesia. reformasi
yang sudah berjalan Hampir 10 tahun tetap menyisakan ketidak samaan hukum
antara pejabat dan Rakyat biasa.

Masyarakat meyakini bahwa hukum lebih banyak merugikan mereka,dan sedapat
mungkin dihindari. Bila seseorang melanggar peraturan lalu lintas misalnya,
maka sudah jamak dilakukan upaya “damai” dengan petugas polisi
yangbersangkutan agar tidak membawa kasusnya ke pengadilan . Memang dalam
hukum perdata, dikenal pilihanpenyelesaian masalah dengan arbitrase atau
mediasi di luar jalur pengadilan untuk menghemat waktu dan biaya. Namuntidak
demikian hal nya dengan hukum pidana yang hanya menyelesaikan masalah
melalui pengadilan. Di Indonesia,bahkan persoalan pidana pun masyarakat
mempunyai pilihan diluar pengadilan.

Pendapat umum menempatkan hakim pada posisi “tertuduh” dalam lemahnya
penegakan hukum di Indonesia, namundemikian peranan pengacara, jaksa
penuntut dan polisi sebagai penyidik dalam hal ini juga penting. Suatu
dakwaan yangsangat lemah dan tidak cermat, didukung dengan argumentasi
asal-asalan, yang berasal dari hasil penyelidikan yangtidak akurat dari
pihak kepolisian, tentu saja akan mempersulit hakim dalam memutuskan suatu
perkara. Kelemahan
penyidikan dan penyusunan dakwaan ini kadang bukan disebabkan rendahnya
kemampuan aparat maupun ketiadaansarana pendukung, tapi lebih banyak
disebabkan oleh lemahnya mental aparat itu sendiri. Beberapa kasus
menunjukkanaparat memang tidak berniat untuk melanjutkan perkara yang
bersangkutan ke pengadilan atas persetujuan dengan pihakpengacara dan
terdakwa, oleh karena itu dakwaan disusun secara sembarangan dan sengaja
untuk mudah dipatahkan.

Penyelesaian konflik dengan kekerasan terjadi secara sporadis di beberapa
tempat di Indonesia. Suatu persoalanpelanggaran hukum kecil kadang membawa
akibat hukuman yang sangat berat bagi pelakunya yang diterima tanpamelalui
proses pengadilan. Pembakaran dan penganiayaan pencuri sepeda motor,
perampok, penodong yang dilakukan massa beberapa waktu yang lalu merupakan
contoh. Menurut Durkheim masyarakat ini menerapkan hukum yang bersifat
menekan (repressive). Masyarakat menerapkan sanksi tersebut tidak atas
pertimbangan rasional mengenai jumlahkerugian obyektif yang menimpa
masyarakat itu, melainkan atas dasar kemarahan kolektif yang muncul karena
tindakanyang menyimpang dari pelaku. Masyarakat ingin memberi pelajaran
kepada pelaku dan juga pada memberi peringatananggota masyarakat yang lain
agar tidak melakukan tindakan pelanggaran yang sama.

Dalam beberapa kasus terbukti adanya kasus korupsi dan kolusi yangmelibatkan
baik polisi, kejaksaan, maupun hakim dalam suatu perkara. Kasus ini biasanya
melibatkan pengacara yangmenjadi perantara antara terdakwa dan aparat
penegak hukum. Fungsi pengacara yang seharusnya berada di
kutubmemperjuangkan keadilan bagi terdakwa , berubah menjadi pencari
kebebasan dan keputusan seringan mungkin dengan segala cara bagi kliennya.
Sementara posisi polisi dan jaksa yang seharusnya berada di kutub yang
menjaga adanya kepastian hukum, terbeli oleh kekayaan terdakwa. Demikian
pula hakim yang seharusnya berada ditengah-tengah dua kutub tersebut, kutub
keadilan dan kepastian hukum, bisa jadi condong membebaskan atau memberikan
putusan
seringan-ringannya bagi terdakwa setelah melalui kesepakatan tertentu.

Dengan skenario diatas, lengkaplah sandiwara pengadilan yang seharusnya
mencari kebenaran dan penyelesaian
masalah menjadi suatu pertunjukan yang telah diatur untuk membebaskan
terdakwa. Dan karena menyangkut uang,
hanya orang kaya lah yang dapat menikmati keadaan inkonsistensi penegakan
hukum ini. Sementara orang miskin (atau
yang relatif lebih miskin) akan putusan pengadilan yang lebih tinggi.

Inkonsistensi penegakan hukum merupakan masalah penting yang harus segera
ditangani. Masalah hukum ini paling
dirasakan oleh masyarakat dan membawa dampak yang sangat buruk bagi
kehidupan bermasyarakat. Persepsi
masyarakat yang buruk mengenai penegakan hukum, menggiring masyarakat pada
pola kehidupan sosial yang tidak
mempercayai hukum sebagai sarana penyelesaian konflik, dan cenderung
menyelesaikan konflik dan permasalahan
mereka di luar jalur. Cara ini membawa akibat buruk bagi masyarakat itu
sendiri.Pemanfaatan inkonsistensi penegakan hukum oleh sekelompok orang demi
kepentingannya sendiri, selalu berakibatmerugikan pihak yang tidak mempunyai
kemampuan yang setara. Akibatnya rasa ketidakadilan dan ketidakpuasantumbuh
subur di masyarakat Indonesia.
Penegakan hukum yang konsisten harus terus diupayakan untuk mengembalikan
kepercayaan masyarakat terhadap
hukum di Indonesia.

Dalam Kasus Bibit & Chandra yang di perkarakan oleh Negara dapat dilihat
bagaimana Rekayasa hukum dengan mudah terjadi, Dalam Kasus salah tangkap JJ
Riadi, dan penembakan Sopir angkot di depok, dapat dilihat betapa ringan
hukuman bagi aparat yang bersalah. Dalam Kasus prita yang telah di vonis
bersalah dan dikenakan sanksi hukum membayar RP 204 juta, dapat kita lihat
betapa ketidak adilah hukum telah terjadi jaksa begitu gagah menhukum pihak
yang tak bersalah. dan dapat kita lihat betapa antusiasnya masyarakat untuk
membantu dengan mengumpulkan koin receh untuk membayar denda hukuman yang
ada.
Sungguh memalukan bahwa Harga Hukum di Indonesia hanyalah Seharga Koin
Recehan yang dikumpulkan masyarakat untuk membantu sesamanya.

Apakah sama Aparat Penegak Hukum dengan Pengamen?, dalam beberapa kasus
oknum aparat adalah pengamen yang mengais rezeki dengan menyanyikan lagu
rekayasa. Mari tingkatkan harkat martabat hukum di Indonesia jangan sampai
Harga Hukum sama dengan Koin Recehan.

EA

-- 
Best Regard
Erwin Arianto,SE
エルイン アリアント (内部監査事務局)
-------------------------------------
SINCERITY, SPEED,  INOVATION & INDEPENDENCY
----------------------------------
Pengharapan itu sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita
yang telah dilabuhkan sampai kebelakang tabir.

- Terus mengharapkan yang terbaik, maka kita akan menghasilkan yang terbaik.
- Jangan bersungut-sungut tetapi mengucap syukurlah  senantiasa.


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke