Steve Forbes, penerbit Majalah Forbes menyatakan bahwa kenaikan harga minyak yang menggila sampai US$ 70 lebih per barrel merupakan ulah para spekulan pasar (kelompok neoliberalis) komoditi berjangka di New York Mercantile Exchange (NYMEX).
Di pasar komoditi berjangka tersebut, para spekulan/fund manager melakukan rekayasa perdagangan kontrak jual-beli minyak sehingga harganya membumbung tinggi. Hal ini diperparah dengan dimonopolinya minyak oleh perusahaan2 minyak AS dan sekutunya, terutama setelah jatuhnya Iraq dan Afghanistan ke tangan AS dan sekutunya. Lebih buruk lagi, elite pejabat AS seperti Presiden AS George Bush, Dick Chenney (Wapres) serta Condolezza Rice juga terlibat bisnis minyak, sehingga pemerintah AS enggan mengintervensi kenaikan harga minyak sebab itu akan membuat para pejabat tersebut semakin kaya. Berlawanan dengan prediksi Steve Forbes yang mengatakan bahwa harga minyak akan jatuh kembali setelah naik tak wajar, saya meragukan itu. Harga saham yang "digoreng" (direkayasa naik harganya) mungkin bisa jatuh, karena saham satu perusahaan bukanlah kebutuhan utama. Orang bisa beli saham perusahaan lain atau beli alat "investasi" (baca: spekulasi) lain yang lebih menarik ketimbang saham yang sudah over-valued. Tapi minyak mau tidak mau orang tetap harus beli, karena ini kebutuhan utama. Jika tidak, mobil anda tidak akan bisa berjalan. Atau bis dan angkutan lain berhenti beroperasi. Harga minyak baru bisa turun jika monopoli perusahaan minyak AS seperti Caltex, Exxon, Halliburton, dsb yang menyedot minyak di seluruh dunia serta spekulasi di New York Mercantile Exchange dihentikan. Sudah saatnya negara Indonesia dan negara-negara lainnya yang mengalami krisis minyak membeli minyak langsung dari negara penghasil minyak seperti Arab Saudi, Venezuela, dsb (bukan dari NYMEX) sehingga ulah para spekulan minyak tersebut bisa diredam. Kompas, Minggu, 11 September 2005 Minyak Itu Telah Menyengsarakan Warga Asia Kenaikan harga minyak sudah mulai menggerogoti gairah perekonomian di Asia. Konsumen tertekan, pelaut dan kalangan penerbangan di kawasan sudah berteriak pula, tak tahu entah ke mana lagi teriakan diarahkan. Sebenarnya, kalau rakyat di Thailand dan Filipina menjerit soal kenaikan harga minyak, akal sehat bisa mencernanya. Maklum, negara ini tak memiliki tambang minyak seperti Indonesia. Namun, di Indonesia, anggota OPEC, pemilik cadangan deposit minyak, rakyatnya juga menjerit. Bahkan, kantor berita asal AS, Associated Press, yang memiliki koresponden di berbagai negara Asia, menuliskan dampak kenaikan harga minyak malah lebih terasa di Indonesia. Ironis memang! Jadi teringat saja pepatah, tikus mati di lumbung padi! Tetapi, lepas dari itu, jeritan di Asia mulai menggemuruh. Pelaut Thailand juga tertekan. Dalam beberapa bulan terakhir, lebih dari 5.000 kapal pelaut (sepertiga dari kapal pelaut di Thailand selatan) telah berhenti melaut. Masalahnya kenaikan harga BBM sudah mulai menggerogoti perolehan laba, kata Prasant Silphiphat, Presiden Asosiasi Pelaut Thailand. Di Thailand, harga minyak naik 26 persen selama 2005 ini menjadi 26,5 baht (Rp 6.500) per liter. Bank Sentral Thailand pun telah menurunkan target pertumbuhan ekonomi 2005 menjadi 3,5-4,5 persen dari 4,5-5,5 persen. Untuk mengurangi dampak kenaikan harga minyak di Thailand, pemerintah sudah memperkenalkan stimulus ekonomi dan serangkaian langkah penghematan energi. Papan-papan iklan yang membutuhkan tenaga listrik dikurangi menjadi hanya boleh menyala tiga jam pada malam hari. Stasiun pengisian bahan bakar gas juga diminta ditutup pada malam hari. Di Filipina, pemerintah merencanakan pelarangan olahraga mobil dan motor untuk menghemat energi. Hal itu diutarakan Menteri Energi Peter Abaya. Instansi pemerintah di Filipina juga diperintahkan mengurangi konsumsi energi sebesar 10 persen. Maklum, dampak kenaikan harga minyak sudah mulai menyiksa dan membuat warga marah. Pemrotes sudah melempari cat merah ke bangunan milik perusahaan Petron Oil milik pemerintah yang berada di distrik keuangan Makati, di timur Manila, Jumat (2/9). Mereka marah atas kenaikan harga minyak yang hampir terjadi tiap pekan. Tetapi, Pemerintah Filipina memang dibikin lebih repot dengan kenaikan harga minyak dan merepotkan perekonomian yang sudah kesulitan. Pemerintah Filipina memikirkan empat hari kerja untuk kantor-kantor pemerintah. Pemerintah menghemat 144 juta peso atau 2,57 juta dollar AS untuk biaya BBM ketika menerapkan itu pada April dan Mei. Di China, dampak kenaikan harga minyak juga telah terasa pahit dalam bentuk berkurangnya perolehan laba perusahaan. Juga sudah terjadi penurunan penjualan mobil dan anjloknya perjalanan internasional. Dengan pertumbuhan ekonomi China sebesar 9,5 persen, tidak ada yang meramalkan akan terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi secara drastis karena kenaikan harga minyak. Namun, John Anderson, ekonom senior di UBS, Hongkong, meramalkan bahwa harga minyak yang rata-rata 50 dollar AS per barrel akan membuat pertumbuhan ekonomi China turun menjadi 8,2 persen. Jika harga minyak bertahan pada angka 70 dollar AS per barrel, pertumbuhan ekonomi China akan anjlok menjadi 7,8 persen. Perekonomian India yang tumbuh 7 persen sejauh ini masih kebal terhadap kenaikan harga minyak karena ada subsidi BBM dari pemerintah. Akan tetapi, jika harga minyak bertahan pada level sekarang ini, perekonomian akan tertekan. Jika minyak menjadi kejutan yang panjang, jelas akan memperlambat aktivitas ekonomi, kata Pradeep Srivastava dari National Council of Applied Economic Research di New Delhi. Setiap kenaikan 10 dollar AS harga minyak, apalagi jika dibebankan langsung ke konsumen, akan mengurangi angka pertumbuhan ekonomi hingga 1 persen per tahun. Negara yang efisien soal energi, seperti Jepang, juga mulai khawatir. Kenaikan harga minyak di masa lalu membuat Jepang melakukan efisiensi dalam penggunaan BBM. Namun, kenaikan harga minyak mulai merembes ke pertumbuhan ekonomi. Maskapai penerbangan juga kembali terpukul, bahkan paling terpukul dibandingkan industri lainnya. Naiknya harga minyak telah membuat Thai Airways, Malaysia Airlines, dan China Southern mengalami kerugian. Banyak maskapai yang terpaksa menaikkan harga tiket untuk mengompensasikan kenaikan harga minyak ke konsumen. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Asia juga anjlok sepertiga pada 2004. Terima kasih kepada kenaikan harga minyak, kata Andy Xie, ekonom di Morgan Stanley, Hongkong, yang gundah. Tingkat pertumbuhan juga akan anjlok lagi 1 persen jika harga minyak makin naik lagi, demikian Xie dalam laporannya. Ulah spekulan? Sudah banyak uraian yang mencoba menjelaskan kenaikan harga minyak dunia itu. Salah satunya adalah permintaan minyak dari India dan China yang meningkat. Juga ada gangguan dari pasokan minyak asal Irak, diikuti serangkaian bentrokan di negara-negara penghasil minyak seperti di Nigeria, Bolivia, Ekuador. Juga sempat ada gangguan pasokan minyak karena protes massal di Venezuela terhadap Presiden Hugo Chavez. Penjabat Sekjen OPEC Adnan Shihab-Eldin mengatakan, ada kesenjangan dalam meningkatkan kapasitas pabrik penyulingan minyak. Lalu kabar terakhir, muncul Topan Katrina yang merusak 58 persen fasilitas perminyakan AS di Teluk Meksiko. Pertanyaannya, mengapa harga minyak bisa melejit ke angka yang mencengangkan? Soalnya, gangguan pasokan di sejumlah negara juga selalu bisa diatasi dengan penambahan produksi kelompok OPEC, sebagaimana selalu disuarakan oleh OPEC. Jika dilihat pada grafik, permintaan minyak dunia yang meningkat relatif diikuti dengan kenaikan pasokan. Tak ada kesenjangan terlalu besar antara permintaan dan suplai. Akan tetapi, harga minyak sempat mencapai 70,80 dollar AS pada 29 Agustus lalu di pasar komoditas minyak di New York. Mengapa dan mengapa? Itu artinya, dibandingkan dengan Desember 2003, harga minyak dunia sudah dua kali lipat. Menurut penerbit majalah Forbes, Steve Forbes, kenaikan permintaan dari India dan China memang ada, tetapi tidak terlalu besar. Saya harus berbicara apa adanya, ada spekulasi yang dilakukan para pengelola dana investasi (fund manager) atas harga minyak. Hampir semua fund manager di Amerika Utara terlibat perdagangan berjangka atas minyak, kata Steve. Dia mengingatkan, paling lambat dalam 12 bulan ke depan, harga minyak akan anjlok, seperti anjloknya saham-saham perusahaan perusahaan internet pada 2000, setelah harga sempat dibawa ke langit. Jika itu benar, dan tampaknya memang merupakan penjelasan paling logis, derita akibat kenaikan harga minyak ada di tangan para fund manager. Kalau sudah begini, apalah daya dari seorang warga miskin di negara berkembang, kecuali menunggu tanggung jawab sosial korporasi di AS, terutama para fund managers, di bursa New York, yang selama ini sudah dituduh sebagai pengisap darah negara berkembang, dengan julukan keren neo liberalism. (REUTERS/AP/AFP/MON) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0509/11/ln/2023383.htm Rabu, 31 Agustus 2005 Harga Minyak Tak Wajar Pemerintah AS dan Spekulan Berperan Besar Sydney, Selasa - Harga minyak yang terus-menerus mencapai rekor baru secara nominal merupakan bukti dari keberadaan peran spekulan. Harga dibuat melambung sangat tinggi yang dalam 12 bulan ke depan akan anjlok. Bagai balon yang terlalu menggelembung, harga minyak akan kempis dalam waktu cepat. Hal seperti itu pernah terjadi pada perusahaan yang bergerak di bidang teknologi informasi. Saham-saham perusahaan terus meroket dalam waktu cepat. Lalu pada tahun 2000, saham-saham perusahaan itu tak ubahnya seperti kertas toilet, tak ada harga. Prediksi soal kejatuhan harga minyak itu diutarakan di Sydney, Selasa (30/8), oleh Steve Forbes, penerbit majalah bisnis Forbes. Pada perdagangan Senin lalu harga minyak mentah di New York sempat mencapai level 70,80 dollar per barrel. Hal itu didorong oleh ketakutan saat Badai Katrina menuju Teluk Meksiko di wilayah AS, salah satu lokasi produksi, penyulingan, dan terminal impor minyak AS. Di Singapura, harga minyak mentah kemarin bertengger pada angka 68 dollar AS per barrel. Tetap tinggi atau lewat dua kali lipat dari harga minyak yang tercatat pada Desember 2003, senilai 33 dollar AS per barrel. Menurut Steve Forbes, dilihat dari segi apa pun, harga minyak sekarang ini tidak mencerminkan realitas. Sebelumnya dikatakan, permintaan minyak dari India dan China cukup besar dan berperan menaikkan harga. Namun, Forbes mengatakan faktor itu terlalu kecil untuk mendongkrak harga minyak dari 25-30 dollar AS per barrel menjadi 70 dollar AS per barrel hanya dalam tempo dua setengah tahun. Kenaikan harga minyak adalah akibat spekulasi di pasar komoditas, kata Forbes yang berada di Sydney untuk meluncurkan konferensi bisnis. Jujur saja, hampir semua perusahaan Amerika Utara yang bergerak di bidang perdagangan berjangka (hedging fund), melakukan bisnis spekulatif atas harga minyak. Atas kenyataan itu saya mempunyai perkiraan... dalam 12 bulan ke depan harga-harga minyak akan jatuh ke level 35-40 dollar AS per barrel. Ada bubble (penggelembungan) yang dahsyat. Akan tetapi, Anda tidak bisa selamanya lari terlalu jauh dari faktor fundamental. Hedge Fund akan selalu berusaha mendorong kenaikan harga untuk membuat klien untung. Forbes mengatakan, semakin tinggi harga minyak, tingkat kejatuhan juga semakin tinggi serta menghunjam. Saya kira harga minyak tidak akan mencapai 100 dollar AS, tetapi jika tercapai juga maka kejatuhan akan lebih spektakuler, kata Forbes. Berhentilah membeli Ia juga mendesak Pemerintah AS untuk berhenti menambah cadangan minyak strategis (Strategic Petroleum Reserve/ SPR) yang sebesar 700 juta barrel, yang hanya bisa dipakai dalam keadaan darurat. Para spekulan kini sudah sadar bahwa pada harga berapa pun Paman Sam terus-menerus melakukan pembelian minyak, bahkan hampir setiap hari. Lemparlah ke pasar terbuka sebagian cadangan itu, maka harga akan turun, demikian pesan Forbes pada Pemerintah AS, yang didominasi tokoh-tokoh yang terlibat bisnis minyak, seperti Wapres Dick Cheney, Menlu Condoleezza Rice, dan Presiden George W Bush sendiri. Tidak jelas, mengapa Pemerintah AS tidak mau mengeluarkan sebagian cadangan dan terus-menerus membeli. Yang jelas, penjabat Sekjen OPEC Adnan Shihab-Eldin juga mengatakan kenaikan harga minyak melebihi kewajaran, di luar jangkauan permintaan dan pasokan minyak. Dari sekian banyak pernyataan soal kenaikan harga minyak, pernyataan Forbes tergolong yang paling masuk akal. Masalahnya, pihak OPEC sudah sering kali menyatakan bahwa pasokan bukan masalah dan OPEC sudah berkali-kali menaikkan kuota dengan produksi minyak mentah sekitar 28 juta barrel per hari. Tetapi, terus saja harga minyak melejit. Lalu akhir-akhir ini ditiupkan isu permintaan minyak India dan China serta langkanya perusahaan penyulingan minyak. Dua faktor ini juga dinyatakan tidak cukup kuat mendongkrak harga minyak. (AP/AFP/MON) http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/31/ln/2015471.htm Ingin belajar Islam? Mari bergabung milis Media Dakwah Kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Help Sudanese refugees rebuild their lives through GlobalGiving. http://us.click.yahoo.com/V8WM1C/EbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/