http://www.acehkita.com/content.php?op=modload&name=reportase&file=view&coid=1734&lang=
Hasil Penelitian Imparsial: Darurat Militer Lahirkan OBR Tanggal: 10 November 2004 Kategori: Reportase Setahun pemberlakuan kebijakan darurat militer di Aceh (19 Mei 2003-19 Mei 2004) telah merekonstruksi jalan bagi kembalinya rezim otoritarian-birokratik-rente (OBR) sebagaimana dipraktekkan Orde Baru selama 32 tahun. Konflik di Aceh telah dielaborasi militer Indonesia menjadi ranah dan kekuatan politik yang besar untuk mereposisi peran politiknya. Demikian salah butir hasil analisis kebijakan tim Imparsial bertajuk "Rekonstruksi Negara Melalui Kebijakan Darurat di Aceh" yang terbit 3 November lalu. "Aceh adalah eksperimen untuk mengembalikan Orde Baru. Orde Baru telah masuk melalui halaman depan Indonesia," kata Rachland Nashidik, Direktur Eksekutif Imparsial. Untuk mewujudkan model rezim OBR itu, lanjut Imparsial, pemerintahan dikelola oleh sekelompok militer. Di lain pihak, rekayasa sosial dilakukan untuk mereproduksi semua orang Aceh agar menjadi orang NKRI. "HAM bagi rezim OBR sama sekali tidak bernilai, bahkan menjadi musuh keyakinannya yang utama. Dalam operasi militer, pengorbanan warga sipil adalah tanpa makna," tulis hasil kajian setebal 40 halaman itu. Selain itu juga terjadi penangkapan dan penculikan terhadap aktivis dan pembela HAM. Pihak militer memonopoli pengelolaan kamp pengungsi dengan menutup kamp dari para pekerja kemanusiaan, baik lokal, nasional, maupun internasional. Sementara itu, demikian laporan Imparsial, dikembangkan pula disintegrasi sosial antar etnik yang salah satu polanya dengan mendorong arus migrasi etnik Jawa ke Sematera Utara. Dan pola lain, seperti di Aceh Tengah, dikembangkan kebencian antara etnik Aceh pesisir dan etnis lain seperti "Jago" (Jawa-Gayo). Upaya ini berbuah kekerasan pada tahun 2000 silam, di mana masyarakat Gayo dan Jawa mengusir orang Aceh pesisir dengan cara melakukan pembakaran dan pembunuhan. Dalam pada itu, militer juga aktif mengembangkan milisi di sejumlah daerah di Aceh. Usaha ini juga didukung birokrasi sipil seperti Bupati Aceh Tengah Mustafa Tamy yang mendukung aksi sistem pertahanan berlapis di desa-desa. Di Aceh Barat, Bupati Nasrudin mengadakan pelatihan militer terhadap 500 pegawai negeri untuk keterampilan menggunakan senjata M-16, AK-47 dan SS-1. Selain itu, di luar Aceh, pengelolaan demografis diwujudkan dengan cara-cara yang diskriminatif. Etnik Aceh dipropagandakan sebagai etnik yang berbeda dengan etnik-etnik lainnya. Mereka diperlakukan secara khusus, dipetakan pemukimannya, diawasi segala aktivitasnya, hingga di-sweeping. Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, sebut Imparsial, pernah menginstruksikan pengawasan terhadap orang Aceh dengan memberlakukan status Siaga I di wilayahnya di awal darurat militer, Mei 2003 lalu. Di Mojokerto, Jawa Timur keluarga seorang aktivis lingkungan beretnis Aceh yang telah meninggalkan kampungnya 22 tahun lalu telah menjadi objek "kewaspadaan" polisi. Bahkan, jauh sebelum pemberlakuan darurat militer, upaya penyebaran ancaman dari pihak GAM justru dilakukan oleh pihak Mabes Polri kepada jajaran lima kepolisian daerah di Sumatera. "Orang Aceh dideskreditkan sebagai pelaku peledakan bom di mana-mana menjelang diberlakukannya darurat militer," kata Rachland. Dengan cara demikian, sambung Rachland, maka upaya untuk memenangkan hati orang Aceh menjadi sia-sia. Kebijakan Darurat = Beban Negara Dalam laporan yang diedarkan hari ini di Jakarta, Imparsial juga mempersoalkan tidak adanya pertanggungjwaban kepada publik. "...Hingga saat ini belum ada pertanggungjawaban dana kepada publik, baik perihal dana maupun keberhasilan operasi darurat militer di Aceh. DPR RI Dan DPRD NAD sama sekali bungkam terhadap penggunaan dana operasi militer yang bersumber dari APBN dan APBD 2003," tulis laporan itu. Selama setahun darurat militer, Imparsial sendiri mencatat tak kurang Rp 2,73 triliun dihabiskan TNI dan sekira Rp 1,334 triliun dibelanjakan Polri untuk membiayai perang di Aceh. Selama status Darurat Militer, TNI dan Polri memperoleh budget perang yang bersumber dari APBN maupun APBD. Menurut perhitungan Imparsial, sebagian besar dana tersebut seharusnya digunakan untuk kepentingan provinsi dan kabupaten lain di luar Aceh. "Karena penggunaan dana lebih dari 30% digunakan untuk operasi militer di Aceh berakibat pada penundaan kesejahteraan rakyat di Aceh dan berbagai daerah lain, dan memberikan kontribusi pada defisit keuangan negara," tulisnya. Runyamnya, imbuh Imparsial, operasi militer tidak memiliki indikator untuk menilai berhasil tidaknya kebijakan tersebut. Pada awal DM I, hasil capaian dijelaskan secara kuantitatif, misalnya jumlah GAM yang ditangkap, meninggal, jumlah senjata yang disita serta berapa jumlah KPT-Merah Putih yang direalisasi. Dalam kenyataannya, ditemukan angka yang berbeda antara data yang diekluarkan TNI, Polri, PMI dan LSM. "Lalu, pada akhir DM II, pelaksanaan Pemilu 2004 malah dijadikan hasil capaian DM," sindir Imparsial. Dengan argumen ini, Imparsial merekomendasikan tiga hal kepada pemerintah. Pertama, tidak menggunakan operasi militer atau metode kekerasan lain dengan payung politik status DM atau pun lainnya dalam menyelesaikan konflik di Aceh, juga di beberapa daerah lain. Kedua, segera melakukan audit kemanusian (kesengsaraan dan pelanggaran HAM) pada masyarakat sipil Aceh, dan audit keuangan yang digunakan oleh TNI dan Polri selama DM berlangsung. Ketiga, segera menyiapkan proses perdamaian dalam menyelesaikan konflik di Aceh sebagai perwujudan penghormatan pada kedaulatan rakyat dan hak asasi manusia.*** [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.uni.cc *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Posting: [EMAIL PROTECTED] 5. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 6. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 7. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/